URnews

Anak Jadi Saksi Pembunuhan, Psikolog Forensik: Sudah Dilindungi Undang-undang

Shelly Lisdya, Senin, 30 November 2020 20.06 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Anak Jadi Saksi Pembunuhan, Psikolog Forensik: Sudah Dilindungi Undang-undang
Image: Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, Reni Kusumowardhani. (Instagram @r_kusumowardhani)

Jakarta - Kasus pembunuhan raja adat Samosir, Rianto Simbolon (18) masih hangat diperbincangkan. Baru-baru ini, sang anak Menanti Simbolon menjadi saksi dalam rekonstruksi pembunuhan tersebut.

Dalam video yang beredar di media sosial, banyak yang menyayangkan karena Menanti yang merupakan siswi SMA tersebut harus menjadi saksi pembunuhan ayah kandungnya. Lantas, bagaimana dalam pandangan psikologi?

Ketua Asosiasi Psikologi Forensik Indonesia, Reni Kusumowardhani mengatakan, apabila anak dalam konteks ini dijadikan saksi, maka sebenarnnya sudah dilindungi dalam undang-undang.

"Anak-anak itu ada undang-undang khusus yang memberikan perlindungan. Ada di undang-undang Perlindungan Anak dan undang-undang Sistem Peradilan Pidana Anak nomor 11 tahun 2012," katanya kepada Urbanasia, Senin (30/11/2020).

"Saya nggak bisa menjawab boleh atau enggak, karena itu sulit buat saya menjawab ya. Tetapi kita punya undang-undang yang memberikan kepada anak untuk kepentingan terbaik, baik dia sebagai tersangka, pelaku atau dia sebagai korban," tambahnya.

Lebih lanjut, ia mengatakan, apabila anak menjadi saksi, seharusnya didampingi psikologi anak profesional. Dalam hal ini, Menanti sebenarnya sudah diampingi oleh tim LBH PPTSB Sumatera Utara.

"Ini peristiwa yang sangat melukai batin dan membuat luka yang mendalam. Boleh atau enggak boleh jadi saksi, tetapi sebaiknya didampingi oleh profesional dan memenuhi kaidah-kaidah kepentingan, karena anak ini dalam situasi psikologis yang tidak siap," bebernya.

Sementara untuk memulihkan kondisi psikis Menanti, perlu adanya waktu yang lama. Sebab, reka ulang adegan pembunuhan sang ayah dapat kembali memberikan luka. 

"Karena rekonstruksi itu flashback kejadian lama, jadi dia teringat lagi. Untuk pemulihan pun memerlukan waktu yang cukup lama, jika dilhat dari kondisi luka batinnya," pungkasnya.

Seperti diketahui, di dalam Undang-undang Tentang Sistem Peradilan Pidana Nomor 11 Tahun 2012 menyebutkan,"Anak yang Menjadi Saksi Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Saksi adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang dapat memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan, dan pemeriksaan di sidang pengadilan tentang suatu perkara pidana yang didengar, dilihat, dan/atau dialaminya sendiri."

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait