URnews

Duh! Petugas Medis di Venezuela Tanpa APD untuk Rawat Pasien COVID-19

Shelly Lisdya, Selasa, 29 September 2020 09.03 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Duh! Petugas Medis di Venezuela Tanpa APD untuk Rawat Pasien COVID-19
Image: Pinterest/el carabobeno

Jakarta - Bukan rahasia lagi jika Venezuela masih memiliki banyak konflik, terutama soal krisis politik dan ekonomi akibat intervensi Amerika Serikat.

Sejak COVID-19 melanda negara yang dipimpin oleh Nicolas Maduro, pada Maret 2020 lalu, memang angka penyebaran masih terbilang sedikit. Hal ini bisa dikatakan pencegahan virus corona di Venezuela dapat menjadi contoh bagi negara-negara lainnya.

Namun sayangnya tidak semudah apa yang diperkirakan, tingkat kemiskinan yang tinggi dan fasilitas bagi petugas medis ternyata menjadi 'neraka' bagi mereka.

Ya, Urbanreaders pasti sudah tahu kan bahwa rumah sakit di Venezuela dapat dinyatakan tidak layak akibat kurangnya fasilitas, kebersihan, ketersediaan air dan toilet hingga penghasilan tenaga medis yang tidak sebanding dengan pengabdian mereka.

Dari kanal YouTube BBC News Indonesia, banyak dari mereka yang kemudian memberanikan diri untuk berbicara ke publik. Bahkan, salah satu dari mereka harus dibui akibat berbicara bagaimana petugas medis protes kurangnya alat pelindung diri (APD).

"Tidak ada masker, tidak ada sarung tangan," kata perawat yang namanya disamarkan.

"Petugas medis harus mencuci tangan sebelum pulang. Tapi tidak ada air bersih untuk cuci tangan," ujar perawat yang lain.

"Banyak petugas medis yang mengundurkan diri karena tidak kuat lagi. Tetapi pemerintah memaksa mereka bekerja," tambah perawat lain.

Sudah ada 60 ribu kasus COVID-19 yang melanda Venezuela, dari jumlah tersebut 600 orang meninggal dan sepertiganya merupakan petugas medis. 

"Sebulan penuh kami merawat pasien COVID-19 tanpa menggunakan masker dan sarung tangan," ujar salah satu petugas medis.

Ruben Duarte, salah seorang perawat di rumah sakit yang pernah dibui karena bertanya kepada petugas otoritas terkait ketersediaan APD. 

"Tidak ada tanggapan, akhirnya saya berbicara kepada media. Keesokan harinya petugas intelijen negara mendatangi rumah saya dan menangkap saya di hadapan keluarga," ujar Ruben.

"Padahal setiap bulan saya hanya menerima gaji empat sampai lima dolar (sekitar Rp 60 hingga 70 ribu)," pungkasnya.

Dengan demikian, mereka terpaksa harus mencari pekerjaan sampingan untuk menutupi kebutuhan hidup mereka sendiri, dan harus melindungi diri semampu mereka untuk melawan COVID-19.

 

 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait