URguide

Berkonflik di Kantor Itu Sehat!

Wildanshah, Jumat, 27 Mei 2022 11.25 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Berkonflik di Kantor Itu Sehat!
Image: Ilustrasi konflik. (Pixabay)

Jakarta - Saya menyukai dinamika dan dialektika dalam setiap perkerjaan, ini yang membuat kita cerdas dan makin tangkas. 

Dari Patrick Lencioni, seorang pakar manajemen, saya belajar, bahwa membangun tim tidaklah mudah, kerena tim yang terdiri dari manusia  tidak akan pernah sempurna, jadi memperbaiki dan mengembangkan tim adalah hal yang wajar.

Bahkan suasana kantor yang terlihat harmonis membuat saya cemas, biasanya ini hanya situasi yang semu, dimana semua orang takut menyatakan pendapat, tunduk pada irasionalitas struktural, dan paling berbahaya tidak ada rasa saling percaya sesama. 

Konflik adalah hal yang wajar, karena kita saling percaya bahwa setiap kritik tidak akan membuat orang tumbang, terbawa perasaan atau merasa dijatuhkan. 

Tanpa rasa saling percaya, seperti ‘teman baru’ kenal, kita menjaga perasaannya, berhati-hati dalam bersikap, kesannya selalu basa-basi, akhirnya pertemuan tersebut tidak menghasilkan apapun selain membuang waktu. 

Berbeda dengan sahabat ‘lama’, karena rasa percaya yang begitu erat, kita begitu merdeka bersikap, jujur dalam mengutarakan gagasan, dan tidak pernah takut untuk melontarkan kritik tajam. Suka tidak suka, kepercayaan akan semakin terbangun pada sebuah lembaga jika dimulai dari saling menuntut kinerja satu sama lain.

Saya paling sebal, banyak orang beralasan menghindari konflik atas nama ‘nggak enakan’ dan ‘biar nggak panjang urusannya’, padahal konflik selalu menjadi bahan bakar dalam mempercepat dan  menghemat waktu. 

Mungkin tanpa kita sadari, dengan selalu menghindari konflik, kita sebenarnya sedang merugikan diri sendiri dan tim, karena kita akhirnya selalu menghadapi masalah yang sama berkali-kali tanpa ada penyelesaian sama sekali.

Bila tidak saling percaya, jangan pernah berharap  kita akan terlibat dengan konflik terbuka yang konstruktif dan strategis. Kita hanya akan kelelahan untuk terus memelihara ‘kenyamanan kerja’ yang dibuat-buat.

Jika ruang dialektika terbuka, dan kita bisa menerima konflik sebagai vitamin organisasi, berdasarkan pengalaman saya, perdebatan selalu terjadi dengan seru dan ide baru tumbuh subur di antara orang kreatif dengan orang kritis dalam sebuah kantor. 

Orang kritis selalu bergulat dengan data, fakta, dan angka. Singkatnya, orang kritis itu selalu berangkat dari realitas. Sedangkan, bagi orang kreatif, yang penting bukan realitas hari ini tapi bagaimana persepsi orang terhadap realitas.

Apa perbedaan dari keduanya? Orang kritis percaya jika realitas diubah maka persepsi orang ikut berubah. Berbanding terbalik dengan orang kreatif, mengubah realitas adalah hal mudah, perkerjaan sulitnya sebenarnya mengubah persepsinya.

Orang kreatif mengupayakan membangun masa depan yang hebat, sedangkan orang kritis fokus pada masa kini. Orang kritis ingin selalu menciptakan program yang lebih baik, orang kreatif menerobos untuk membuat program yang berbeda.

Orang kritis dan orang kreatif sama-sama dibutuhkan dalam sebuah organisasi. Konflik di antara keduanya akan menyehatkan suasana kantor, membuat segala hal menjadi menarik, memicu inovasi yang berani, gagasan  yang semakin sempurna.

**) Penulis merupakan Komisaris perkumpulan Warga Muda, Inisiator Local Heroes Network dan Chief Destruction Officer Mindstream!. Sejak awal ia berkarir sebagai youth development specialist yang telah dipercaya baik oleh institusi pemerintahan, lembaga swasta dan CSO. Saat ini ia tergabung ke dalam Indonesia Consortium for Cooperative Innovation (ICCI) dan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI).

**) Tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis secara pribadi, bukan pandangan Urbanasia

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait