URnews

Lewat 'Sandiwara Sastra', Kemendikbud Hidupkan Kembali Karya Sastra Indonesia

Nunung Nasikhah, Rabu, 8 Juli 2020 13.14 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Lewat 'Sandiwara Sastra', Kemendikbud Hidupkan Kembali Karya Sastra Indonesia
Image: Kemendikbud. (ANTARA FOTO)

Jakarta - Sebagai bentuk inovasi dan bagian dari program Belajar dari Rumah di masa pandemi COVID-19, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) melaunching program siniar (podcast) Sandiwara Sastra.

Alih wahana karya sastra Indonesia ke dalam medium audio ini ditujukan untuk memperkenalkan dan menghidupkan kembali karya-karya sastra Indonesia.

“Sastra menempati posisi penting dalam pemajuan budaya dan pembentukan karakter bangsa,” ujar Mendikbud pada konferensi pers peluncuran siniar Sandiwara Sastra di Jakarta, belum lama ini, seperti dikutip dari website resmi Kemendikbud (8/7/2020).

Sandiwara Sastra merupakan kolaborasi produksi antara Kemendikbud, Yayasan Titimangsa, dan KawanKawan Media. Alih wahana karya sastra ini diproduseri oleh aktor film dan teater Happy Salma serta produser film Yulia Evina Bhara.

Selain itu, program baru Kemendikbud tersebut disutradarai oleh sutradara teater, aktor film, dan pendiri Teater Garasi Gunawan Maryanto dan akan dilengkapi dengan tata musik dan suara yang akan membuat alih wahana karya sastra semakin dapat dipahami maknanya.

Kabar baiknya, sandiwara sastra ini diperankan oleh aktor-aktor terkemuka Indonesia, guys. Mulai dari Adinia Wirasti, Ario Bayu, Arswendy Bening Swara, Asmara Abigail, Atiqah Hasiholan, Chelsea Islan, Chicco Jerikho, Christine Hakim, Eva Celia, Happy Salma, Iqbaal Ramadhan, Jefri Nichol, Kevin Ardilova, dan Lukman Sardi.

Lalu juga Lulu Tobing, Marsha Timothy, Mathias Muchus, Maudy Koesnaedi, Najwa Shihab, Nicholas Saputra, Nino Kayam, Oka Antara, Pevita Pearce, Reza Rahadian, Rio Dewanto, Tara Basro, Vino G. Bastian dan Widi Mulia.

Sandiwara Sastra tersebut memberi ruang pada aktor-aktor terkemuka tersebut untuk mengajak pendengar berkelana dan mengembara mengikuti alunan suara dan masuk pada cerita melalui peran yang dimainkan.

Nantinya, sandiwara audio yang masing-masing berdurasi 30 menit ini juga akan disiarkan melalui Radio Republik Indonesia (RRI) agar dapat menjangkau masyarakat secara lebih luas.

Sebagai tahap pertama dari seri Sandiwara Sastra, 10 karya sastra yang dapat dinikmati masyarakat adalah adaptasi dari novel Ronggeng Dukuh Paruk karya Ahmad Tohari; novel Helen dan Sukanta karya Pidi Baiq dan cerita pendek (cerpen) Kemerdekaan karya Putu Wijaya.

Lalu juga dari cerpen Menunggu Herman karya Dee Lestari; cerpen Berita dari Kebayoran karya Promoedya Ananta Toer; novel Lalita karya Ayu Utami; cerpen Seribu Kunang-kunang di Manhattan karya Umar Kayam; cerpen Persekot karya Eka Kurniawan hingga novel Layar Terkembang karya Sutan Takdir Alisjahbana, dan novel Orang-orang Oetimu karya Felix K. Nesi. 

Program Sandiwara Sastra tersebut, disebut sebagai salah satu cara melancarkan misi Kemendikbud dalam memajukan kebudayaan dan pembentukan karakter, melalui peningkatan kemampuan literasi. 

“Sandiwara Sastra bukan hanya menjadi sebuah karya seni dan inovasi. Lebih dari itu, ini adalah jalan untuk mengangkat literasi," ujar Nadiem.

“Saya mengajak seluruh pelajar dan mahasiswa kembali menghidupkan dan mengenal karya sastra terbaik Indonesia melalui Sandiwara Sastra,” tegasnya.

1594188815-sandiwara-sastra.jpgSandiwara sastra. (Dok. Kemendikbud)

Sementara itu, Direktur Jenderal Kebudayaan Kemendikbud, Hilmar Farid menjelaskan bahwa Sandiwara Sastra inj merupakan salah satu upaya Kemendikbud dalam melakukan pelestarian sastra Indonesia.

"Semakin banyak orang membaca dan mendengarkan karya sastra, semakin banyak juga orang yang menemukan nilai-nilai kehidupan dan pengaruh sastra bagi kehidupan,” tutur Hilmar.

“Kemendikbud juga ingin membangkitkan minat untuk menulis agar tercipta karya-karya sastra baru yang berkualitas. Bahkan, gerakan untuk menghidupkan kembali kecintaan terhadap sastra Indonesia di kalangan anak muda,” imbuhnya.

Hilmar menambahkan bahwa Sandiwara Sastra merupakan langkah untuk mendekatkan khazanah sastra Indonesia kepada publik. 

"Di masa lalu, sandiwara audio yang disiarkan lewat radio sangat populer. Ketika muncul media audio-visual dan media sosial, bentuk ini mulai memudar popularitasnya. Tapi belakangan ada kebangkitan media audio seperti podcast,” ujar Hilmar.

“Kemendikbud berharap sandiwara sastra ini bisa turut mewarnai ruang media baru dan juga mengangkat kembali kejayaan sastra Indonesia," pungkasnya.

Alih wahana sastra ke dalam bentuk sandiwara audio siniar ini dapat disimak mulai 8 Juli 2020 pukul 17.00 WIB melalui podcast audio @budayakita.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait