URnews

Beredar di Indonesia, Obat COVID-19 Remdesivir Dibanderol Rp 3 Juta

Anisa Kurniasih, Sabtu, 3 Oktober 2020 12.17 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Beredar di Indonesia, Obat COVID-19 Remdesivir Dibanderol Rp 3 Juta
Image: Penampakan obat antivirus remdesivir dengan merk dagang covifor. (Hetero)

Jakarta - Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) RI telah memberikan izin edar untuk obat antivirus remdesivir dengan merk dagang covifor untuk pasien COVID-19.

Obat yang diimpor dari India tersebut telah didistribusikan sejak 1 Oktober 2020 dan dibanderol seharga Rp 3 juta. Hal itu diungkapkan President Director Kalbe, Vidjongtius dalam Press Conference Peluncuran Obat Antivirus Covivor (Remdesivir) secara virtual.

FYI, di masa lalu obat antivirus remdesivir digunakan dalam penanganan wabah Ebola. Nah, selama pandemi COVID-19, banyak negara yang menguji obat remdesivir untuk pasien virus corona dan memberikan hasil yang baik.

"Covifor siap dipasarkan mulai hari ini ke seluruh provinsi di Indonesia. Untuk harganya adalah Rp 3 juta rupiah per dosis," ujar President Director Kalbe, Vidjongtius.

Namun guys, rupanya obat remdesivir sendiri tidak akan didistribusikan untuk kebutuhan pribadi maupun lahan bisnis, loh.

 Vidjongtius mengatakan, semua penanganan serta distribusi obat tersebut akan langsung ke rumah sakit agar digunakan secara tepat kepada pasien COVID-19.

"Jadi tidak bisa ke instalasi yang lain seperti apotek, tetapi langsung ke rumah sakit," tegasnya.

dr. Erlina Burhan, salah satu anggota tim Satuan Gugus Tugas COVID-19,  yang juga dokter spesialis paru dari RS Persahabatan menambahkan, efek samping remdesivir sendiri kemungkinan mempengaruhi organ hati dan ginjal.

Maka dari itu, uji coba yang dilakukan tidak pada pasien dengan masalah liver dan ginjal. Pasien yang dipilih juga harus berusia di atas 18 tahun untuk meminimalisasi efek yang tidak diinginkan.

"Jadi efek samping dari remdesivir ini adalah diduga akan memengaruhi hati atau liver dan juga ginjal," tutur dr Erlina Burhan dalam kesempatan yang sama.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait