URtech

Aplikasi Pesaing Twitter dari India Bakal Ekspansi ke Asia Tenggara

Shinta Galih, Sabtu, 5 Februari 2022 08.34 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Aplikasi Pesaing Twitter dari India Bakal Ekspansi ke Asia Tenggara
Image: Aplikasi Koo, Pesaing Twitter. (Dok. jutarnji)

India - Popularitasnya yang kian meroket ditambah kesuksesannya di Nigeria membuat aplikasi Koo, pesaing Twitter, berkeinginan untuk ekspansi ke Asia Tenggara.

"Asia Tenggara sangat menarik karena populasi yang besar dan kurangnya penetrasi platform yang ada," ujar Mayank Bidawatka, Co-Founder Koo kepada BBC.

Koo didirikan awal 2020 oleh Bidawati bareng Aparmey Radhakrishna, seorang investor dan pengusaha yang bisnis taksi TaxiForSure-nya dibeli oleh perusahaan India Ola seharga US$ 200 juta pada 2015.

Sejak lahir, Koo berupaya menggantikan Twitter di India. Sebab, itu awalnya mereka melayani pengguna yang tidak berbahasa Inggris.

Koo menjadi sorotan tahun lalu sebagai alternatif Twitter di tengah perselisihan antara pemerintah India dan jejaring sosial asal Amerika Serikat itu.

Kini jumlah pengguna di jejaring sosial ini mencapai 20 juta orang. Bukan tidak mungkin akan menyalip Twitter yang memiliki 25 juta pengguna di India melihat pengembangan Koo.

"Kami sekarang tersedia dalam 10 bahasa, termasuk bahasa Inggris. Tahun ini kami ingin mencakup semua 22 bahasa resmi India," kata Bidawatka.

Koo punya target bisa mencapai 100 juta pengguna pada akhir 2022. Mimpi ini sudah coba mereka realisasikan tahun lalu dengan melebarkan sayapnya ke Nigeria saat negara itu menangguhkan Twitter. 

Sejak tahun lalu, Koo telah menarik pemain kriket dan bintang Bollywood. Sehingga makin banyak jumlah profil terkemuka yang kini berjumlah 5.000, menjadi tiga kali lipat pada akhir tahun.

Namun jalan Koo tidak begitu mulus. Platform tersebut dituduh meningkatkan propaganda pemerintah dan membiarkan ujaran kebencian yang tidak terkendali terhadap Muslim.

Pedoman Koo secara eksplisit melarang ujaran kebencian dan konten yang diskriminatif atau menyinggung. Tetapi karena 'koos' (tweet versinya) dihasilkan setiap detik, moderasi menjadi sulit, seperti yang terjadi pada platform media sosial lainnya, termasuk Twitter.

Bidawatka mengatakan, masalah tersebut harus ditangani oleh teknologi, bukan moderator manusia, dan dengan melibatkan komunitas pengguna untuk menandai postingan yang mereka anggap toxic.

Bidawatka tidak menampik kalau Koo memiliki konten yang tidak pantas, tetapi dia tidak setuju bahwa mereka adalah tempat perlindungan bagi sayap kanan.

Bidawatka menambahkan bahwa aplikasi tersebut menampung para pemimpin oposisi dari 19 partai lain, termasuk kepala menteri negara bagian dari partai oposisi utama Kongres.

“Sebagai pengusaha, tidak ada alasan untuk menciptakan sesuatu yang hanya bermanfaat bagi sebagian masyarakat saja,” ujarnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait