URnews

Netizen Indonesia 'Cemooh' Sungai Aare Swiss, Pengamat Duga Ini Pemicunya

Nivita Saldyni, Senin, 30 Mei 2022 21.08 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Netizen Indonesia 'Cemooh' Sungai Aare Swiss, Pengamat Duga Ini Pemicunya
Image: Ilustrasi bermain media sosial. (pexel.com/pixabay)

Jakarta - Sikap netizen Indonesia kembali jadi sorotan dunia, khususnya di Swiss. Hal ini tak lain karena netizen Indonesia kembali 'berulah' membanjiri kolom review Sungai Aare, Swiss di Google Maps dengan ulasan negatif setelah Emmeril Kahn Mumtadz alias Eril, anak Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil dikabarkan hilang.

Dari ribuan review yang ada di Google Maps 'Sungai Aaree', tak sedikit netizen Indonesia memberikan rating bintang satu. Mereka juga tampak meninggalkan komentar buruk pada review tersebut.

Menanggapi hal tersebut, Pemerhati Komunikasi Budaya dan Digital dari Universitas Indonesia (UI), Firman Kurniawan mengatakan sebenarnya ini bukan pertama kali terjadi. Firman menyebut sebelumnya netizen Indonesia juga pernah menyerbu akun media sosial Presiden dan Perdana Menteri (PM) Singapura saat Ustad Abdul Somad (UAS) tak diizinkan masuk ke negara itu beberapa waktu lalu.

Sebelum itu, netizen Indonesia juga pernah ramai-ramai menyerbu akun media sosial BWF saat tim bulutangkis Indonesia dilarang bermain di All England 2021 karena sempat satu pesawat dengan penumpang positif COVID-19. 

Pada tahun yang sama, banyak netizen Indonesia menyerang akun media sosial master catur dunia Levy Rozman alias GothamChess buntut pembekuan akun pria asal Bandung, Dadang Subur alias Dewa Kipas di Chess.com yang diduga curang karena mengalahkan GothamChess. 

Kondisi ini menurut Firman sangat memprihatinkan. Apalagi laporan Microsoft di 2021 menunjukkan indeks keberadaban digital atau Digital Civility Index (DCI) netizen Indonesia berada di posisi 29 dari 32 negara yang disurvei, artinya tingkat kesopanan netizen kita cukup rendah. 

"Jadi kalau dilihat, sebetulnya secara keseluruhan apa yang diungkapkan masyarakat Indonesia itu adalah bentuk pembelaan dan simpati kepada negara. Namun penempatannya yang tidak sesuai," kata Firman saat dihubungi Urbanasia, Senin (30/5/2022).

“Jadi kalau kita lihat spektrum simpati, spektrum memperhatikan, spektrum membela, itu kan boleh dinyatakan dari yang positif sampai kemudian yang negatif. Nah yang negatif seperti menyerang akun negara lain, kemudian memberi rating ini terjadi akibat tidak dipahami konsekuensi dari pemberian atau berekspresi negatif itu. Sehingga mereka enteng-enteng aja kasih rating satu," sambungnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait