URnews

Tragedi Kanjuruhan, Pakar: Polisi Indonesia Kurang Terlatih dalam Pengendalian Massa

William Ciputra, Selasa, 4 Oktober 2022 17.45 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Tragedi Kanjuruhan, Pakar: Polisi Indonesia Kurang Terlatih dalam Pengendalian Massa
Image: Sejumlah penonton mengevakuasi rekannya yang menjadi korban Tragedi Kanjuruhan. (ANTARA)

Jakarta - Tragedi Kanjuruhan yang menewaskan sedikitnya 131 orang pendukung Arema FC alias Aremania pada Sabtu (1/10/2022) lalu mendapat sorotan luas dari media-media asing, salah satunya New York Times (NYT). 

Secara khusus, media besar asal Amerika Serikat itu menyoroti tentang manajemen kerumunan atau crowd management yang diterapkan aparat kepolisian saat insiden terjadi. 

Dalam uraiannya, NYT menukil pendapat dari Jacqui Baker, seorang pakar kajian Indonesia dan Asia Tenggara dari Universitas Murdoch di Perth, Australia. 

Menurutnya, ada beberapa masalah sistemik yang dihadapi polisi Indonesia, seperti sangat militeristik dalam bertugas hingga kurang terlatih saat melakukan pengendalian massa

“Bagi saya, ini benar-benar kegagalan bagi reformasi kepolisian di Indonesia,” kata Baker mengutip NYT, Selasa (4/10/2022). 

Baker melanjurkan, selain masalah militeristik dan kurang terlatih dalam mengendalikan massa, polisi Indonesia, kata dia, sering kali lolos dari sejumlah kasus yang melibatkan mereka. 

Untuk hal ini, imbuhnya, lebih dari 2 dekade terakhir aktivis HAM dan ombudsman telah melakukan serangkaian penyelidikan atas tindakan polisi Indonesia. Sayang, Baker menilai laporan-laporan penyelidikan sering kali tidak ditindaklanjuti. 

“Kenapa bisa selalu berhadapan dengan impunitas? Karena tidak ada kepentingan politik yang benar-benar ingin mewujudkan kepolisian yang profesional,” tegas Baker. 

Kritik Baker ini sejalan dengan fakta di lapangan. Dua hari setelah tragedi Kanjuruhan, Kapolres Malang, AKBP Ferli Hidayat dinonaktifkan dari jabatannya. Selain itu, sejumlah oknum dari Brigade Mobil (Brimob) juga turut dinonaktifkan. 

Salah satu yang menjadi sorotan adalah penggunaan gas air mata untuk menghalau massa. Penembakan gas air mata ini, yang ternyata melanggar regulasi keamanan stadion FIFA, juga diduga kuat sebagai penyebab utama banyaknya korban. 

Menurut, Kapolda Jawa Timur, Irjen Nico Afinta telah menegaskan bahwa penembakan gas air mata dilakukan karena aparat terdesak dan massa mulai anarkis. 

Namun tetap saja penembakan gas air mata oleh polisi tetap menuai kecaman. Bahkan, sudah ada petisi yang mendesak polisi agar menghentikan penggunaan gas air mata dan sudah ditandatangani puluhan ribu orang. 

Diketahui, tragedi ini bermula ketika Arema FC harus kalah dari Persebaya Surabaya yang merupakan rival abadi dengan skor 2-3. Kemudian, ada beberapa oknum penonton yang turun ke lapangan untuk menemui pemain dan ofisial Arema FC. 

Sejurus kemudian, banyak penonton yang menyusul turun ke lapangan dan berujung pada penembakan gas air mata. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait