URnews

Komnas Perempuan Apresiasi Korban Dugaan Pelecehan Gofar Hilman Berani Bicara

Anisa Kurniasih, Kamis, 10 Juni 2021 18.38 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Komnas Perempuan Apresiasi Korban Dugaan Pelecehan Gofar Hilman Berani Bicara
Image: Ilustrasi pelecehan seksual. (Pixabay)

Jakarta - Kasus dugaan pelecehan seksual yang diungkap oleh seorang netizen di Twitter turut menyeret nama Gofar Hilman. Kabar ini pun akhirnya menjadi perhatian publik dan membuat sejumlah pihak buka suara. 

Menanggapi soal ini, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) pun mengapresiasi sikap terduga korban untuk mengungkap pengalaman pelecehan seksual. 

"Pengungkapan ini merupakan hal sulit, membutuhkan keberanian untuk mengingat kembali pengalaman yang traumatis dan juga untuk menghadapi serangan balik dari pengungkapannya itu," ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani dalam keterangan resminya, Kamis (10/6/2021).

Menurut Andy, serangan balik yang paling sering adalah justru menyalahkan korban, penyangkalan bahkan menuntut balik korban.

Komnas Perempuan menilai, dalam penggambaran kasus yang diungkap terkait GH, hal yang juga memprihatinkan adalah sikap sejumlah pihak yang menyetujui dan menyemangati tindakan itu dengan pernyataan-pernyataan yang semakin melecehkan korban. 

"Kondisi serupa ini sebetulnya kerap ditemukan dalam banyak kasus pelecehan seksual di ruang publik dan menjadi penghambat bagi korban untuk dapat melaporkan kasusnya sedari awal," imbuhnya.

Ia memaparkan, pada perempuan, kerentanan pada pelecehan seksual dan untuk disalahkan atas tindak tersebut berakar pada diskriminasi berbasis gender yang menyebabkan perempuan dalam posisi subordinat dan obyek seksual.

Menurutnya, posisi perempuan sebagai simbol moralitas di dalam masyarakat patriarkis juga digunakan untuk melemahkan korban.

"Dengan posisi tersebut, perempuan gampang disalahkan dengan menggunakan latar belakang, gerak gerik, dandanan, cara busana dan lingkungan pergaulannya sebagai alasan pembenar tindak pelecehan seksual," lanjut Andy.

Selain itu, Andy menyebut, kesulitan bertambah ketika korban pelecehan seksual adalah perempuan dengan disabilitas intelektual dan perempuan dengan disabilitas psikososial. 

"Mereka jarang melaporkan kasus pelecehan yang dialaminya karena rendahnya pengetahuan tentang perilaku yang dikategorikan sebagai pelecehan seksual," ungkap dia.

Di samping itu, faktor ketergantungan psikis, finansial dan sosial korban terhadap pelaku menyebabkan korban mengalami dilema untuk mengungkap kasus pelecehan seksual dan kekerasan seksual lainnya yang dialaminya.

Andy mengatakan, korban pelecehan seksual saat ini sangat sulit untuk mendapatkan perlindungan. 

"Payung hukum yang mumpuni belum ada, termasuk untuk mendukung pemulihan korban. Karenanya, kasus yang diungkap ini semakin menunjukkan urgensi pengesahan segera RUU Penghapusan Kekerasan Seksual," kata dia. 

Mengingat situasi perlindungan hukum saat ini, Komnas Perempuan juga mendorong aparat penegak hukum untuk menyikapi dengan sungguh-sungguh dan dengan empati kepada perempuan korban, dan  mencegah kriminalisasi korban.

Hal ini sangat penting dalam memastikan pelaksanaan tanggung jawab negara untuk pemenuhan hak konstitusional warga, khususnya perempuan, pada perlindungan diri dan rasa aman (Pasal 28 G Ayat 1), serta untuk bebas dari diskriminasi atas dasar apa pun.

Mengenali kesulitan yang harus dihadapi oleh perempuan korban pelecehan seksual, Komnas Perempuan berharap pengungkapan kasus pelecehan seksual dapat menyemangati perempuan korban yang lain untuk juga maju melaporkan kasusnya. 

"Komnas Perempuan mengajak semua pihak untuk mendukung upaya korban, dengan mendengarkan pengalaman mereka, jangan disudutkan dan distigma," tutupnya.

Hal ini terutama karena pengungkapan kasus merupakan langkah awal mendukung upaya pemulihan korban, memutus impunitas, dan mencegah kejadian berulang.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait