4 Puisi untuk Ibu Karya Sastrawan Indonesia
.jpg)
Jakarta - Ibu bagaikan malaikat yang dikirim Tuhan untuk kita. Jika kamu ingin memberikan hadiah puisi indah kepada ibu, berikut 4 puisi karya sastrawan Indonesia yang bisa Urbanreaders berikan untuk ibu.
Kamu bisa mengungkapkan rasa sayang dan terima kasih untuk ibu melalui bait-bait puisi yang indah. Rayakan momen membahagiakan dengan menulis atau membaca puisi tersebut di hadapan ibu.
FYI, puisi adalah ragam sastra yang bahasanya terikat oleh irama, matra, rima, serta penyusunan larik dan bait. Biasanya dalam sebuah puisi mengandung diksi-diksi indah, Urbanreaders.
Meski puisi yang dikarang sendiri terasa lebih mengharukan, namun dengan memberi puisi karya sastrawan Indonesia pun bukanlah hal yang buruk, Guys. Berikut puisi untuk ibu karya sastrawan Indonesia.
1. Puisi ‘Ibu’ Karya Chairil Anwar
Sumber: Puisi untuk ibu/Freepik by Rawpixel
Pernah aku ditegur
Katanya untuk kebaikan
Pernah aku dimarah
Katanya membaiki kelemahan
Pernah aku diminta membantu
Katanya supaya aku pandai
Ibu...
Pernah aku merajuk
Katanya aku manja
Pernah aku melawan
Katanya aku degil
Pernah aku menangis
Katanya aku lemah
Ibu...
Setiap kali aku tersilap
Dia hukum aku dengan nasihat
Setiap kali aku kecewa
Dia bangun di malam sepi lalu bermunajat
Setiap kali aku dalam kesakitan
Dia ubati dengan penawar dan semangat
dan bila aku mencapai kejayaan
Dia kata bersyukurlah pada Tuhan
Namun...
Tidak pernah aku lihat air mata dukamu
Mengalir di pipimu
Begitu kuatnya dirimu...
Ibu...
Aku sayang padamu...
Tuhanku....
Aku bermohon pada-Mu
Sejahterahkanlah dia
Selamanya…
2. Puisi ‘Ibu’ Karya Sapardi Djoko Damono
Sumber: Puisi untuk ibu/Freepik by jcomp
Ibu masih tinggal di kampung itu, ia sudah tua.
Ia adalah perempuan yang menjadi korban mimpi-mimpi ayahku
Ayah sudah meninggal, ia dikuburkan di sebuah makam tua di kampung itu juga, beberapa langkah saja dari rumah kami.
Dulu Ibu sering pergi sendirian ke makam, menyapu sampah, dan kadang-kadang, menebarkan beberapa kuntum bunga.
"Ayahmu bukan pemimpi," katanya yakin meskipun tidak berapi-api, "Ia tahu benar apa yang terjadi."
Kini di makam itu sudah berdiri sebuah sekolah, Ayah digusur ke sebuah makam agak jauh di sebelah utara kota.
Kalau aku kebetulan pulang, Ibu suka mengingatkanku untuk menengok makam ayah, mengirim doa.
Ibu sudah tua, tentu lebih mudah mengirim doa dari rumah saja.
"Ayahmu dulu sangat sayang padamu, meskipun kau mungkin tak pernah mempercayai segala yang dikatakannya."
Dalam perjalanan kembali ke Jakarta, sambil menengok ke luar jendela pesawat udara, sering kubayangkan Ibu berada di antara mega-mega.
Aku berpikir, Ibu sebenarnya lebih pantas tinggal di sana, di antara bidadari-bidadari kecil yang dengan ringan terbang dari mega ke mega dan tidak mondar-mandir dari dapur ke tempat tidur, memberi makan dan menyusui anak-anaknya.
"Sungguh, dulu ayahmu sangat sayang padamu," kata Ibu selalu, "Meskipun sering dikatakannya bahwa ia tak pernah bisa memahami igauan-igauanmu."