URnews

Kekerasan Berbasis Gender Online dan Bagaimana Peran Media

Deandra Salsabila, Rabu, 18 Agustus 2021 14.21 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kekerasan Berbasis Gender Online dan Bagaimana Peran Media
Image: Ilustrasi setop pelecehan seksual. (freepik)

Jakarta - Dalam rangka merayakan ulang tahun atau milad, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA (Uhamka) mengadakan webinar dengan judul ‘Kekerasan Berbasis Gender Online, Peran Media dan Masyarakat’. Webinar tersebut diadakan pada Rabu (18/8/2021) dengan berbagai pembicara ternama.

Pembicara dalam webinar ini adalah Sri Mustika sebagai Dosen Komunikasi Gender Uhamka, Ken Yunita sebagai Editor in Chief Urbanasiacom, dan Ellen Kusuma sebagai Kepala Subdivisi Digital at Risk SAFEnet Indonesia.

Menurut Ellen Kusuma, Kekerasan Berbasis Gender Online (KGBO) memiliki tiga unsur yang harus diperhatikan, yaitu unsur kekerasan, gender, dan online. Ellen mengatakan jika kekerasan secara sederhana merupakan sebuah tindakan yang membuat orang lain merasa tidak aman, tidak nyaman, bahkan mengalami penderitaan yang merugikan.

“Kekerasan itu kontekstual, dampaknya beda-beda. Jadi nggak boleh kaya bilang ah kamu aja yang baperan, karena dampaknya berbeda,” ujar Ellen.

Tidak semua kekerasan ada tindak pidana atau kerangka hukumnya, misalnya di Indonesia belum memiliki perangkat hukum terkait pelecehan seksual secara verbal, yang ada baru pelecehan seksual misalnya perkosaan yang sifatnya fisik. Kekerasan berbasis gender ini payung yang lebih besar dari kekerasan seksual karena kekerasan seksual itu bagian dari kekerasan berbasis gender.

“Sedangkan, gender merupakan konstruksi sosial kepada jenis kelamin tertentu dengan membebankan norma-norma sosial. Misalnya perempuan harus jadi ibu rumah tangga, jadi nggak usah pendidikan tinggi dan itu bentuk ketidakadilan,” lanjut Ellen.

Lalu, online maksudnya adalah ketika kekerasan tersebut sudah difasilitasi oleh teknologi digital yang beragam rupanya, tidak harus terkoneksi internet. Contohnya ketika seseorang terkena ancaman melalui SMS.

Sementara itu, menurut Ken Yunita, hampir tiga tahun belakangan ini kasus KGBO mengalami peningkatan. Dari 2019 hingga 2020 saja, terjadi peningkatan dari sekitar 126 kasus menjadi 510 kasus dan itu baru yang dilaporkan. Kemungkinan besar kasurnya sebenarnya lebih banyak. Salah satu penyebabnya, peningkatan ini terjadi karena di era pandemi aktivitas online masyarakat meningkat sangat signifikan.

Lebih lanjut, Ken menjelaskan, bahwa peran media sangat penting untuk membantu memberantas kasus KGBO, seperti mendukung pemberantasan kasus KGBO, bersikap netral, dan berfokus pada edukasi.

“Media juga mendukung supaya kasus-kasus semacam ini terselesaikan, salah satunya mendorong pemerintah segera memberikan payung hukum tentang KGBO ini,” ujar Ken Yunita.

Ken mencontohkan, Urbanasia memberikan pemahaman kepada masyarakat mengenai KGBO melalui artikel yang diterbitkan, seperti tips agar tidak menjadi pelaku pelecehan seksual, mengapa KGBO semakin meningkat, dan lainnya. Termasuk, memberikan edukasi melalui live Instagram bersama para narasumber terkait, seperti aktivitas atau pakar hukum.

Terakhir, Sri Mustika pun menjelaskan mengenai pentingnya komunikasi keluarga dalam memberantas KGBO ini. “Banyak orang yang percaya rumah adalah tempat terbaik untuk pulang dan berkeluh kesah,” jelas Sri.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait