URnews

BMKG: Cuaca Ekstrem Masih Dapat Terjadi hingga April, Termasuk Hujan Es

Nivita Saldyni, Selasa, 22 Februari 2022 14.33 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
BMKG: Cuaca Ekstrem Masih Dapat Terjadi hingga April, Termasuk Hujan Es
Image: Ilustrasi. (Dok. BMKG)

Jakarta - Sejumlah daerah di Indonesia dihebohkan dengan fenomena hujan es yang terjadi pada Senin (21/2/2022). Di Jawa Timur misalnya, Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) Klas I Juanda melaporkan bahwa kemarin hujan es terjadi di Surabaya, Nganjuk, Madiun, dan Kediri.

Terbaru, Deputi Bidang Meteorologi BMKG, Guswanto mengatakan bahwa potensi cuaca ekstrem seperti fenomena hujan es, hujan lebat dan puting beliung masih dapat terjadi hingga Maret-April mendatang. Hal itu dikarenakan pancaroba.

"Mengingat potensi cuaca ekstrem berupa puting beliung, hujan es, hujan lebat disertai kilat/petir dan angin kencang masih dapat terjadi hingga Maret-April mendatang, maka BMKG mengimbau masyarakat untuk tetap waspada terhadap kemungkinan terjadinya potensi cuaca ekstrem tersebut serta dampak yang dapat ditimbulkan berupa bencana hidrometeorologi," kata Guswanto lewat keterangan, Selasa (22/2/2022).

Soal kejadian cuaca ekstrem berupa fenomena hujan es sendiri, Guswanto mengatakan bahwa hal ini terjadi dalam sepekan terakhir di beberapa wilayah. Ia mencatat beberapa di antaranya Surabaya, Lampung, Bekasi, dan lainnya. Fenomena ini disertai dengan hujan intensitas lebat yang disertai kilat/petir dan angin kencang dalam durasi singkat.

Penjelasan Fenomena Hujan Es

Lebih lanjut, Guswanto menjelaskan bahwa hujan es merupakan salah satu fenomena dari cuaca ekstrem yang terjadi dalam skala lokal. Fenomena ini ditandai dengan jatuhan butiran es dari awan dan dapat terjadi dalam periode beberapa menit.

"Fenomena hujan es dapat terjadi karena dipicu oleh adanya pola konvektifitas di atmosfer dalam skala lokal-regional yang signifikan," kata Guswanto.

"Hujan es dapat terbentuk dari sistem awan konvektif jenis Cumulonimbus (Cb) yang umumnya memiliki dimensi menjulang tinggi yang menandakan bahwa adanya kondisi labilitas udara signifikan dalam sistem awan tersebut sehingga dapat membentuk butiran es di awan dengan ukuran yang cukup besar," jelasnya lebih lanjut.

Nah, besarnya dimensi butiran es dan kuatnya aliran udara turun dalam sistem awan CB atau yang dikenal dengan istilah ‘down draft’ itu dapat menyebabkan butiran es dengan ukuran yang cukup besar yang terbentuk di puncak awan Cb tersebut turun ke dasar awan hingga keluar dari awan dan menjadi fenomena hujan es. Kecepatan downdraft dari awan Cb yang signifikan dapat mengakibatkan butiran es yang keluar dari awan tidak mencair secara cepat di udara.

"Bahkan ketika sampai jatuh ke permukaan bumi pun masih dalam berbentuk butiran es yang dikenal dengan fenomena hujan es," pungkas Guswanto.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait