Mengenang Pahlawan Revolusi yang Gugur dalam Peristiwa G30S/PKI

Jakarta - Gerakan 30 September atau G30S/PKI memang masih menjadi masa lalu yang kelam dan catatan sejarah Indonesia yang tidak terlupakan. Pada peristiwa ini, sebanyak 10 anggota TNI AD (Tentara Nasional Indonesia Angkatan Darat) harus menjadi korban peristiwa tersebut.
Mereka dituduh berencana melakukan makar untuk menggulingkan presiden pertama RI, yaitu Soekarno melalui Dewan Jenderal. Jenazah tujuh dari 10 pahlawan revolusi ini, lalu dimasukkan ke dalam sebuah sumur di kawasan Lubang Buaya, Jakarta Timur.
Demi mengenang jasa-jasa para pahlawan, berikut adalah 10 Pahlawan Revolusi Indonesia:
1. Jenderal (Anumerta) Ahmad Yani
Sumber: Jenderal Ahmad Yani (Foto: Kemendikbud)
Jenderal Ahmad Yani lahir di Purworejo, Jawa Tengah pada 19 Juni 1922. Semasa ia muda, ia mengikuti pendidikan Heiho di Magelang dan Pembela Tanah Air (PETA) di Bogor. Setelah itu, karier Ahmad Yani berkutat di militer. Ia turut ikut dalam pemberantasan PKI Madiun 1948, Agresi Militer Belanda II, dan juga penumpasan DI/TII di Jawa Tengah.Pada tahun 1958 ia diangkat sebagai Komandan Komando Operasi 17 Agustus di Padang Sumatera Barat untuk menumpas pemberontakan PRRI. Kemudian, pada 1962 ia diangkat menjadi Kepala Staf Angkatan Darat (KSAD).
2. Letjen (Anumerta) Suprapto
Sumber: LetJen Soeprapto (Foto: Kemendikbud)
Letjen Suprapto lahir di Purwokerto, Jawa Tengah, pada 20 Juni 1920. Ia pernah mengenyam pendidikan di Akademi militer Kerajaan di Bandung. Namun ia harus terpaksa berhenti dari pendidikannya karena saat ini Jepang sudah mendarat di Indonesia. Pada awal kemerdekaan, ia juga turut aktif dalam perebutan senjata Jepang dan menjadi ajudan dari Panglima Besar Jenderal Sudirman, yang saat itu terjadi peristiwa Pertempuran Ambarawa. Sebelumnya, ia juga sempat menjadi bagian dari Tentara Keamanan Rakyat (TKR).
3. Letjen (Anumerta) S.Parman
Sumber: LetJen S Parman (Foto: Kemendikbud)
Letjen S.Parman lahir di Wonosobo, Jawa Tengah pada 4 Agustus 1918. Ia pernah dikirim ke Jepang untuk memperdalam ilmu intelijen pada Kenpei Kasya Butai. Setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, ia turut memperkuat militer tanah air. Pengalamannya di bidang intelijen kala itu memang sangat berguna bagi TNI.
Melalui keahliannya, ia bisa mengetahui rencana-rencana PKI yang ingin membentuk angkatan kelima. Walau begitu, pada 1 Oktober 1965, ia pun diculik dan dibunuh bersama dengan para jenderal lainnya.
4. Letjen (Anumerta) M.T.Haryono
Sumber: LetJen MT Haryono (Foto: Kemendikbud)
Letjen M.T.Haryono lahir di Surabaya, Jawa Timur pada 20 Januari 1924. Menurut sejarah, dulu M.T. Haryono pernah mengikuti Ika Dai Gaku (Sekolah Kedokteran) di Jakarta pada masa pendudukan Jepang. Barulah setelah kemerdekaan Indonesia, M.T. Haryono bergabung dengan TKR dengan pangkat mayor.
Kemahirannya berbahasa Belanda, Inggris, dan Jerman, kala itu sangat berguna bagi Indonesia ketika melakukan berbagai perundingan dengan pihak Internasional. Setelah itu, Haryono lebih berfokus di bidang Kementerian Pertahanan, yang dimana ia juga sempat menjabat sebagai Sekretaris Delegasi Militer Indonesia. Kemudian ia juga menjadi Atase Militer RI untuk Negeri Belanda (1950) dan sebagai Direktur Intendans dan Deputi Ill Menteri/Panglima Angkatan Darat (1964). Di tahun 1965 M. T. Haryono gugur bersamaan dengan para petinggi TNI AD lain.