URnews

Beda Pasal Zina di KUHP dan Draft RKUHP, Tidak Hanya Jerat yang Sudah Nikah

Nivita Saldyni, Jumat, 8 Juli 2022 15.25 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Beda Pasal Zina di KUHP dan Draft RKUHP, Tidak Hanya Jerat yang Sudah Nikah
Image: ilustrasi hukum. (Pinterest/English Lawyer)

Jakarta - Draft final Rancangan Undang-Undang tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (RKUHP) telah diserahkan Pemerintah ke DPR. Dalam draft aturan yang bakal menggantikan KUHP itu, lagi-lagi pasal zina menjadi perhatian.

Ada beberapa pasal yang dicantumkan dalam draft final RKUHP dan mengatur soal zina. Berikut beberapa perbedaannya yang ditemukan Urbanasia:

Ancaman Hukuman Lebih Berat

RKUHP mengancam pelaku zina dengan hukuman satu tahun penjara. Hal itu tercantum dalam Pasal 415 ayat 1 yang berbunyi:

"Setiap orang yang melakukan persetubuhan dengan orang yang bukan suami atau istrinya dipidana karena perzinaan dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori II."

Sementara itu, Pasal 284 KUHP mengancam pelaku zina dengan hukuman sembilan bulan penjara. Artinya hukuman bagi pelaku zina di RKUHP lebih berat.

Beda Syarat-syarat Pengaduan antara KUHP dan RKUHP

Baik dalam KUHP dan RKUHP, pasal zina merupakan delik aduan. Artinya pelaku zina baru bisa digugat secara hukum jika ada pengaduan. Namun ada perbedaan mendasar.

Pada KUHP, pasal 284 bisa menjerat mereka yang melakukan zina tapi hanya bagi yang sudah menikah. Berikut bunyi lengkap Pasal 284 KUHP:

(1) Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:

1. a. Seorang pria yang telah kawin yang melakukan mukah (overspel) padahal diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;

b. Seorang wanita yang telah kawin yang melakukan mukah.

2.a. Seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya bahwa yang turut bersalah telah kawin.

b. Seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27 BW berlaku baginya.

(2) Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/isteri yang tercemar, dan bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti dengan permintaan bercerai atau pindah meja atau ranjang karena alasan itu juga.

(3) Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, pasal 73, pasal 75 KUHP

(4) Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum dimulai.

(5) Jika bagi suami isteri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang menyatakan pisah meja atau ranjang menjadi tetap. Pasal ini mengatur tentang perzinahan, atau yang biasa disebut mukah (overspel).

Sementara dalam RKHUP, perbuatan zina sebagaimana disebut dalam Pasal 415 berlaku untuk semua orang yang melakukan perzinaan, baik yang terikat maupun tidak terikat oleh pernikahan.

Lebih rinci lagi, RKUHP membatasi pihak-pihak yang bisa melaporkan tindakan zina tersebut. Berikut syarat-syaratnya:

1. Tidak dilakukan penuntutan kecuali atas pengaduan suami atau istri bagi orang yang terikat perkawinan; atau Orang Tua atau anaknya bagi orang yang tidak terikat perkawinan.

2. Pengaduan tidak berlaku ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 25, Pasal 26, dan Pasal 30 dalam RKUHP, yang berbunyi:

Pasal 25

(1) Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan belum berumur 16 (enam belas) tahun, yang berhak mengadu merupakan Orang Tua atau walinya.

(2) Dalam hal Orang Tua atau wali sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau Orang Tua atau wali itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis lurus.

(3) Dalam hal keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.

(4) Dalam hal Anak tidak memiliki Orang Tua, wali, atau keluarga sedarah dalam garis lurus ke atas ataupun menyamping sampai derajat ketiga, pengaduan dilakukan oleh diri sendiri dan/atau pendamping.

Pasal 26

(1) Dalam hal Korban Tindak Pidana aduan berada di bawah pengampuan, yang berhak mengadu merupakan pengampunya, kecuali bagi Korban Tindak Pidana aduan yang berada dalam pengampuan karena boros.

(2) Dalam hal pengampu sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak ada atau pengampu itu sendiri yang harus diadukan, pengaduan dilakukan oleh suami atau istri Korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus.

(3) Dalam hal suami atau istri korban atau keluarga sedarah dalam garis lurus sebagaimana dimaksud pada ayat (2) tidak ada, pengaduan dilakukan oleh keluarga sedarah dalam garis menyamping sampai derajat ketiga.

Pasal 30

(1) Pengaduan dapat ditarik kembali oleh pengadu dalam waktu 3 (tiga) Bulan terhitung sejak tanggal pengaduan diajukan.

(2) Pengaduan yang ditarik kembali tidak dapat diajukan lagi.

3. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan di sidang pengadilan belum dimulai.

Sebelumnya, draft RKUHP ini telah diserahkan pemerintah lewat Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Wamenkumham) Eddy Hiariej ke Komisi III DPR RI pada Rabu (6/7/2022). Selain menyerahkan draft RKUHP, Eddy juga turut menyerahkan draft Rancangan Undang-undang Permasyarakatan (RUU PAS). 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait