9 Pegawai KPK Ajukan Uji Materiil ke MK Terkait TWK
Jakarta - Sembilan orang pegawai Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) mengajukan permohonan uji materiil terkait penggunaan tes wawasan kebangsaan (TWK) dalam pengalihan status pegawai ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Kesembilan orang tersebut adalah Hotman Tambunan, Rasamala Aritonang, Andre Dedy Nainggolan, Novariza, Faisal, Benydictus Siumlala Martin, Harun Al Rasyid, Lakso Anindito dan Tri Artining Putri.
Kepala Satuan Tugas Pembelajaran Internal KPK, Hotman Tambunan mengatakan, pasal-pasal yang diuji, yakni Pasal 69B Ayat 1 dan Pasal 69C Terhadap Pasal 1, Pasal 28D Ayat 1,2,3 Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
"Kami berpikir bahwa penggunaan TWK untuk pengalihstatusan pegawai KPK itu bertentangan dengan Pasal 1, Pasal 28 D Ayat 1,2,3 UUD 1945," kata Hotman Tambunan, sebagaimana yang dikutip dari ANTARA, Rabu (2/6/2021).
Pasal 69B Ayat 1 dan Pasal 69C mengatur soal penyelidik atau penyidik dan pegawai KPK yang belum berstatus Aparatur Sipil Negara (ASN) dalam jangka waktu paling lama dua tahun sejak UU belaku dapat diangkat sebagai ASN sesuai peraturan perundang-undangan.
Sementara Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 berbunyi:
"Setiap orang berhak atas pengakuan, jaminan, perlindungan, dan kepastian hukum yang adil serta perlakuan yang sama di hadapan hukum".
Pasal 28D ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 menyebutkan bahwa:
"Setiap orang berhak untuk bekerja serta mendapat imbalan dan perlakuan yang adil dan layak dalam hubungan kerja".
Pasal 28D ayat (2) UUD NRI Tahun 1945 berbunyi:
"Setiap warga negara berhak memperoleh kesempatan yang sama dalam pemerintahan".
Hotman Tambunan mengatakan, sudah ada putusan MK bagaimana seharusnya pengalihtugasan pegawai KPK menjadi ASN, tapi kita menyadari dan mengetahui bahwa pimpinan KPK dan BKN (Badan Kepegawaian Negara) punya tafsiran sendiri.
Ia pun berharap hakim konstitusi bisa memberikan jawaban terhadap bola liar TWK dalam pengalihan status pegawai KPK.
"Isunya ini adalah mengukur bagaimana mengukur kesetiaan kepada Pancasila, UUD 1945, NKRI dan Bhineka Tunggal Ika. Kami melihat bahwa BKN seperti memonopoli pengertian itu dengan menggunakan alat ukur TWK, apakah memang alat ukur itu valid? Kita buka saja di sidang-sidang MK," tutur Hotman Tambunan.