URnews

6 Fakta di Balik Persidangan Kasus Penyerangan Novel Baswedan

Nivita Saldyni, Jumat, 17 Juli 2020 12.50 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
6 Fakta di Balik Persidangan Kasus Penyerangan Novel Baswedan
Image: Penyidik KPK Novel Baswedan (tengah) selaku korban menjadi saksi dalam sidang lanjutan kasus penyiraman air keras terhadap di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Jakarta, Kamis (30/4/). (ANTARA)

Jakarta - Pengadilan Negeri Jakarta Utara telah memvonis dua terdakwa penyerang Novel Baswedan, Rahmat Kadir Mahulettu dan Ronny Bugis dengan masing-masing hukuman 2 tahun dan 1,5 tahun penjara, Kamis (16/7/2020) lalu.

Keduanya dinyatakan bersalah karena telah melakukan penganiayaan berencana yang mengakibatkan luka berat pada mata kiri Novel Baswedan.

Namun ada beberapa hal yang harus kamu tahu di balik persidangan putusan dua terdakwa penyerang Novel Baswedan ini, Urbanreaders. Berikut fakta-fakta persidangan kasus penyerangan Novel Baswedan yang telah Urbanasia rangkum buat kamu:

1. Hukuman lebih berat dibanding tuntutan JPU


Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara memutuskan keduanya melanggar pasal 353 ayat (2) KUHP Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) atau sesuai dengan dakwaan subsider dari jaksa penuntut umum.

Namun hukuman yang diberikan lebih berat dibanding tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU). Sebelumnya, JPU menuntut dua polisi aktif dari Satuan Gegana Korps Brimob Kelapa Dua Depok ini dengan hukuman 1 tahun penjara.

"Hal-hal yang memberatkan, terdakwa tidak mencerminkan Bhayangkara negara, terdakwa telah menciderai citra institusi Polri. Hal yang meringankan, terdakwa berterus terang, terdakwa sudah menyampaikan maaf kepada korban Novel Baswedan, keluarganya, institusi Polri dan seluruh rakyat Indonesia dan belum pernah dihukum," kata ketua majelis hakim Djumyanto di Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Kamis (16/7/2020).


2. Terdakwa Dinilai Tak Berniat Menyebabkan Luka Berat pada Novel Baswedan, Ini Alasan Majelis Hakim

 
Meski terbukti telah merencanakan aksinya itu, namun majelis hakim menilai bahwa kedua terdakwa tak terbukti berniat menyebabkan luka berat pada Novel Baswedan, Urbanreaders.

Djumyanto selaku ketua majelis hakim mengatakan hal ini karena pelaku telah menambahkan air ke dalam mug yang telah berisi air aki untuk menyiram korban. 

"Perbuatan terdakwa telah menambahkan air ke dalam mug yang telah terisi air aki sebenarnya tidak menghendaki luka berat pada diri saksi korban Novel Baswedan. Sebab jika sikap batin terdakwa ingin menimbulkan luka berat, tentu terdakwa tidak perlu menambahkan air kepada mug yang telah terisi air aki yang merupakan air keras tersebut atau dengan cara lain," katanya.

"Apalagi terdakwa anggota pasukan Brimob yang terlatih melakukan penyerangan secara fisik," lanjut Djumyanto.

Hal ini juga diperkuat dengan keterangan terdakwa yang menyatakan bahwa motivasinya melakukan hal tersebut untuk memberikan pelajaran kepada Novel Baswedan yang dibencinya.


3. Benarkan Keterangan Terdakwa, Hakim Bahas soal Cairan yang Disiramkan ke Novel Baswedan


Dalam kasus ini, penyidik senior KPK Novel Baswedan disiram dengan air aki usai menunaikan salat subuh di Masjid Jami Al-Ihsan, Jalan Deposito, Pegangsaan Dua, Kelapa Gading, Jakarta Utara, Selasa, 11 April 2017 lalu.

Dalam putusannya, majelis hakim membacakan ulang keterangan ahli forensik yang pernah dihadirkan dalam persidangan untuk menjelaskan tentang air aki tersebut. Menurut saksi ahli, air aki baterai harusnya memiliki kandungan asam sulfat (H2SO4) sekitar 33,53 persen.

Namun pada sejumlah barang bukti yang dimiliki, didapatkan kandungan yang jauh lebih rendah dari kandungan air aki itu sendiri.

Hakim menyebut kandungan asam sulfat dalam sejumlah barang bukti yang ada beragam, pada gamis korban terdapat 17 persen, di ujung sandal ada sekitar 6,1 persen, dan 7 persen pada kopiah yang digunakan korban.

"Jika dihubungkan dengan fakta air aki memiliki kandungan asam sulfat 33,53 persen, maka berkesesuaianlah dengan keterangan terdakwa yang menerangkan telah mencampur air ke dalam mug berisi air aki," kata Djuyamto.

Dengan begitu hakim menilai pernyataan terdakwa yang menyebut adanya campuran air dalam air keras yang mereka gunakan benar adanya. Sehingga terdakwa dinilai melakukan penganiayaan yang mengakibatkan luka berat.


4. Terdakwa Ucap Terima Kasih dan Menerima Putusan Hakim


Baik Rahmat Kadir Mahulettu maupun Ronny Bugis, keduanya sama-sama menerima putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara. Mereka menerima putusan hakim yang membuatnya harus mendekam dipenjara masing-masing 2 tahun dan 1,5 tahun.

"Terima kasih yang mulia, saya menerima," kata Rahmat. 

"Kami menerima putusannya yang mulia," sahut Ronny.

Namun dari putusan itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) mengaku masih pikir-pikir sebab vonis tersebut lebih berat dari tuntutan jaksa sebelumnya. Untuk itu, majelis hakim memberikan tujuh hari kepada JPU untuk memutuskan, apakah mereka menerima atau mengajukan banding atas putusan hakim tersebut.


5. Ini Kekhawatiran Novel Atas Persidangan

 
Dikutip dari Antara, Novel Baswedan menyebut putusan hakim dengan memvonis dua pelaku masing-masing 2 tahun dan 1,5 tahun penjara jelas menunjukkan ketidakberpihakan negara dalam memberantas korupsi di Tanah Air. 

"Saya tidak ingin katakan bahwa ini adalah kemenangan para penjahat dan koruptor, tapi saya khawatir akhir persidangan ini adalah cerminan yang nyata bahwa negara benar-benar tidak berpihak kepada upaya pemberantasan korupsi," kata Novel, Kamis (16/7/2020).


6. Tim Advokasi Novel Temukan Banyak Kejanggalan Sejak Awal Persidangan


Perwakilan tim advokasi Novel Baswedan, Kurnia Ramadhana dalam pernyataan tertulisnya menyatakan bahwa pihaknya telah menemukan kejanggalan pada proses persidangan ini. 

"Kami mengecam keras proses persidangan yang ditengarai memiliki banyak kejanggalan. Bahkan, proses persidangan ini dapat dikatakan sedang menuju ke arah peradilan sesat," kata Kurnia dalam keterangan resminya, Rabu (15/7/2020).

Menurutnya proses persidangan ini hanya semata-mata untuk membenarkan seluruh dalil yang disampaikan oleh para terdakwa sebagai skenario besar untuk "menyembunyikan" pelaku sebenarnya.

Ia pun merinci berbagai kejanggalan itu antara lain tidak hadinya saksi-saksi penting dalam persidangan, adanya barang bukti dari tempat kejadian perkara (TKP) yang tidak ditunjukkan, tuntutan JPU yang mengikis rasa keadilan, pendampingan hukum yang diberikan Polri kepada dua terdakwa, hingga adanya indikasi keterlibatan pelaku lain yang dinilai setidaknya adalah aktor intelektual.

"Kami meyakini masih terdapat aktor intelektual yang merancang kejahatan ini belum mau diungkap oleh kepolisian," imbuhnya.

Tak lupa, ia pun mengatakan pihaknya meminta Presiden Joko Widodo segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta Independen yang diyakini mampu membongkar kasus penyerangan Novel Baswedan itu.

"Jika hal ini tidak dilakukan, Presiden layak dikatakan gagal dalam menjamin keamanan warga negara mengingat Kapolri dan Jaksa Agung berada di bawah langsung Presiden, terlebih lagi korban merupakan penegak hukum," tutupnya.

 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait