Cerita Nila Sari, Aktivis yang Jaga Lingkungan Lewat Cairan Eco Enzyme
Jakarta - Apa yang kalian bayangkan ketika berbicara soal ibu-ibu? Kebanyakan orang pasti langsung terpikirkan ibu rumah tangga yang hanya di rumah dan mengurus suami serta anaknya. Tapi nyatanya peran ibu di rumah tangga lebih dari itu. Mereka bisa menjadi sosok luar biasa yang menginspirasi banyak orang.
Contohnya adalah Ibu Nila Sari. Di rumah ia adalah seorang ibu, namun di masyarakat, Nila adalah seorang aktivis lingkungan yang sudah menjaga lingkungan selama 10 tahun. Kini dia rutin menjaga lingkungan lewat sosialisasi seputar eco enzyme.
Buat Urbanreaders yang belum tahu, eco enzyme adalah cairan yang dihasilkan dari olahan limbah dapur, seperti sisa sayuran dan kulit buah, yang difermentasi dengan menggunakan gula. Gagasan ini berasal dari Dr. Rosukon Poompanvong.
Cairan eco enzyme punya banyak manfaat, mulai dari jadi cairan antiseptik, pengganti sabun cuci baju dan cuci piring, sebagai cairan penetralisir bau, pengharum ruangan alami, dan masih banyak lagi. Simak yuk cerita Ibu Nila Sari sebagai aktivis lingkungan yang aktif menggaungkan gagasan eco enzyme pada masyarakat luas kepada Urbanasia di bawah ini!
Awal Mula Mengenal Eco Enzyme
Saya anggota gereja di Kelapa Gading. Saya ikut kegiatan sosial di gereja, lalu dipilih sebagai Ketua Seksi Lingkungan Hidup. Pada 2020 ketika pandemi, kita nggak ada kegiatan di luar. Tapi saya sempet selama pandemi berkebun, memanfaatkan lahan kosong di gereja. Lalu Juli 2020 akhir saya diundang oleh romo ikut webinar, saya ikuti siapa tahu itu sesuatu yang baru buat saya kalau berkebun. Saya ikut webinarnya dan saya bingung pembahasannya dari sampah dapur rumah kita difermentasi selama 3 bulan dengan gula menjadi cairan yang bermanfaat. Gila amat itu.
Lalu saya dikasih sampelnya. Dikasih tahu bisa untuk ngepel, antiseptik juga kalau anak jatuh, bisa buat rambut rontok, bisa untuk cuci baju dan cuci piring, cairan ini bisa menetralisir bau. Sejak saat itu saya bertekad, yuk kita bikin. Saya ajak temen-temen di gereja.
Ini (eco enzyme) sampahnya organik, bersih. Jadi ibu-ibu pada senang. Kan kalau dulu kita susah ngajak orang buat ngolah sampah karena bau dan segala macam. Tapi ini sampahnya bersih, dari rumah tangga sendiri, terus manfaatnya banyak. Jadi pada senang.
Sumber: Ibu Nila Sari dengan gaya eco enzyme saat ditemui di sebuah acara yang berlangsung di Rumah Dinas Gubernur DKI Jakarta, Jumat (19/8/2022). (Kintan/Urbanasia)
Cara Membuat Cairan Eco Enzyme
Diungkapkan Ibu Nila, untuk membuat cairan multiguna eco enzyme sangat mudah. Hanya perlu menggunakan rumus 1:3:10.
Perhitungannya rumusnya 1 kg gula: 3 kg bahan organik (sayuran, ampas buah): 10 liter air. Campuran tersebut disimpan dalam wadah plastik, dan tutup kedap udara. Fermentasikan selama 3 bulan. Nanti hasilnya akan ada ampasnya, ada jamurnya. Semuanya itu bermanfaat, nggak ada yang dibuang.
Gerakan Melebar ke Banyak Tempat
Berawal dari lingkungan gereja, ajakan mengolah sampah untuk menghasilkan eco enzyme yang dilakukan Nila terus melebar. Dia mensosialisasikan eco enzyme ke RW dan sekolah-sekolah. Lalu dirinya masuk dalam komunitas Eco Enzyme Nusantara bersama dengan relawan-relawan lainnya yang juga peduli dengan lingkungan.
Sampah-sampahnya dikumpulkan dari RW, Ibu PKK, dan sekolah. Karena sampahnya bersih, dan manfaatnya banyak, jadi ibu-ibu tuh jadi pada rajin bikin terus sampai akhirnya se-Nusantara ikut bergerak.
Sekarang kan musim PMK (Penyakit mulut dan kuku), itu eco enzyme juga bermanfaat untuk sapi-sapi itu. Banyak peternak sapi yang memakai eco enzym untuk peternakannnya. Sapi-sapi yang diterapi pakai eco enzym juga terhindar dari PMK. Jadi kita relawan suka dipanggil untuk mengatasi PMK pada sapi. Dengan eco enzyme, minimal 50 persen pengeluaran rumah tangga berkurang.