Cegah Pemudik Datang, 8 Titik Masuk Jatim Disekat dan Dijaga Ketat
Surabaya - Pemerintah Provinsi Jatim bersama Polda Jatim dan Kodam V Brawijaya memilih untuk menyekat dan menjaga ketat delapan titik masuk Jatim untuk mencegah pemudik yang nekat pulang di tengah pandemi corona. Hal ini dilakukan mengingat imbauan presiden tentang larangan mudik yang berlaku mulai 24 April - 31 Mei 2020.
Nah, delapan titik masuk yang dijaga ketat tersebut antara lain adalah perbatasan Tuban, Bojonegoro-Cepu, Ngawi-Mantingan-Sragen jalur biasa, Ngawi-Mantingan-Sragen jalur tol, Magetan-Larangan, Ponorogo-Wonogiri, Pacitan-Wonogiri, dan Pelabuhan Ketapang-Banyuwangi. Di sana akan ada check point yang harus dilewati setiap kendaraan yang lewat, sebelum bisa meneruskan perjalanan.
Check point juga didirikan di Terminal Bus Kertonegoro, Ngawi, dan Terminal Bus Kembang Putih, Tuban.
"Pengecekan dilakukan mulai dari dokumen perjalanan, penggunaan masker, physical distancing, dan pemeriksaan suhu tubuh," kata Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa, lewat keterangan pers yang diterima Urbanasia, Minggu (26/4/2020).
Sementara itu, hingga 23 April 2020, Pemprov mencatat ada sekitar 374.430 orang yang telah mudik ke Jatim. Mereka tiba dari berbagai pintu masuk, mulai dari darat dengan kereta api atau bus AKAP, laut, hingga udara.
"Mereka harus melewati proses screening berlapis dan ketat. Jika sudah berlaku efektif maka tidak ada yang bisa lolos karena semua pintu telah dijaga," jelasnya.
Saat ini, pemudik yang nekat dan melanggar akan diminta untuk putar balik dan kembali ke daerah asal perjalanan. Namun, Khofifah memastikan sanksi tegas siap mengintai bagi mereka yang melanggar mulai 7 Mei mendatang.
"Sanksi akan mengikuti UU Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan. Tetapi saya berharap tidak ada yang melanggar, sehingga sanksi tidak perlu dijatuhkan," ujarnya.
Kepada para perantau yang terlanjur tiba di Jatim, Khofifah mengatakan ada 7.350 ruang observasi berbasis desa dan kelurahan se-Jatim atau setara 86,3 persen yang siap digunakan. Namun, hingga saat ini baru 2.521 orang yang diobservasi di 406 ruang observasi tersebut.
“Untuk melakukan berbagai langkah perlindungan kepada mereka, tentu masing-masing desa dan kelurahan diharapkan bisa melakukan pengawasan supaya selama di dalam masa observasi mereka akan tetap tinggal di area tersebut,” pungkas mantan Menteri Sosial itu.