Tips Biar Gak Jadi Anggota Keluarga yang Nyebelin saat Silaturahmi

Jakarta – Momen silaturahmi bersama keluarga besar memang selalu jadi momen yang menyenangkan, tapi bisa juga menyebalkan kalau muncul pertanyaan ‘basa-basi’ yang menyakitkan hati dari sanak saudara. Nah, kamu gak mau dong jadi salah satu dari anggota keluarga yang menyebalkan itu?
Untuk itu, Ajeng Raviando, Psikolog Teman Hati dan Pulih @The Peak punya tips nih untuk kamu semua agar tak jadi anggota keluarga yang ‘menyebalkan’ di momen silaturahmi. Penasaran apa saja tipsnya? Yuk simak penjelasan Ajeng berikut ini.
- Mulailah Percakapan dengan Pertanyaan General
Agar silaturahmi tak berubah jadi momen yang menyakitkan hati kita maupun saudara, maka kuncinya adalah komunikasi yang baik. Kamu bisa memulai percakapan dengan menanyakan pertanyaan-pertanyaan general yang tak menyudutkan orang lain.
“Jadi sebenernya as simple as ‘Tante aktivitasnya apa sekarang?’ atau kalau sama sepupu kita,’Lagi sibuk apa?’. Itu pertanyaan general tanpa harus memperlihatkan achievement-nya. Kan kita gak nanya kerja di mana, tapi aktivitasnya apa, sibuk apa. Kan (jawaban) bisa macam-macam, gak menyudutkan orang. Bahkan sama orang tua pun itu bisa loh dilakukan,” kata Ajeng di URlife Urbanasia, Jumat (21/5/2021).
Sumber: Support teman. (Freepik)
Nah, pertanyaan-pertanyaan ini ternyata juga bisa membantu kita membawa percakapan ke arah yang diinginkan lawan bicara. Misalnya, Ajeng mencontohkan jika lawan bicara kita menjawab berencana menikah di tahun depan. Maka secara tidak langsung lawan bicara kita telah memberikan ‘jalan’ agar percakapan berjalan dengan lancar.
“Nah dari yang kita tanyain, dia sendiri lah yang mengarahkan kira-kira apa sih yang nyaman buat dia omongin. Kalau nggak, dia gak akan omongin itu,” ungkap Ajeng.
“Pasti dia akan cerita hal yang dia sukai dong, bukan hal-hal yang dia gak nyaman untuk diceritain dong? Jadi kalau pertanyaannya general dan dirasa tidak menyudutkan, itu adalah pertanyaan-pertanyaan yang akhirnya justru membuat orang yang ditanya akan bercerita tentang dirinya,” lanjutnya.
- Putus Rantainya Mulai dari Kita Sendiri
Agar hal ini tak menjadi ‘warisan’ yang selalu ada di keluarga kita, maka Ajeng menyarankan untuk memutuskan rantainya. Caranya adalah memulai dari diri kita sendiri, jadilah anggota keluarga yang tak melakukan hal tersebut kepada anggota keluarga yang lain.
“Mari kita putus rantai pertanyaan-pertanyaan yang dirasa bisa menyudutkan orang. Misalkan kapan nikah, kapan punya anak, dan lain sebagainya. Jadi upayakan pertanyaan kita adalah pertanyaan yang simple aja, yang general, yang membuat orang tidak merasa kita menyerang dirinya,” jelas Ajeng.
Sumber: Freepik
“Jadi pada intinya saat kita berempati dengan orang lain, itu berarti kita juga berempati dengan diri kita juga bahwa ‘oke, saya gak senang sih kalau ditanya kaya gitu. Berarti harus diputus rantainya dengan tidak mengulang pertanyaan tersebut ke yang lain juga,” tegasnya.
Jadi jangan malah ‘balas dendam’ dengan cara menanyakan pertanyaan yang sama kepada generasi-generasi selanjutnya ya Urbanreaders. Bertanyalah sebagaimana kamu ingin ditanya. Sebab menurut Ajeng, dengan kita berempati kepada orang lain maka orang lain akan berempati juga kepada kita.
“Kalau kita gak bisa berempati sama orang lain, ya pada intinya orang lain bisa melakukan hal yang sama loh sama kita, ya nggak? Itu yang biasanya kita lupa,” imbuhnya.
- Respons Pertanyaan dengan Tepat dan Efisien
Tips lainnya adalah dengan merespons pertanyaan-pertanyaan itu dengan tepat dan efisien. Artinya kamu harus paham betul nih apakah respons itu membuat percakapan lebih baik atau malah memperburuk situasi. Sehingga kamu pun tak perlu menjelaskan sesuatu hal yang belum tentu membuat orang lain mengerti maksud kita.
“Ada hal yang perlu kita jelasin dan ada juga yang nggak perlu. Silahkan aja orang menilai gimana, kalau nggak, kita akan lelah menerangkan diri kita ke orang lain,” jelas Ajeng.
Kamu pun bisa memberikan respons yang menunjukkan bahwa kamu tak nyaman. Hal ini akan membuat lawan bicara sadar bahwa kamu tak ingin dtanyai pertanyaan tersebut.
“Jadi misalnya kita bilang ‘Tante udah 2021, ayo dong tante nanyanya yang lain’. Jadi kalau misalnya kita bisa memberikan statement sebenernya kita pengen ditanya yang lain loh, jangan tanya yang itu. Biasanya orang juga bisa lebih ngerti kok, kan statementnya dari kita juga. Sehingga kembali, respons kita menentukan bagaimana orang akan menanyakan sesuatu sama kita atau nggak,” pungkasnya.
“Pada intinya saat kita bisa merespons dengan tepat dan efisien daripada kita sibuk menjelaskan kita ini siapa itu lebih lelah. Belum tentu orangnya mau ngerti. Lebih baik kita responsnya apa yang bikin orang jadi ngerti. Itu akhirnya menguntungkan diri kita, kita akan terhindar dari pertanyaan yang sama tahun berikutnya,” tutup Ajeng.