URtrending

Buntut Pemaksaan Hijab, Kepsek dan 3 Guru SMAN 1 Banguntapan Dinonaktifkan

Nivita Saldyni, Kamis, 4 Agustus 2022 17.16 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Buntut Pemaksaan Hijab, Kepsek dan 3 Guru SMAN 1 Banguntapan Dinonaktifkan
Image: Sultan HB X (Foto: Humas Pemda DIY)

Yogyakarta - Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Sri Sultan Hamengku Buwono X menyatakan pihaknya memberikan sanksi tegas kepada kepala sekolah dan tiga guru di SMAN 1 Banguntapan, Bantul terkait kasus dugaan pemaksaan siswi berhijab. Saksi itu berupa penonaktifan yang berlaku mulai hari ini, Kamis (4/8/2022).

"Satu kepala sekolah, tiga guru saya bebaskan dari jabatannya, tidak boleh ngajar dulu sampai nanti ada kepastian," ujar Sultan kepada wartawan di Kompleks Kepatihan, Kota Yogyakarta, Kamis.

Sultan memastikan, penonaktifkan ini dilakukan seiring dengan penyelidikan oleh Disdikpora. Ia pun meminta agar pelanggaran serupa tak boleh terjadi lagi di kemudian hari. 

Lebih lanjut, Sultan menegaskan pemaksaan pemakaian hijab sebenarnya tak boleh terjadi di sekolah-sekolah negeri. Sebab dalam Permendikbud Nomor Nomor 45 Tahun 2014 tentang Pakaian Seragam Sekolah Bagi Peserta Didik Jenjang Pendidikan Dasar Dan Menengah tidak ada aturan yang mewajibkan atribut agama tertentu jadi seragam sekolah. Sekolah, imbuh Sultan, juga tak boleh melarang peserta didiknya mengenakan seragam sekolah dengan model pakaian kekhususan agama tertentu berdasarkan kehendak mereka sendiri maupun orang tua atau walinya.

"Yang salah bukan anaknya, yang salah itu kebijakan itu melanggar (jika terbukti adanya pemaksaan), yang harus ditindak itu guru atau kepala sekolah yang memang memaksa itu," tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah DIY Kadarmanta Baskara Aji menjelaskan kebijakan ini diambil demi kelancaran kegiatan belajar dan mengajar di SMAN 1 Banguntapan, Bantul. Adapun empat orang yang dinonaktifkan itu antara lain kepala sekolah, dua guru bimbingan konseling, dan satu orang wali kelas.

Sebelumnya kasus ini muncul saat tim Ombudsman Republik Indonesia (ORI) Perwakilan DIY-Jateng melakukan pemantauan PPDB di SMAN 1 Banguntapan, Bantul pada 19 Juli 2022. Saat itu tim ORI Perwakilan DIY-Jateng menerima informasi adanya siswi yang menangis di kamar mandi sekolah tersebut selama satu jam. Laporan itu kemudian ditindaklanjuti dengan meminta penjelasan kepada pihak sekolah.

Berdasarkan keterangan pihak sekolah, siswi itu menangis karena ada masalah keluarga. Saat itu, siswi yang bersangkutan sudah ditenangkan di UKS.

Berselang satu hari kemudian, Aliansi Masyarakat Peduli Pendidikan Yogyakarta (AMPPY) melaporkan adanya seorang siswi kelas X di SMA tersebut yang mengalami depresi berat karena diduga dipaksa mengenakan hijab saat Masa Pengenalan Lingkungan Sekolah (MPLS). Akibatnya, siswi tersebut dilaporkan sempat mengurung diri di kamar rumahnya dan enggan berbicara dengan orang tuanya.

Laporan itu kemudian mendapat respons dari berbagai pihak, antara lain Dinas Pendidikan, Pemuda, dan Olahraga (Disdikpora) DIY, Ombudsman DIY, Komisi Perlindungan Anak Indonesia, hingga Itjen Kemendikbudristek. Hingga akhirnya Disdikpora DIY melakukan investigasi dan memeriksa sejumlah pihak untuk mengusut kasus tersebut.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait