URstyle

Bahas Digital Health, Emil Dardak: Pemerintah Perlu Kolaborasi dengan Swasta

Nunung Nasikhah, Sabtu, 27 Juni 2020 12.48 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Bahas Digital Health, Emil Dardak: Pemerintah Perlu Kolaborasi dengan Swasta
Image: Screenshot konferensi kesehatan digital #WeTheHealth melalui Zoom. (Urbanasia)

Jakarta – Isu kesehatan masyarakat di masa pandemi coronavirus disease (COVID-19) seperti saat ini menjadi fokus utama dari banyak pihak terutama pemerintah.

Selain menerapkan strategi penanganan kasus COVID-19 yang semakin meningkat, pemerintah baik pusat maupun daerah juga dihadapkan oleh masalah kesehatan lain di luar COVID-19.

Terlebih saat ini, pemerintah dan masyarakat harus berperang secara terang-terangan melawan virus corona dalam kondisi tatanan hidup baru atau new normal.

Wakil Gubernur Jawa Timur, Dr. H. Emil Elestianto Dardak, M.Sc. mengatakan, pemerintah perlu melakukan kerjasama dengan sektor swasta untuk mengembangkan pelayanan kesehatan publik di masa pandemi seperti saat ini.

Menurutnya, kehadiran swasta dalam sektor pelayanan kesehatan akan dapat memicu berbagai inovasi sehingga muncul pola kompetisi untuk memberikan pelayanan kesehatan terbaik bagi masyarakat.

“Jadi jangan sampai juga kemudian lebih kental kepada istilahnya monopolistic power. Misalnya satu klinik menguasai suatu daerah tertentu, kemudian tidak ada kompetisinya maka tidak ada drive untuk compete,” kata Emil dalam konferensi kesehatan digital #WeTheHealth dengan tema “Peran Swasta dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Sektor Kesehatan di Daerah” yang diselenggarakan oleh Jovee dan Lifepack, Sabtu (27/6/2020).

Emil menambahkan, tidak hanya dalam pelayanan kesehatan secara tatap muka, kolaborasi sektor publik dan swasta juga harus mulai bergeser ke digital health atau pelayanan kesehatan berbasis digital.

“Saya rasa jadi menarik sekarang bahwa pelayanan kesehatan ini dengan adanya digital orang bisa menikmati karya-karya dari private sector tanpa terbelenggu oleh jarak tanpa, terbelenggu oleh lokasi, karena sekarang kan bisa diakses secara remote,” tutur Emil.

Untuk itu, ia menekankan bahwa di satu sisi, penting sekali ada regulasi yang mendasari kolaborasi sektor pemerintah dengan swasta.

“Karena kami sebagai kepala daerah selalu dinilai dari berapa yang kita bangun di rumah sakit pemerintah, karena dianggap rumah sakit pemerintah adalah suatu bentuk kehadiran negara,” jelasnya.

Emil menegaskan bahwa kolaborasi sektor pemerintah dengan swasta sebenarnya telah diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) nomor 38 tahun 2015.

Dalam Perpres itu disebutkan, Menteri/Kepala Lembaga/Kepala Daerah dapat bekerjasama dengan Badan Usaha baik BUMN, BUMD, swasta, badan hukum asing, atau koperasi dalam penyediaan infrastruktur.

Pasal 2 Ayat (2) Perpres tersebut mengatakan, kerjasama Pemerintah dengan Badan Usaha dalam penyediaan infrastruktur dilakukan melalui skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU) berdasarkan ketentuan dan tata cara sebagaimana diatur dalam Peraturan Presiden tersebut.

“Menurut saya di sini (pemerintah) harus ekspansi ke digital (health) juga. Misalnya private sector bekerja sama dengan sebuah rumah sakit mengkonversi itu (pelayanan kesehatan) menjadi digital,” kata Emil.

“Kita percaya bahwa harus ada satu ruang bagi private sector berkembang. Selain itu juga harus membangun sistem yang membangun kompetisi karena kalau tidak tentunya masyarakat tidak dapat yang terbaik,” imbuhnya.

Emil mencontohkan, salah satu kolaborasi sektor publik dengan swasta dalam pelayanan kesehatan bisa dalam bentuk monitoring pasien secara berkala.

“Misalnya pasien keluar dari rumah sakit tapi kemudian ia tidak bisa dimonitoring berkala, lalu ia kembali (ke rumah sakit) dalam keadaan parah lagi. Padahal sebenarnya bisa saja setelah selesai (pengobatan) dengan maintaining, monitoring yang ketat maka (kondisi pasien) akan lebih baik,” papar Emil.

Selain itu, ia juga mencontohkan, dalam kasus COVID-19, kolaborasi juga bisa dilakukan untuk menekan angka kematian pasien COVID-19 melalui sharing informasi mengenai rekam medis pasien yang memiliki riwayat komorbid.

“Ternyata untuk BPJS Kesehatan ini punya data pasien yang komorbid dan kemudian ini akan diserahkan ke pemerintah. Nanti yang komorbid ini akan dapat extra-attention,” tutur Emil.

“Nah ini bisa bekerjasama dengan sehatpedia. Bagaimana kita bisa memberikan perhatian ekstra kepada yang komorbid ini tadi tapi datanya sangat sangat private jadi memang harus hati-hati,” sambungnya.

“Kita berharap dengan adanya monitoring ekstra terhadap mereka yang punya komorbid mereka bisa dihindari dari resiko untuk terkena COVID-19,” lanjutnya.

Sementara itu, Natali Ardianto, CEO Jovee & Lifepack, dalam kesempatan yang sama mengatakan, sebagai bagian dari sektor pelayanan kesehatan publik, lifepack yang merupakan platform e-farmasi tersebut hadir sebagai pelengkap dari banyaknya telemedicine yang mulai bertumbuhan di Indonesia.

“Tapi setelah telemedicine apa yang dilakukan? Menebus obat. Jadi ya semoga kami bisa membantu menjawab menutup dari hulu ke hilir sehingga itu bisa menjadi satu ekosistem yang lengkap dan bisa mendukung program-program pemerintah,” pungkas Natali.

Selain Emil Dardak, konferensi kesehatan digital #WeTheHealth dengan tema “Peran Swasta dalam Peningkatan Kualitas Pelayanan Sektor Kesehatan di Daerah” tersebut juga dihadiri oleh Bupati Trenggalek H. Mochamad Nur Arifin, dr. Slamet, MHP, Staf Ahli Menteri bidang Teknologi Kesehatan dan Globalisasi Kementerian Kesehatan RI, dan Rico Mardiansyah dari SehatPedia Kementerian Kesehatan RI.

#WeTheHealth sendiri merupakan konferensi kesehatan digital pertama di Indonesia yang menjadi wadah informasi seputar isu kesehatan dalam rangka menghadapi new normal.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait