URnews

Eks Kompolnas: Polisi Sudah Sesuai SOP Tembak Pelaku di Mabes Polri

Nivita Saldyni, Kamis, 1 April 2021 14.44 | Waktu baca 4 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Eks Kompolnas: Polisi Sudah Sesuai SOP Tembak Pelaku di Mabes Polri
Image: Detik-detik ZA melakukan penyerangan di Mabes Polri, Rabu (31/3/2021). (Ist)

Jakarta - ZA (25) tewas di tempat usai melakukan aksi penyerangan di Mabes Polri, Rabu (31/3/2021). Terkait langkah polisi melepas tembakan ke arah ZA, Andrea H. Poeloengan, Mantan Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas) 2016-2020 pun memberikan tanggapannya.

"Saya agak bingung mengapa terutama Polda Metro Jaya dan Densus 88 Anti Teror dapat kecolongan seperti ini. Mengingat sejak kejadian KM 50 hingga penangkapan di Makassar dan kemudian belakangan hari di Jakarta yang walau secara profesional seharusnya kejadian di Mabes Polri ini sudah bisa diprediksi karena diantaranya ada upaya menunjukan bahwa FPI terkait dengan beberapa kegiatan terorisme atau radikalisme kaitannya dengan penangkapan beberapa waktu belakangan ini seperti di Makassar dan Condet," kata Andrea lewat keterangan resmi yang diterima Urbanasia di Jakarta, Kamis (1/4/2021).

Meski demikian, Andrea menilai langkah polisi kepada ZA sudah sesuai SOP. Apalagi setelah dikonfirmasi, ZA sempat melakukan aksi yang membahayakan nyawa orang lain dengan melakukan enam kali tembakan kepada petugas polisi yang berjaga.

"Enam kali tembakan, diantaranya tembakan jarak dekat pada pos jaga, dengan keadaan tidak tahu senjata yang digunakan pelaku apakah Air Gun yang sudah dimodifikasi atau tidak, yang jelas pada saat itu ancaman yang dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bisa saja terjadi. Wajar tidak perlu ada peringatan dan langsung menembak hingga akhirnya mematikan," jelasnya.

Hal ini, menurut Andrea sudah sesuai dengan Peraturan Kapolri Nomor 8 tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia. Dalam peraturan tersebut, beberapa pasal menjelaskan prosedur penggunaan senjata api oleh anggota kepolisian. Seperti yang dijelaskan dalam Pasal 47 dan 48 berikut ini:

Pasal 47

(1) Penggunaan senjata api hanya boleh digunakan bila benar-benar diperuntukkan untuk melindungi nyawa manusia.

(2) Senjata api bagi petugas hanya boleh digunakan untuk:

a. dalam hal menghadapi keadaan luar biasa;

b. membela diri dari ancaman kematian dan/atau luka berat;

c. membela orang lain terhadap ancaman kematian dan/atau luka berat;

d. mencegah terjadinya kejahatan berat atau yang mengancam jiwa orang;

e. menahan, mencegah atau menghentikan seseorang yang sedang atau akan melakukan tindakan yang sangat membahayakan jiwa; dan

f. menangani situasi yang membahayakan jiwa, dimana langkah-langkah yang lebih lunak tidak cukup.

Pasal 48

Setiap petugas Polri dalam melakukan tindakan kepolisian dengan menggunakan senjata api harus memedomani prosedur penggunaan senjata api sebagai berikut:
a. petugas memahami prinsip penegakan hukum legalitas, nesesitas dan proporsionalitas.

b. sebelum menggunakan senjata api, petugas harus memberikan peringatan yang jelas dengan cara:
1. menyebutkan dirinya sebagai petugas atau anggota Polri yang sedang bertugas;
2. memberi peringatan dengan ucapan secara jelas dan tegas kepada sasaran untuk berhenti, angkat tangan, atau meletakkan senjatanya; dan
3. memberi waktu yang cukup agar peringatan dipatuhi.

c. Dalam keadaan yang sangat mendesak dimana penundaan waktu diperkirakan dapat mengakibatkan kematian atau luka berat bagi petugas atau orang lain disekitarnya, peringatan sebagaimana dimaksud pada huruf b tidak perlu dilakukan.

Nah berpedoman pada aturan tersebut, Andrea mengatakan bahwa kantor polisi seagai instansi pelayanan publik tak boleh berkesan menakutkan. Mereka harus mencitrakan diri sebagai sosok yang ramah dengan penuh salam, senyum dan sapa. 

"Untuk itu selain atmosfir ramah tersebut, demi keselamatan bersama, pelayanan markas polisi juga perlu dilengkapi dengan upaya dan alat pendeteksian dini serta pencegahan," imbuhnya.

Untuk itu perlu juga dilakukan evaluasi agar kejadian serupa tak terulang kembali. Evaluasi ini perlu dilakukan terhadap sistem pengamanan markas di Mabes Polri dan kinerja beberapa tokoh.

Mulai dari Kapolda PMJ sebagai penanggung jawab wilayah, Mabes Polri yang berada di Propinsi DKI, Kadensus sebagai penanggung jawab pendeteksian dan pencegahan aksi terorisme, Kadiv Propam sebagai penanggung jawab Pengamanan Internal, dan Kayanma sebagai penanggung jawab detasemen markas dan pelayanan markas termasuk dalam upaya pendeteksian dan pencegahan agar tidak terulang kembali lolosnya orang masuk membawa senjata. Namun perlu diingat, nuansa ramah dalam pelayanan publik harus dipertahankan.

"Untuk perbaikan kualitas dan sinergi internal Polri, maka perlu ada Irwasum yang memimpin langsung Pemeriksaan Khusus serta Audit Investigative yang dilakukan Irwasum beserta jajarannya terhadap mereka mereka yang disebut di atas terkait dengan kejadian di Mabes Polri tersebut," tutup dosen STIK-PTIK ini.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait