URnews

Selain SJ 182, 3 Pesawat Ini Tak Pancarkan Sinyal ELT saat Jatuh

Griska Laras, Minggu, 10 Januari 2021 10.17 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Selain SJ 182, 3 Pesawat Ini Tak Pancarkan Sinyal ELT saat Jatuh
Image: Sriwijaya Air

Jakarta - Pesawat Sriwijaya Air tujuan Jakarta- Pontianak jatuh di perairan Kepulauan Seribu, Sabtu (9/1/2021). Pesawat tipe Boeing 737-500 ini sempat hilang kontak selang empat menit setelah lepas landas dari Bandara Soekarno-Hatta.

Kepala Basarnas Madya, TNI Bagus Puruhito mengatakan, pesawat nomor penerbangan SJ 182 ini tidak memancarkan sinyal emergency location transmitter (ELT) saat hilang kontak.

ELT sendiri merupakan baguan dari standar peralatan pesawat yang berguna untuk menunjukkan lokasi pesawat. Dalam keadaan darurat, ELT bisa dinyalakan langsung oleh pilot atau nyala otomatis saat pesawat menabrak benda keras.

Lebih jauh Bagus menjelaskan, pihaknya telah berkordinasi dengan Australia untuk melacak sinyal ELT Sriwijaya Air SJ 182, tapi juga tidak bisa ditemukan.

"Semestinya ada pancaran ELT, itu tidak ada. Kami sudah kordinasi dengan Australia, tapi mereka juga nggak menangkap (Sinyal ELT). Kita hanya mendapat informasi dari AirNav dan radarnya Basarnas pada beberapa menit hilang dari radar".

Kendati demikian, Komiten Nasional Keselamatan Transportasi (KNKT) menilai hal itu disebabkan karena pesawat tersebut diduga membentur benda keras dan jatuh di Kepulauan Seribu. Dugaan lainnya, ELT Sriwijaya Air SJ 182 rusak sehingga tidak menyala.

Sriwijaya Air bukan pesawat pertama yang jatuh tanpa memancarkan ELT, sebelumnya ada 3 pesawat yang juga dilaporkan jatuh tanpa menyalakan sinyal ELT.

1. Air Asia QZ 8501

1610245019-Air-Asia.jpgSumber: Air Asia. (Wikipedia)

Pesawat Air Asia QZ 8501 rute Surabaya-Singapura jatuh di sekitar wilayah perairan Selat Karimata 28 Desember 2014. Pesawat yang mengangkut 162 penumpang dan kru itu dilaporkan tidak memancarkan sinyal ELT.

Sebelum hilang kontak, Air Asia QZ 8501 sempat mengubungti ATC Soekarno-Hatta untuk meminta izin bergeser ke kiri dan menambah ketinggian ke 38 ribu kaki. Permintaan untuk bergeser disetujui, tapi izin naik ketinggian tidak diberikan.

Pesawat juga sempat berganti haluan berkali-kali hanya dalam rentang lima menit sebelum hilang dari radar pukul 06.24 WIB.

Dari hasil investigasi biro keamanan transportasi Australia (ATSB), Perancis (BEA),Singapura (AAIB) dan Malaysia (MOT), KNKT meyebut ada 5 faktor yang menjadi sebab kecelakaan pesawat.

Kelima faktor tersebut di antaranya, adanya cacar dalam modul elektronik ridder travel limiter (RTL) pesawat, faktor perawatan pesawat yang belum optimal, awak pesawa tidak bisa mengatasi masalah RTL, dan gangguan yang muncul berkali-kali dan awak pesawat tidak bisa  keluar dari upset recovery.

2. Lion Air JT-610

1593316499-Lion-Air-Group.jpgSumber: Instagaram/@lionairgroup

Pada 29 Oktober 2018, pesawat Lion Air JT-610 juga dilaporkan jatuh tanpa memancarkan sinyal ELT. Pesawat ini diduga terjun bebas di sekitar perairan Karawang.

Sebanyak 181 penumpang dan kru pesawat dilaporkan tewas dalam kecelakaan tersebut.

Dari hasil investigasi KNKT, Lion Air JT-610  diduga tidak memancarkan ELT karena polot tidak mengaktifkannya atau karena pesawat jaruh ke perairan.

KNKT juga menyebut 9 faktor yang menyebabkan kecelakaan, salah satunya adalah kopilot yang tidak familiar dengan prosedur pesawat.

3. Rimbun Air

Pesawat Rimbun Air berjenis Twin Otter DHC6-400 dikabarkan hilang kontak saat menempuh perjalanan dari Timika ke Ilaga, 18 September 2019.
Saat hilang kontak, pesawat tidak memancarkan sinyal ELT.

Awalnya pesawat itu diduga mendarat darurat, namun setelah dilakukan pencarian selama 24 jam pesawat tidak ditemukan. Tim SAR Gabungan kemudian mencari keberadaan Twin Otter DHC6-400 dari lokasi terakhir yang dilaporkan, yakni 42.5 mil dari Mimika.

Setelah dua kali pencarian, pesawat ini belum juga ditemukan. Barulah pada 22 September 2019, pesawat menemukan serpihan pesawat Rimbun Air di wilayah pegunaungan Distrik Hoeya, Kabupaten Puncak, Papua. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait