URnews

Pakar Kebumian Sebut Gerakan ‘Di Rumah Aja’ Bisa Kurangi Bencana Longsor

Nunung Nasikhah, Minggu, 26 April 2020 12.51 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Pakar Kebumian Sebut Gerakan ‘Di Rumah Aja’ Bisa Kurangi Bencana Longsor
Image: Ilustrasi longsor/sudehswaran

Malang – Pergerakan dan mobilitas manusia di seluruh penjuru dunia berkurang cukup signifikan selama pandemi virus corona seperti saat ini. Apalagi, ditambah dengan adanya gerakan ‘di rumah aja’.

Pembatasan pergerakan manusia dan pemusatan aktivitas keseharian di rumah saja, terjadi sebagai upaya mengurangi penyebaran COVID-19 secara lebih luas.

Hal ini kemudian berdampak pada berkurangnya penggunaan kendaraan berat, pesawat terbang, dan kendaraan darat lain yang bertonase besar atau kecil.

Situasi ini ternyata berpengaruh terhadap proses-proses di kulit bumi yang selama ini banyak dipengaruhi oleh gerakan-gerakan yang dilakukan oleh manusia.

"Berkurangnya aktivitas manusia seperti penggunaan kendaraan berat dan pesawat terbang, akan berpengaruh terhadap frekuensi timbulnya gelombang seismik,” ungkap Pakar Kebumian dan Kebencanaan Universitas Brawijaya (UB) Prof. Adi Susilo, M.Si., Ph.D.

“Gelombang seismik adalah gelombang yang merambat pada bagian dalam bumi, dan juga permukaan bumi,” lanjutnya.

Prof Adi mengatakan, gelombang seismik dalam frekuensi tertentu dapat memicu terjadinya longsor, seperti yang pernah terjadi di provinsi Jawa Barat beberapa waktu lalu. Gelombang ini muncul akibat banyaknya getaran dari kendaraan yang bermobilisasi.

Oleh karena itu, berkurangnya aktivitas manusia saat pandemi corona menjadi momentum di mana bumi bisa ‘berisitirahat’.

1587880069-ProfAdi.JPG

Pakar Kebumian dan Kebencanaan Universitas Brawijaya (UB) Prof. Adi Susilo, M.Si., Ph.D./Humas UB

Sekaligus, kata Prof Adi, hal tersebut dapat mengurangi proses yang ada di kulit bumi dan berpengaruh terhadap keberlangsungan infrastruktur bangunan-bangunan.

"Jika frekuensi getaran sama dengan dengan frekuensi bangunan, maka akan menimbulkan resonansi bangunan sehingga bisa menyebabkan kerusakan, seperti retak. Getaran ini dihasilkan oleh kendaraan-kendaraan yang lewat," tandas Adi yang juga professor bidang Geofisika pertama di UB.

Berkurangnya aktivitas manusia, kata Adi, juga akan mengurangi gangguan pada infrastruktur buatan manusia, seperti jembatan dan bangunan.

Terutama di daerah pesisir utara yang banyak memiliki endapan tanah akibat endapan dari lumpur bawaan sungai.

“Seperti daerah pesisir Surabaya itu sangat potensial sekali dan kuat sekali untuk meneruskan gelombang seismik, sangat kuat sekali dilewati getaran-getaran seismic,” ujar Adi.

“Getaran saat melewati (tanah) lempung itu akan diperkuat, tapi kalau melewati pasir akan diredam. Nah, kalau daerah udara utara itu karena banyak lempung, maka getaran akan bisa diperkuat dan itu akan menimbulkan infrastruktur yang terganggu,” imbuhnya.

Meskipun begitu, Adi mengungkapkan kekhawatiran ketika masa pandemi ini berakhir. Salah satunya yakni meningkatnya mobilitas yang berpotensi memicu bencana-bencana baru.

"Sekarang bumi relatif istirahat dari dilewatinya getaran seismik dan bencana alam yang lain juga berkurang. Itu hikmahnya. Saya justru khawatir setelah ramadan dan pandemi berakhir, mobilitas serta kebutuhan banyak, maka kondisi alam akan menjadi lebih buruk lagi," pungkasnya. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait