Pakar UGM: Akhir Pandemi COVID-19 Tergantung Kedisiplinan Masyarakat

Yogyakarta - Guru Besar Statistika Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, Prof. Dedi Rosadi, mengatakan akhir pandemi COVID-19 bergantung pada kedisiplinan masyarakat menerapkan protokol kesehatan.
Prediksi ini ia sampaikan berdasarkan hasil perhitungan yang dilakukan bersama rekannya yang juga alumni FMIPA UGM, Drs. Joko Kristadi, MSi. dan Dr. Fidelis Diponegoro, S.Si., MM.
"Kebijakan pemerintah dan kedisiplinan masyarakat terhadap protokol new normal adalah kunci untuk menghadang kenaikan rate penambahan pasien COVID-19," kata Dedi melalui keterangan tertulis di Yogyakarta, Selasa (21/7/2020).
Dedi menyebut, hasil prediksi yang didapat dari tracking data terakhir dan menggunakan berbagai pendekatan pemodelan data-driven (berbasis pergerakan data) menunjukkan adanya kenaikan nilai proyeksi kasus positif di akhir pandemi yang cukup signifikan dibanding estimasi yang disampaikan sebelumnya pada Juni 2020 yang lalu.
Menurutnya, prediksi paling optimis yang diperoleh dengan menggunakan model hybrid kompartemen SIR-Regresi-runtun-waktu memperkirakan pandemi akan berakhir di awal November 2020 dengan total kasus positif sekitar 112 ribu penderita.
Sementara, jika melihat data dengan model Probabilistic Data Driven Model COVID-19 Indonesia maka pandemi akan mencapai puncak di akhir Juli sampai akhir Agustus 2020, dan berakhir di akhir Februari 2021 dengan estimasi total kasus positif sekitar 227 ribu penderita.
Lebih lanjut, dari pantauan terlihat bahwa angka penularan (Rt) masih di atas 1, yaitu bernilai 1.08 pada tanggal 17 Juli 2020. Berdasar prediksi tersebut, Dedi memyebut ada beberapa catatan penting yang perlu menjadi perhatian kita bersama saat ini, Urbanreaders.
Pertama, angka perhitungan Rt COVID-19 Indonesia dalam beberapa hari terakhir masih di sekitar 1.08. Nah, angka ini menunjukkan bahwa adanya penularan lokal di beberapa wilayah provinsi atau kabupaten yang menjadi episentrum penyebaran COVID-19 masih harus diwaspadai.
Selanjutnya, kemunculan pola gelombang kedua dari kasus positif COVID-19 setelah adanya relaksasi dari kebijakan lockdown di beberapa negara dunia seperti Jepang, Australia, Maroko, Yunani, Hongkong, Kroasia, hingga Israel patut jadi perhatian bagi Indonesia. Meski menurutnya pola serupa belum terlihat, namun Indonesia mengalami peningkatan jumlah penambahan pasien harian jika dibandingkan masa sebelum diterapkannya era adaptasi kebiasaan baru.
Ia pun menilai perlu dilakukan pengendalian penyebaran secara lebih optimal di episentrum utama di Indonesia, mulai dari Jawa Timur, DKI Jakarta, Sulawesi Selatan, dan Kalimantan Selatan. Langkah pengendalian yang dimaksud Dedi yaitu dengan memasifkan 3T, Tracing, Test & Treatment yang seiring dengan pendisiplinan masyarakat.
"Pengendalian provinsi-provinsi lain yang berpotensi membahayakan seperti Jawa Tengah, Sumatera Utara, Bali, Sumatera Selatan dan Papua perlu dioptimalkan agar Indonesia dapat semakin optimis menatap ke depan," tutupnya.