Penjelasan BMKG soal Bediding, Suhu Dingin yang Terjadi di Sejumlah Wilayah
Jakarta – Urbanreaders mungkin akhir-akhir ini merasa cuaca di pagi hari hingga malam hari lebih dingin dari biasanya. Hal ini ternyata bukan kamu saja yang merasakannya, loh.
“JAKARTA DINGIN BANGET BUSET MENGGIGIL,” cuit salah seorang netizen di Twitter, seperti dikutip Urbanasia pada Sabtu (17/7/2021).
“Jakarta emang lagi dingin banget apa gimana,” tulis netizen lainnya.
“Dua hari ini Jogja dingin banget dah, jam segini w masih selimutan seluruh badan,” cuit netizen lainnya, Sabtu (17/7/2021) siang.
“Jogja dingin banget yaAllah, orang kaya saya ga tahan dingin bisa mati,” celetuk lainnya.
Bukan hanya Jakarta dan Jogja, netizen di Kota Surabaya ternyata juga merasakan hal serupa loh.
“Selamat pagi Surabaya, tumben ya Surabaya dingin,” tulis salah seorang Twitter, Jumat lalu.
“Surabaya kok dingin banget, padahal biasanya kaya trial neraka,” cuit netizen lainnya pagi ini.
Penjelasan BMKG
Sumber: Penjelasan BMKG Soal Bediding. Sumber: BMKG
Nah ternyata ini merupkan suatu fenomena alam yang umum terjadi di bulan-bulan puncak musm kemarau loh, Urbanreaders. Fenomena ini dikenal dengan istilah ‘bediding’, yaitu terasa panas dan kering di siang hari namun dingin pada malam hingga pagi hari.
Menurut Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG), fenomena ini akan terjadi pada bulan Juli hingga September di wilayah Pulau Jawa hingga Nusa Tenggara Timur (NTT).
Deputi Bidang Meteorologi, Guswanto mengatakan, hasil pengamatan BMKG di seluruh wilayah Indonesia menunjukkan bahwa saat ini memang rata-rata suhu minimum dan maksimum di wilayah Indonesia bagian selatan ekuator seperti Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara umumnya lebih rendah dibandingkan wilayah lainnya yang berada di utara dan/atau di sekitar ekuator.
"Suhu udara minimum berkisar antara 14 - 21 derajat Celsius dengan suhu terendah tercatat di Maumere dan Tretes (Pasuruan)," kata Guswanto dikutip dari keterangan resminya, Sabtu (17/7/2021).
Sementara Deputi Bidang Klimatologi BMKG, Herizal lebih lanjut menjelaskan, saat ini Pulau Jawa hingga NTT menuju periode puncak musim kemarau. Periode ini ditandai dengan adanya pergerakan angin dari arah timur, yang berasal dari Benua Australia yang saat ini berada dalam periode musim dingin.
Adanya pola tekanan udara yang relatif tinggi di Australia ini, kata Herizal, menyebabkan pergerakan massa udara dari Australia menuju Indonesia atau dikenal dengan istilah Monsoon Dingin Australia.
"Angin monsun Australia yang bertiup menuju wilayah Indonesia melewati perairan Samudera Indonesia yang memiliki suhu permukaan laut juga relatif lebih dingin, sehingga mengakibatkan suhu di beberapa wilayah di Indonesia terutama bagian selatan khatulistiwa (Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara) terasa juga lebih dingin," kata Herizal.
Herizal juga menjelaskan, suhu dingin di malam hari ini tak lepas dari pengaruh berkurangnya awan dan hujan di Pulau jawa hingga Nusa Tenggara.Sebab, tidak adanya uap air dan air menyebabkan energi radiasi yang dilepaskan oleh bumi pada malam hari tidak tersimpan di atmosfer. Sementara langit yang cenderung bersih awannya akan menyebabkan panas radiasi balik gelombang panjang ini langsung dilepas ke atmosfer luar.
"Sehingga kemudian membuat udara dekat permukaan terasa lebih dingin terutama pada malam hingga pagi hari. Hal ini yang kemudian membuat udara terasa lebih dingin terutama pada malam hari," jelasnya lebih lanjut.
Sementara itu netizen sendiri banyak yang mengaitkannya dengan aphelion, yaitu fenomena astronomis yang terjadi setahun sekali pada kisaran bulan Juli di mana matahari berada pada titik jarak terjauh dari bumi. Menanggapi hal tersebut, Herizal menjelaskan bahwa kondisi itu tak berpengaruh banyak pada fenomena atmosfer permukaan bumi.
"Pada waktu yang sama, secara umum wilayah Indonesia berada pada periode musim kemarau. Hal ini menyebabkan seolah aphelion memiliki dampak yang ekstrem terhadap penurunan suhu di Indonesia," terangnya.
Lebih lanjut, Herizal mengatakan bahwa fenomena ini merupakan hal yang biasa terjadi tiap tahun. Bahkan, hal ini pula yang nanti dapat menyebabkan beberapa tempat seperti di Dieng dan dataran tinggi atau wilayah pegunungan lainnya berpotensi terjadi embun es (embun upas) yang sering kali dikira salju oleh orang awam.