URguide

Perjuangan Firna Larasanti Melawan Keterbatasan Ekonomi Demi Pendidikan

Alfian Muntahanatul Ulya, Rabu, 3 Agustus 2022 17.09 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Perjuangan Firna Larasanti Melawan Keterbatasan Ekonomi Demi Pendidikan
Image: Firna Larasanti, Pemulung Sampah yang Berhasil Raih Beasiswa di Luar Negeri (instagram/@firnalarasanti01)

Jakarta - Keterbatasan ekonomi kadang menjadi salah satu penghalang meraih mimpi, tapi tampaknya hal ini tidak berlaku bagi Firna Larasanti yang berhasil mendapatkan beasiswa ke luar negeri.

Keterbatasan ekonomi keluarga di mana sang ayah hanya berprofesi sebagai buruh rongsok dan sang ibu sebagai buruh cuci, tak membuat surut semangat Firna untuk bermimpi mengenyam pendidikan di bangku perguruan tinggi.

Firna lahir dari keluarga sederhana, sejak kecil ia dan keluarga tinggal berpindah-pindah dengan mengontrak di sebuah kamar kecil. Barulah pada tahun 2006 keluarganya diberi izin untuk mendirikan gubuk kecil di atas tanah milik pemerintah Kota Semarang. Hal ini tentu sangat mereka syukuri.

Segala upaya dilakukan oleh kedua orang tua Firna untuk memastikan bahwa anak-anaknya bisa bersekolah, meski mereka sendiri tidak pernah merasakan pendidikan di bangku sekolah. 

Semua pekerjaan pun dijajaki oleh sang ayah demi mengumpulkan pundi-pundi rejeki. Mulai dari berjualan nasi goreng keliling, buruh bangunan, buruh tani, penjaga rumah hingga menjadi buruh rongsok dan sesekali memulung sampah.

Tak tinggal diam, ibunya juga bekerja menjadi pembantu, buruh cuci dan setrika, serta membantu mencari barang rongsokan untuk menambal kekurangan biaya hidup. 

Firna pun sudah belajar menjadi anak yang mandiri sejak dia masih SMP. Selepas pulang sekolah, Firna bekerja mengelupasi botol dan memilah buku bekas dengan penghasilan hanya Rp 1000 per harinya.

Kala itu, Firna sempat terancam tidak dapat melanjutkan ke SMA karena kekurangan biaya. Namun Firna merasa ada sedikit jalan dengan meminjam uang di bank agar bisa melanjutkan pendidikannya. Bahkan dalam kesehariannya, mereka sampai harus berpuasa karena pengasilan sang ayah hanya cukup untuk membayar cicilan utang.

Saat duduk di bangku SMA, Firna mendapatkan pekerjaan sambilan di sebuah toko kecil tidak jauh dari sekolah. Ia bekerja mulai pukul 14.00-19.30 dengan gaji Rp 20.000 per bulan. Tak hanya itu, Firna juga bekerja di pemancingan sebagai pelayan saat hari libur nasional dan hari Minggu.

Selepas SMA, Firna tidak memiliki bayangan melanjutkan ke perguruan tinggi karena mengetahui kondisi ekonomi keluarga. Namun masih terbesit dalam hati kecilnya keinginan Firna untuk kuliah.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait