URtrending

Benarkah Warga Daerah Khawatir Pendatang dari Jakarta Bawa Virus?

Nivita Saldyni, Minggu, 29 Maret 2020 15.30 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Benarkah Warga Daerah Khawatir Pendatang dari Jakarta Bawa Virus?
Image: Sejumlah kampung di Yogyakarta melakukan lockdown lokal dengan menutup pintu masuk ke kawasan setempat. (Twitter @JogjaUpdate)

Yogyakarta - Data dari Dinas Kesehatan DKI Jakarta menunjukkan bahwa kasus positif COVID-19 di DKI Jakarta telah mencapai 603 orang pada Sabtu (28/3/2020).

Dari total 603 orang tersebut, 364 di antaranya tengah menjalani perawatan, 134 melakukan isolasi mandiri, 43 dinyatakan sembuh, dan 62 lainnya telah meninggal dunia.

Tingginya kasus COVID-19 di Jakarta ini tampaknya telah membuat kekhawatiran sejumlah warga di daerah, seperti Yogyakarta yang semakin ketat dalam menerima masuknya orang-orang yang baru datang dari luar daerah, salah satunya Jakarta.

"Di Jakarta kan terbanyak (pasien positif COVID-19), apalagi mobilitas orang-orang di Jakarta juga tinggi. Jadi orang-orang (Jogja) lebih was-was dan khawatir karena kemungkinan mereka yang dari Jakarta ini membawa virus (corona)," kata Alma, salah satu warga Krikilan saat dihubungi Urbanasia, Minggu (29/3/2020).

Apalagi, lanjut Alma, di daerah Monjali beberapa waktu lalu sempat ada warga yang baru datang dari Jakarta yang berstatus ODP (orang dalam pemantauan).

Bahkan baru-baru ini warga di sejumlah Kabupaten Sleman, Yogyakarta kompak melakukan 'lockdown lokal' kampungnya dengan memasang portal di pintu-pintu masuk kampung. Seperti misalnya di Condong Catur, Klebengan, Banyuraden, Pakem, Palagan, dan Krikilan.

Bahkan kini banyak kampung di Yogyakarta yang mulai was-was dengan kehadiran pemudik dan memilih untuk mengawasi ketat para pendatang.

"Rata-rata hampir di semua dusun di Jogja setiap orang yang datang wajib melapor ke RT/RW setempat dan harus cek kesehatan di puskesmas dulu. Nggak boleh langsung pulang ke rumah," kata Namira, salah satu warga Pengasih, Kulon Progo, Yogyakarta kepada Urbanasia.

Meski begitu ia mengaku tak setuju bila muncul pandangan di masyarakat bahwa pendatang dari Jakarta pasti membawa virus corona.

"Jadi mengatasi masalah ini tuh bukan dengan melekatkan stigma yang malah bisa bikin warga yang sakit/bergejala (COVID-19) jadi takut periksa. Justru harus kesadaran kolektif semua warga, baik pendatang maupun yang stay untuk sama-sama social distancing, sekaligus punya empati kepada sesama," imbuhnya.

Meski begitu, ia mengaku sepakat dengan keputusan Gubernur DIY, Sri Sultan HB X yang menetapkan setiap pendatang dan pemudik yang masuk ke DIY sebagai orang dalam pemantauan (ODP) COVID-19 dan wajib mengisolasi diri secara mandiri selama 14 hari.

Sebelumnya, kebijakan itu disampaikan Sri Sultan HB X pada Kamis (26/3/2020) lalu usai rapat di Kantor Gubernur DIY.

"Saya sampaikan kepada Bupati/Walikota, perangkat, maupun kepada warga masyarakat pendatang yang datang ke Jogja punya kesadaran untuk mengisolasi diri begitu masuk di Jogja dan lakukan pemeriksaan dirinya negatif atau positif. Harapan saya, biar pun ODP naik tinggi, tapi kepastian positif atau negatif serta penularan bisa dikontrol," kata Sultan pada Kamis (26/3/2020) lalu.

Sebab menurutnya, selama ini Yogyakarta masih berada di zona hijau sebelum para perantau ini mudik lebih awal.

"Dengan mudik ini, kami takut justru mereka membawa virus (corona). Jogja selama ini masih (zona) hijau, karena virus coronanya impor (imported case). Mereka (pemudik) pergi kemudian pulang, lalu sakit. Tidak ada yang (terjangkit COVID-19) dari dalam (Jogja)," pungkasnya.

Kini di Yogyakarta sebanyak 15 orang telah dinyatakan positif COVID-19, satu di antaranya dinyatakan sembuh dan tiga lainnya meninggal dunia. 

Sementara itu, hal serupa juga disampaikan oleh Gubernur Jawa Timur, Khofifah Indar Parawansa usai menggelar pertemuan dengan Bupati Lamongan dan Ketua Asosiasi Pedagang Sate Madura di Gedung Negara Grahadi, Sabtu (28/3/2020) lalu.

Menurut informasi yang didapatkannya, ternyata banyak pelaku UMKM di Jakarta yang berasal dari Jawa Timur, dengan terbanyak berasal dari Lamongan. Untuk itu, ia meminta agar para perantau ini untuk tidak mudik hingga kondisi aman.

"Mereka (Bupati Lamongan dan Asosiasi Pedagang Sate Madura) mengimbau agar mereka yang berada di Jakarta (perantau) tetap tinggal di rumah saja. Jangan mudik, agar saling melindungi," kata Khofifah.

Namun, jika ada warganya yang ngotot untuk pulang lebih awal dan telah tiba di Jawa Timur, Khofifah memastikan mereka bisa diobservasi selama 14 hari sebelum kembali ke rumah masing-masing.

"Kalau diketahui mereka sudah sampai, kami akan meminta Bupati atau Wali Kota untuk menyiapkan ruang observasi 14 hari. Sehingga keluarganya pun bisa memaklumi untuk kebaikan semuanya," pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait