URnews

Aktivis Lingkungan Desak Unilever Setop Produksi Kemasan Sachet, Ini Alasannya!

Nivita Saldyni, Rabu, 15 Juni 2022 19.07 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Aktivis Lingkungan Desak Unilever Setop Produksi Kemasan Sachet, Ini Alasannya!
Image: Anggota AZWI membawa manekin berbalut sachet bermerek produk Unilever saat gelar aksi di area ICE, BSD, Tangerang pada Rabu (15/6/2022). (Dok. Humas AZWI)

Jakarta - Aktivis dari 10 organisasi lingkungan yang tergabung dalam Aliansi Zero Waste Indonesia (AZWI) mendesak PT Unilever Indonesia untuk menghentikan produksi dan konsumsi sachet. Hal itu disampaikan AZWI lewat aksi yang digelar di lokasi Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) Tahunan 2022 perusahaan itu berlangsung, area Indonesia Convention Exhibition (ICE), BSD, Tangerang, Banten pada Rabu (15/6/2022).

Menurut AZWI, aksi ini muncul bukan tanpa alasan. Dalam keterangan resmi AZWI, setidaknya ada tiga hal yang membuat Unilever harus mendengarkan 'suara' mereka dan menghentikan produksi dan konsumsi sachet-nya.

Banyaknya Sampah Kemasan Sachet di Perairan dan Lingkungan Indonesia, Unilever Salah Satu 'Penyumbang' Terbesar

Alasan pertama yaitu 'menjamurnya' sampah plastik berupa kemasan sachet di Tanah Air. Berdasarkan data World Economic Forum, kemasan plastik sachet telah menyumbang 16 persen dari sampah plastik yang ditemukan di perairan dan lingkungan Indonesia.

Belum lagi, hasil audit #breakfreefromplastic (BFFP) juga mengidentifikasi kemasan sachet sebagai jenis sampah plastik yang paling banyak ditemukan. Bahkan hasil audit merek yang dilakukan ECOTON menunjukkan Unilever ada di peringkat tiga besar perusahaan pencemar lingkungan di sejumlah kota besar Indonesia.

“Hasil audit merek dalam Ekspedisi Nusantara menyebutkan Unilever secara konsisten menempati peringkat tiga besar perusahaan pencemar lingkungan di beberapa kota besar, yang dilakukan selama 300 hari perjalanan menyusuri sungai-sungai di Indonesia,” ungkap Direktur Eksekutif Ekologi Observasi dan Konservasi Lahan Basah (ECOTON), Prigi Arisandi dalam keterangan resminya, Rabu.

Apalagi, tambah Priqi, sebagian besar pencemaran mikroplastik di sungai Indonesia adalah filamen yang telah terfragmentasi dari film plastik dan kemasan sachet. Hal ini ditemukan berdasarkan hasil dokumentasi polutan di sungai yang diambil tim ECOTON.

Tak Ada Peta Jalan Pengurangan Sampah yang Dibuka Unilever untuk Umum

Selain itu, Unilever berkomitmen untuk memastikan semua kemasan plastik produknya, termasuk sachet, bisa didaur ulang, digunakan kembali, atau dikomposkan pada 2025.

Perusahaan asal Inggris itu pun telah bergabung dalam Traktat Plastik Global yang mengikat secara hukum, di mana United Nations Environment Assembly setuju untuk mengadopsi dan memasukkan siklus hidup plastik secara menyeluruh dalam rencananya.

Namun Juru Kampanye Urban Greenpeace Indonesia Muharram Atha Rasyadi menyatakan perusahaan itu hingga saat ini tak kunjung membuka dokumen terkait untuk umum.

“Kami telah berulang kali meminta Unilever serta Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membagikan Peta Jalan Pengurangan Sampah mereka. Tetapi hingga saat ini tidak ada dokumen yang dibuka untuk umum,” kata Atha.

AZWI Nilai Daur Ulang Kimia yang Dipromosikan Unilever di Indonesia Gagal

Terakhir, AZWI juga menilai daur ulang kimia yang dipromosikan Unilever gagal. Kemasan sachet mereka, kata Atha, tak bisa didaur ulang secara berkelanjutan dan aman.

“Studi kami dengan Global Alliance for Incinerator Alternatives (GAIA) tahun lalu menunjukkan bahwa daur ulang kimia di Indonesia yang dipromosikan oleh Unilever tidak berhasil, kemasan sachet mereka tidak dapat didaur ulang secara berkelanjutan dan aman,” beber Koordinator AZWI, Rahyang Nusantara.

Teknik refuse-derived fuel (RDF) perusahaan ini juga jadi perhatian AZWI. Menurut Rahyang, AZWI menilai teknik itu telah mencemari saluran air dan kualitas udara, bahkan dapat memperburuk kondisi lingkungan dan memperburuk perubahan iklim.

Namun AZWI menyebut Unilever masih terus mempromosikan sachet di Asia Tenggara dan India. Perusahaan itu disebut menggambarkan model bisnis ini sebagai ‘pro-masyarakat menengah ke bawah’. Selain itu Unilever juga masih bertahan untuk fokus pada penanganan di akhir yang sangat berpolusi, seperti insinerator dua tahap di pabrik semen dan teknologi daur ulang bahan kimia CreaSolv-nya.

Oleh sebab itu menurut Rahyang, Unilever harus segera menghentikan produksi dan konsumsi sachet. Termasuk juga berhenti untuk mengirimkan sampah sachetnya ke RDF.

“Mereka harus berhenti mengirimkan sampah sachet mereka ke RDF karena teknologi ini juga mencemari saluran air dan kualitas udara, serta dapat memperburuk perubahan iklim,” pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait