URnews

Tips Ungkap Pelecehan Seksual di Media Sosial Tanpa Melanggar Hukum

Nivita Saldyni, Jumat, 3 Juli 2020 08.35 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Tips Ungkap Pelecehan Seksual di Media Sosial Tanpa Melanggar Hukum
Image: Ilustrasi pelecehan seksual. (Pixabay)

Jakarta - Seringkali kita menemukan foto ataupun video yang tak seharusnya dikonsumsi masyarakat luas, seperti kasus video dokter telanjang di Surabaya ataupun ulah pegawai Starbucks yang mengintip payudara pelanggan lewat CCTV.

Niat ingin mengungkap fakta kejahatan, kita akhirnya terdorong untuk membagikan 'bukti' tersebut di media sosial. Namun kadang kita lupa, membagikan video yang mengandung muatan seksual juga bisa membuat kita terjerat masalah hukum.

Nah untuk itu, Pemerhati Komunikasi Budaya dan Komunikasi Digital dari Universitas Indonesia, Dr. Firman Kurniawan, punya tips untuk Urbanreaders yang ingin mengungkap kejahatan di ranah digital tanpa melanggar hukum, nih.

"Untuk mengungkap adanya kejahatan tanpa resiko dituduh mengedarkan konten yang tidak layak diedarkan, bisa membuat deskripsi verbal tentang peristiwa yang terjadi," kata Firman kepada Urbanasia, Kamis (2/7/2020).

Firman mencontohkan misalnya seperti seorang jurnalis, mereka akan mengungkapkan kejahatan melalui deskripsi verbal tanpa ikut menyebarkan konten yang tak seharusnya jadi konsumsi publik itu. Namun ada catatan khusus nih yang gak boleh kamu lupakan!

"Deskripsi tersebut dikemas agar tidak mempermalukan korban, maupun mengundang pikiran yang tidak perlu, dari khalayak pembacanya," imbuh Firman.

Tapi sebelum itu, ada tiga hal penting yang harus kita ketahui bersama untuk mendukung upaya kita menghentikan ulah-ulah oknum tak bertanggung jawab ini tak terulang lagi. Apa saja? Yuk, simak yang berikut ini!

1. Perlunya Penegakan Hukum yang Tegas dan Dipublikasikan Luas

Menurut Firman poin ini sangat penting agar terbentuk kesadaran di masyarakat tahu batasan apa yang boleh dan tak boleh di lakukan di ranah digital.

"Ini agar masyarakat paham bahwa ada undang-undang yang mengatur tentang produksi, distribusi dan konsumsi konten, terutama melalui media digital," katanya.

ilustrasi-hukum-pixabay.jpgSumber: Ilustrasi hukum. (Pixabay)

2. Membangun Literasi pada Masyarakat

Literasi digital di Indonesia menurut Firman telah diupayakan untuk naik ke level yang lebih baik, namun pesatnya perkembangan teknologi membuat publik kebingungan.

"Pertama bingung status kepemilikan media sosial," katanya.

Masih banyak masyarakat yang menggangap media sosial adalah miliknya pribadi, sehingga muncul dorongan untuk melakukan apapun yang diinginkan hingga kadang lupa ada batasan konten yang dilarang dan tidak.

Kedua adalah kebingungan adanya batas privat dan publik. Seperti kasus pegawai Starbucks ini guys, di mana bagian tubuh seseorang yang diperoleh melalui perangkat publik (CCTV) dipertontonkan tanpa izin di media sosial.

"Kebingungan-kebingunan inilah yang sering menyebabkan terjadi pelanggaran ketentuan produksi, distribusi dan konsumsi konten media digital," imbuhnya.

Untuk itu menurutnya penting membangun literasi pada masyarakat bahwa media digital adalah milik pribadi, namun akibat yang ditimbulkan oleh pemuatan konten tertentu bisa mempengaruhi khalayak luas.

Jadi Urbanreaders harus paham betul nih tentang prinsip-prinsip produksi, distribusi dan konsumsi konten di ranah digital.

3. Perlunya Sosialisasi Ketentuan Hukum Digital agar Tak Ada Lagi Pelanggaran

Terakhir setelah adanya kesadaran dan literasi yang mumpuni, maka saatnya sosialisasi yang meluas terkait ketentuan-ketentuan hukumnya.

"Ketentuan hukum yang menjaga agar tidak terjadi pelanggaran dalam produksi, distribusi maupun konsumsi konten perlu disosialisasikan secara luas. Sehingga terhadap adanya pelanggaran, konsekuensi hukum harus dipertanggungjawabkan. Tidak bisa hanya berlindung di balik 'wah saya tidak tahu'," pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait