URnews

Aksi Protes di Myanmar Tewaskan 18 Orang Sehari

Kintan Lestari, Senin, 1 Maret 2021 12.24 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Aksi Protes di Myanmar Tewaskan 18 Orang Sehari
Image: Petugas polisi anti huru-hara menembakkan tabung gas air mata di Yangon, Myanmar, Sabtu (27/2/2021), untuk membubarkan pengunjuk rasa yang menentang kudeta militer. (ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/RWA/sa.)

Naypyitaw - Sejak kudeta militer yang terjadi pada 1 Februari 2021, masyarakat Myanmar terus melangsungkan aksi unjuk rasa.

Menghadapi para pengunjuk rasa, polisi Myanmar menembaki pengunjuk rasa di seluruh negeri hingga dilaporkan memakan korban. Pasalnya polisi menggunakan granat setrum, gas air mata, dan tembakan di udara untuk membubarkan aksi protes.

Diwartakan Reuters, PBB menyerukan bahwa pada hari Minggu (28/2/2021) sedikitnya 18 orang tewas dalam aksi unjuk rasa. Itu adalah kekerasan terburuk sejak kudeta militer.

Di seluruh negeri, pengunjuk rasa datang dengan mengenakan helm plastik dan perisai darurat berhadapan dengan polisi dan tentara dengan perlengkapan perang, termasuk tentara dari unit yang terkenal melakukan tindakan keras terhadap kelompok pemberontak etnis di wilayah perbatasan Myanmar.

"Tindakan berat pasti akan diambil terhadap pengunjuk rasa yang rusuh," kata Global New Light Of Myanmar yang dikelola negara, seperti dikutip Reuters, Senin (1/3/2021). 

Tentara disebutkan telah 'menahan diri' dalam menghadapi aksi unjuk rasa, kecuali untuk massa yang anarkis. 
 
Laporan media sendiri menunjukkan beberapa orang terluka dan terlihat ada noda darah di trotoar. Ada juga laporan dari dokter yang tak disebutkan namanya yang mengatakan seorang pria meninggal setelah tiba di rumah sakit dengan peluru di dadanya.

"Polisi dan pasukan militer telah menghadapi demonstrasi damai, menggunakan kekuatan yang mematikan dan kekuatan yang tidak terlalu mematikan yang - menurut informasi yang dapat dipercaya yang diterima oleh Kantor Hak Asasi Manusia PBB - telah menyebabkan sedikitnya 18 orang tewas dan lebih dari 30 luka-luka," kata Kantor Hak Asasi Manusia PBB. 

Myanmar berada dalam kekacauan sejak tentara merebut kekuasaan dan menahan pemimpin pemerintah terpilih Aung San Suu Kyi dan sebagian besar pimpinan partainya pada 1 Februari 2021. Itu dipicu karena pihak militer menilai adanya kecurangan dalam pemilihan November yang dimenangkan partai San Suu Kyi secara telak.

Sekretaris Jenderal PBB Antonio Guterres meminta anggotanya untuk berbuat lebih banyak.

"Sekretaris Jenderal mendesak masyarakat internasional untuk berkumpul dan mengirimkan sinyal yang jelas kepada militer bahwa mereka harus menghormati keinginan rakyat Myanmar seperti yang diungkapkan melalui pemilihan dan menghentikan penindasan," kata juru bicara PBB Stephane Dujarric.

Pemimpin Junta Jenderal Min Aung Hlaing mengatakan pekan lalu pihak berwenang menggunakan kekuatan minimal. Namun dalam laporan, setidaknya 21 pengunjuk rasa tewas dalam kekacauan tersebut. 

Penolakan kudeta telah muncul tidak hanya di jalan-jalan tetapi lebih luas lagi di layanan sipil, pemerintahan kota, peradilan, sektor pendidikan, kesehatan, dan media.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait