URnews

Digital Leadership Kunci Kepala Daerah Hadapi Disrupsi dan Pandemi

Wildanshah, Sabtu, 8 Agustus 2020 14.51 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Digital Leadership Kunci Kepala Daerah Hadapi Disrupsi dan Pandemi
Image: Ilustrasi digital leadership. (Freepik)

Jakarta - Disrupsi teknologi dan pandemi telah mengubah segalanya, mulai dari gaya hidup masyarakat hingga hubungan antara warga negara dengan pemerintah.

Saat ini masyarakat semakin terbiasa menggunakan berbagai aplikasi seluler, augmented reality, e-money, dan teknologi lainnnya untuk kebutuhan sehari-hari.

Di level lokal, pemerintah daerah masih berusaha mengadopsi teknologi dan beradaptasi dengan pandemi agar tetap relevan dengan perilaku masyarakat yang turut berubah.

Terlihat setiap daerah sedang mencari caranya masing-masing dalam merespon situasi terkini. Sejak pandemi, kebutuhan akan teknologi semakin tinggi, penetrasi digital di akar rumput terbukti meluas didorong oleh kebutuhan untuk tetap bekerja atau berinteraksi.

Bahkan, dalam diskusi virtual Sekolah Politik Indonesia pada Jumat malam, 3 Juli 2020, Menteri Koordinartor Bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan “Pandemi COVID-19 menjadi momentum bagi percepatan transformasi digital”. 

Sepertinya pemerintah akan sangat serius melakukan akselerasi teknologi di berbagai lini. Di sisi bersamaan, pemerintah daerah “ditekan” oleh situasi objektif untuk mulai membenahi diri, terutama dalam urusan melayani masyarakat.

Dalam iklim sosial seperti ini, tantangan terberat pemerintah daerah di masa pandemi adalah meyelaraskan birokrasi dengan kemajuan teknologi.

Ini langkah paling strategis bagi pemerintah daerah karena operasionalisasi melalui interaksi digital jelas lebih integratif, transparan, mudah, akurat, hemat dan cepat.

Pemerintah daerah diharapkan oleh masyarakat mampu mengoptimalkan potensi-potensi yang terkandung pada platform digital. Artinya, di masa sekarang, untuk mencapai agenda reformasi birokrasi, kepala daerah perlu memiliki wawasan digital dan berani berinovasi dalam meningkatkan layanan publiknya.

Dapat dikatakan, sebenarnya ini merupakan babak baru bagi implementasi Peraturan Presiden No. 95 tahun 2018 mengenai Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). Tujuan dengan adanya SPBE, diharapkan semua sistem tata kelola pemerintah daerah dapat terintegrasi secara digital di seluruh Indonesia. 

Berdasarkan kebijakan itu, seluruh instansi pemerintah wajib menerapkan tata kelola pemerintahan berbasis digital atau lebih populer disebut sebagai e-government.

Implementasi e-government dinilai dalam menekan praktik curang dalam birokrasi, seperti praktik korupsi, kolusi dan nepostisme selama pandemi ini berlangsung maupun sesudahnya.

Pemerintah daerah juga harus menerima sebuah fakta bahwa kekuatan politik juga telah bergeser dari aktor-aktor pemerintah ke kelompok-kelompok non-pemerintah, dan dari institusi-insitusi yang ekslusif kepada jaringan-jaringan yang inklusif.

Karena dengan adanya teknologi, ekosistem sosial cenderung menjadi egaliter dan mengizinkan siapapun memberikan pengaruh kepada stakeholder dengan cara yang hampir tidak mungkin dilakukan 15 tahun yang lalu.

Menghindar atau menolak, pemerintah daerah merupakan pihak yang paling terkena dampak pandemi dan disrupsi. Ada anggapan bahwa memimpin di saat ini jauh lebih sulit jika dibandingkan masa lalu. Karena kepala daerah sekarang dapat diawasi dan dikritisi oleh  kekuatan transnasional, nasional, provinsial, lokal bahkan individual.  

Teknologi menopang kekuatan warga, memberikan cara-cara baru bagi aspirasi untuk diutarakan entah dengan petisi online atau gerakan hastag.

Maka dari itu, pemerintah daerah, dalam bentuknya sekarang, akan dipaksa berbenah, karena pemerintah daerah semakin dilihat bukan sebagai “penguasa daerah” tetapi lebih sebagai “pelayan publik” yang bisa dievaluasi kinerjanya secara “rutin” oleh masyarakat melalui media sosial.

Kemampuan pemerintah daerah beradaptasi menjadi  penentu keberlangsungan hajat hidup semua pihak di tingkat lokal.

Dengan demikian, kepala daerah yang siap menyambut dunia yang sedang bergerak secara eksponensial, sebaiknya memilih birokrasi yang lebih ramping, efisien, dinamis dan tangkas.

Langkah ini tentu saja tidak mudah, mungkin bagi perusahaan yang terbiasa dengan kompetisi dan inovasi, pandemi merupakan momentum untuk bermanuver membuka peluang-peluang baru.

Tetapi, bagi birokrasi pemerintah daerah, yang terbiasa dengan cara kerja tradisional, pertemuan tatap muka yang rutin, dan kordinasi hirarkis yang kaku, mengubah skema kerja seperti pukulan telak yang menyakitkan buat mereka.

Perlu upaya yang proaktif dan konsisten untuk benar-benar membawa para aparat birokrasi melompat ke paradigma baru.

 

**) Penulis merupakan Komisaris perkumpulan Warga Muda, Inisiator Local Heroes Network dan Chief Destruction Officer Mindstream!. Sejak awal ia berkarir sebagai youth development specialist yang telah dipercaya baik oleh institusi pemerintahan, lembaga swasta dan CSO. Saat ini ia tergabung ke dalam Indonesia Consortium for Cooperative Innovation (ICCI) dan Asosiasi Ilmu Politik Indonesia (AIPI).

**) Tulisan ini merupakan tanggung jawab penulis secara pribadi, bukan pandangan Urbanasia

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait