URguide

Kisah Sukses Pelaku UMKM Jahit Surabaya di Masa Pandemi COVID-19

Shelly Lisdya, Jumat, 22 April 2022 08.42 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kisah Sukses Pelaku UMKM Jahit Surabaya di Masa Pandemi COVID-19
Image: Penjahit Bambang Siswanto yang tetap bertahan di masa pandemi. (ANTARA)

Surabaya - Salah satu sektor usaha yang tak luput dari dampak pandemi COVID-19 di Indonesia adalah usaha mikro kecil menengah (UMKM). Tak sedikit pelaku UMKM harus mengalami penurunan pendapatan secara drastis atau bahkan gulung tikar dalam dua tahun terakhir ini.

Salah satu pelaku UMKM yang berjuang bertahan di tengah pandemi adalah Bambang Siswanto, warga Kota Surabaya, Jawa Timur. Bambang termasuk salah satu di antara ratusan UMKM jahit yang terbilang sukses usai ditantang oleh Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi memproduksi seragam sekolah untuk pelajar SD-SMP dari keluarga masyarakat berpenghasilan rendah (MBR).

Usai tantangan tersebut, Bambang menemukan keberaniannya untuk kembali menjadi penjahit seutuhnya.

"Dulu pernah ada orang yang mengatakan saya, kamu jangan ngaku tailor kalau belum bisa bikin jas. Rasanya sakit sekali mendengarnya. Akhirnya, saat itu saya memutuskan untuk membuka kios permak saja daripada bikin tailor tapi hasilnya diragukan orang. Jadi, mending buka permak bisa jahit, biar bisa beri service lebih ke pelanggan," kata Bambang dikutip Antara, Jumat (22/4/22).

Sudah hampir 10 tahun Bambang buka usaha permak. Namun, baru kali ini ia memiliki kepercayaan diri untuk kembali jadi penjahit baju. Usai bertemu Tim Surabaya Perkasa (Super) Pemkot Surabaya dan diberi pekerjaan, Bambang melihat produksi dikelola dengan rapi, hak dan kewajiban semuanya tertulis. Dari situlah Bambang mulai membuka hati untuk menjadi penjahit tulen lagi.

Apalagi, saat ini Bambang mampu menerima tantangan Wali Kota Eri Cahyadi untuk memproduksi dan menjahit seragam sekolah. Tentunya, ini jauh lebih gampang dibanding permak. Kalau permak, Bambang kadang sampai lupa apa saja yang harus dipermak, tapi kalau seragam lebih mudah dan gampang.

"Sambil merem (menutup mata) juga sudah jadi. Kalau garapan jahit seragam ini banyak dan konsisten, nanti saya tutup saja permaknya. Saya jadi penjahit baju saja," ujar dia.

Hal yang sama juga dirasakan  Mujiati, Penjahit Super Bentul Wonokromo. Sejak ditinggal suaminya meninggal 30 tahun lalu, dia menghidupi tiga anaknya dengan menjadi penjahit. Bahkan, hingga memiliki empat cucu, dia terus semangat menjahit.

Semangatnya tak pudar meski usianya 62 tahun. Dia tak mau kalah dengan penjahit muda lainnya. "Akhir-akhir ini memang sepi jahitan karena pandemi. Saya berpikir bagaimana caranya supaya dapat garapan jahit? Caranya di mana? Saya sampai bingung. Dari situ saya didatangi Times Super untuk diajak bergabung dan akhirnya bergabung hingga sekarang," kata Mujiati.

Bahkan, Mujiati pun mengajak beberapa tetangga untuk membantunya dengan pekerjaan sederhana seperti melipat, menyetrika, dan juga membersihkan bekas benang. 

"Jadi, berkah itu harus dibagi-bagi,” kata dia.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait