URnews

Relawan di Yogyakarta Akui Kewalahan Hadapi COVID-19 di Lapangan

Nivita Saldyni, Kamis, 1 Juli 2021 11.42 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Relawan di Yogyakarta Akui Kewalahan Hadapi COVID-19 di Lapangan
Image: ilustrasi tenaga kesehatan. (Freepik/teksomolika)

Yogyakarta - Para relawan dari lima gerakan dan lembaga kemanusiaan di Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) mengaku menyerah dalam membantu penanganan COVID-19 di lapangan. Hal ini dikarenakan tingginya lonjakan kasus konfirmasi dan kematian di wilayah tersebut.

Lima gerakan dan lembaga kemanusiaan di DIY yang sudah 'angkat tangan' di antaranya adalah Forum Pengurangan Risiko Bencana (PRB), Muhammadiyah COVID-19  Command Center (MCCC), Nahdlatul Ulama, Jaringan GUSDURian, dan Sambatan Jogja (SONJO).

Dalam pernyataan sikapnya, Melina gerakan dan lembaga kemanusiaan di DIY ini menyebut bahwa gelombang kedua COVID-19 ini lebih dahsyat daripada puncak gelombang pertama di bulan Desember 2020 – Februari 2021. Bukan hanya angka kasus konfirmasi harian saja yang meningkat, namun juga kasus kematian yang terus bertambah membuat para relawan kewalahan setiap harinya. Padahal antisipasi sudah dilakukan sejak hari ketiga ledakan pasien COVID-19 terjadi di India.

"Meski berbagai program kami lakukan untuk mempersiapkan peningkatan pasien COVID-19, namun gelombang kedua kali ini jauh besar daripada apa yang mampu kami antisipasi," bunyi pernyataan sikap yang didapat Urbanasia pada Kamis (1/7/2021).

Mereka menyebut, meski rumah sakit rujukan telah meningkatkan kapasitasnya namun tetap saja selalu penuh dengan BOR yang melebihi 80 persen. Bahkan shelter-shelter kabupaten sudah penuh sejak dua minggu terakhir.

"Meski terjadi peningkatan jumlah shelter desa, shelter kabupaten, hingga Rumah Sakit Lapangan Khusus COVID-19 di Bantul dan Sleman, kecepatan penyebaran COVID-19 jauh lebih cepat daripada peningkatan kapasitas shelter dan rumah sakit," ungkapnya.

Berbagai permasalahan pun muncul, mulai dari banyaknya rumah sakit yang kekurangan oksigen hingga kemampuan tes PCR yang sempat menurun. Namun selama ini para relawan terus berusaha mencari solusi terbaik, meski mereka bukanlah otoritas.

"Data yang ditampilkan oleh Pemerintah menunjukkan puncak gunung es pertambahan kasus positif, sembuh dan meninggal. Tetapi data riil yang ada di masing-masing daerah menunjukkan jumlah pertambahan yang lebih besar dari yang dilaporkan," kata para relawan dalam pernyataan resmi tersebut.

Lima relawan dari lima gerakan dan lembaga kemanusiaan se-DIY ini menilai harusnya pemerintah melihat data bukan hanya sebatas pada tataran resmi, melainkan pergerakan serial jam  bahkan menit-nya. Menurut mereka, itu jauh lebih penting karena data satu mewakili satu nyawa.

"Sehingga data bukan hanya informasi semata tapi nyawa yang harus diperjuangkan. Usaha relawan untuk memberikan informasi alternatif data belum dilihat secara komprehensif dan mendukung kebijakan yang diambil," kata mereka.

Padahal, kondisi di lapangan semakin mengganas. Bahkan kabarnya beberapa hari terakhir ada beberapa pasien yang harus kehilanganan nyawa di perjalanan menuju rumah sakit.

"Saat ini angka kematian akibat COVID-19 meningkat, baik di rumah sakit maupun rumah-rumah karena pasien melakukan isoman. Dua hari terakhir, beberapa pasien wafat selama proses diantar oleh para relawan tanpa SK ke IGD di beberapa rumah sakit dan ternyata IGD-IGD tersebut telah penuh," katanya.

"Para nakes telah mengalami kelelahan bahkan banyak yang terpapar COVID-19. Puluhan ribu relawan yang tidak ber-SK di tingkat padukuhan, kalurahan hingga kapanewon, juga mengalami kelelahan. Tidak jarang mereka harus memulasarakan dan menguburkan beberapa jenazah COVID-19 berturut-turut dimulai tengah malam dan baru selesai saat adzan Subuh berkumandang. Dua hari lalu, bahkan kami terpaksa menghentikan aktivitas para relawan di malam hari karena kapasitas relawan sudah terbatas dan tidak kondusif bagi keselamatan relawan," lanjutnya panjang lebar.

Dengan kondisi tersebut, lima gerakan dan lembaga kemanusiaan di DIY ini menyatakan 'angkat tangan'. Menurut mereka, kondisi COVID-19 yang kian mengkhawatirkan itu kini hanya bisa ditangani oleh kebijakan pemerintah yang memiliki otoritas legal, sumberdaya, serta daya jelajah jangkauan yang omni-potent dan omni-present.

"Pada kesempatan ini, kami gerakan kemanusiaan di DIY menyatakan bahwa 16 bulan kami telah bekerja menanggulangi pandemi dan dampaknya bersama-sama dengan elemen masyarakat yang lain. Sungguh kami ikhlas menjalani panggilan kemanusiaan ini. Namun apa yang kami lakukan memiliki banyak keterbatasan. Program-program yang kami lakukan adalah program-program yang mungkin dilakukan oleh gerakan kemasyarakatan. Sementara masalah yang kita hadapi sekarang, memerlukan affirmative policy, bahkan progressive policy dari pemerintah," ungkap mereka.

Meski menyebut bakal terus berkomitmen program-program rutin mereka terkait penanganan pandemi virus Corona, namun mereka mengaku tak memiliki kapasitas untuk menyusun dan mengeksekusi kebijakan serta intervensi hingga alokasi sumber daya yang saat ini dibutuhkan di lapangan.

"Inilah saatnya pemerintah, baik pemerintah pusat maupun daerah, untuk mengeksekusi langkah-langkah taktis maupun strategis untuk menyelamatkan DIY, dan bahkan Indonesia, dari tragedi kemanusiaan akibat COVID-19," tegasnya.

Oleh karenanya, para relawan dari lima gerakan dan lembaga kemanusiaan di DIY ini meminta maaf sebesar-besarnya kepada seluruh masyarakat DIY.

"Kepada masyarakat DIY, kami segenap gerakan kemanusiaan, mohon maaf bahwa kami telah sampai pada batas kapasitas kemampuan kami. Kami tidak mampu melangkah lebih jauh untuk mengambil kebijakan afirmatif dan progresif yang diperlukan masyarakat DIY saat ini," katamereka.

"Pada kesempatan ini pula, kami meminta pada Pemerintah, yang memiliki otoritas legal, sumber daya, dan spektrum jangkauan agar secepatnya mengakselerasi respons, menunjukkan sense of crisis serta sense of urgency dalam menangani eskalasi situasi ini, sebelum segala sesuatunya menjadi lebih buruk dan semakin sulit dikelola, menyelamatkan warga dari tragedi kemanusiaan. Kepada para politisi di DPR/DPRD dan di partai politik, kami berharap saat ini untuk menyingkirkan sejenak kepentingan politik pragmatis jangka pendek dan lebih fokus pada penyelamatan kemanusiaan dan nasib bangsa," tutupnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait