URnews

Kasus Karyawan Starbucks Intip Payudara Pelanggan Lewat CCTV, Komnas Perempuan: Itu Kekerasan Seksual

Nivita Saldyni, Jumat, 3 Juli 2020 10.18 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kasus Karyawan Starbucks Intip Payudara Pelanggan Lewat CCTV, Komnas Perempuan: Itu Kekerasan Seksual
Image: Ilustrasi Starbucks. (Pixabay)

Jakarta – Kasus karyawan Starbucks yang melihat dan merekam payudara pelanggan wanita lewat CCTV turut menarik perhatian Komnas Perempuan. Komisioner Komnas Perempuan, Tiasri Wiandani, menyebut ulah oknum tersebut merupakan salah satu bentuk kejahatan kekerasan seksual.

“Kalau dilihat dari peristiwa yang terjadi di Starbucks yang dilakukan oleh salah satu karyawan dengan melihat CCTV dan menonjolkan serta memperlihatkan payudara pengunjung itu salah satu bentuk kekerasan seksual, yaitu pelecehan seksual,” kata Tiasri saat dihubungi Urbanasia, Kamis (2/7/2020) malam.

Ketika ditanya soal kemungkinan kasus tersebut dibawa ke ranah hukum, Tiasri menyebut bahwa hal itu bisa saja dilakukan. Namun menurutnya ada dua hal yang dinilai bisa menghambat proses tersebut.

“Sebenarnya setiap warga negara itu punya hak akses atas keadilan ya, untuk mencari rasa keadilan itu dalam proses penegakan hukum. Tapi masalahnya kan yang bersangkutan sendiri tanpa sadar diperlakukan seperti itu. Lalu yang menjadi sangat melemahkan adalah di mana dalam regulasi payung hukum kita belum begitu memberikan perlindungan untuk kasus-kasus seperti ini,” jelasnya.

Seperti yang kita tahu, dalam Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP) pelecehan seksual dikenal dengan nama pelanggaran kesusilaan publik. Di mana dalam KUHP Pasal 289 hingga 296 melarang segala tindakan yang tidak pantas, termasuk kekerasan atau ancaman untuk melakukan hubungan seksual.

Keberadaan payung hukum ini dinilai Tiasri belum mampu mengakomodir kepentingan para korban pelecehan seksual, seperti halnya kasus pegawai Starbucks ataupun kasus kejahatan kekerasan seksual lainnya.

“Sebenernya ada (KUHP), hanya terbatas dan tidak secara lebih luas dimasukkan di draf RUU PKS. Di KUHP hanya terbatas perbuatan asusila dan menyangkut tentang asusila. Itu kan scoop nya sangat terbatas dan belum mengakomodir kepentingan korban,” pungkasnya.

Oleh sebab itu, Tiasri kembali menegaskan alasan mengapa pihaknya mendorong DPR dan Pemerintah untuk segera membahas dan mengesahkan RUU PKS ini, guys.

“Masyarakat sipil bersama Komnas Perempuan mendorong pembahasan dan pengesahan RUU PKS ini sebagai upaya untuk menekan atau mencegah angka-angka kekerasan seksual. Karena banyak kejadian yang pelakunya bisa bebas dan ini menjadi peristiwa berulang dengan pelaku yang berbeda, wilayah berbeda, dan bentuk yang berbeda. Tapi kejahatannya sama, ini adalah kejahatan kekerasan seksual,” tutupnya.
 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait