Rasio Tracing COVID-19 Disebut Terendah, Gugus Tugas Surabaya Buka Suara
Surabaya - Pemerintah Kota (Pemkot) Surabaya membantah bahwa tracing yang dilakukan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 di Kota Pahlawan ini tidak maksimal. Pemkot mengklaim bahwa tracing di Surabaya telah dilakukan secara masif dan faktual.
Koordinator Bidang Pencegahan Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Surabaya, Febria Rachmanita mengatakan tracing di Surabaya dilakukan oleh petugas puskesmas.
Tracing bukan hanya melacak kontak erat pasien, tapi juga hingga mengecek tempat kerja dan melacak kontak pasien selama 14 hari ke belakang. Tracing pun dilakukan dengan mengonfirmasi ulang data yang didapat dari Gugus Tugas Provinsi Jatim hingga mendapat angka yang valid dan faktual.
Namun sayangnya, Kepala Dinsa Kesehatan Kota Surabaya itu mengatakan sering kali ada data yang diterima pihaknya seringkali tak sesuai dengan keadaan di lapangan.
“Jadi pernah saya dapat angka 280 confirm dari provinsi (Jatim), itu setelah kami teliti ternyata hanya 100. Setelah kami cek lihat (lapangan), ternyata (sisanya) itu bukan orang Surabaya. Sudah ditelusuri oleh Puskesmas orangnya tidak ada di tempat (alamat) itu,” kata Febria dalam rilis resmi Pemkot Surabaya, Kamis (18/6/2020).
Wanita yang akrab disapa Feny ini mengaku hal itu tidak terjadi sekali dua kali. Bahkan beberapa hari belakangan ini data kasus positif COVID-19 warga Surabaya dari Gugus Tugas COVID-19 Jatim sering kali tidak sesuai.
"Misalnya, pada tanggal 14 Juni 2020, data yang diterima sebanyak 180 kasus confirm warga Surabaya, namun setelah dicek di lapangan hanya 80 orang. Kemudian, pada tanggal 15 Juni 2020, data confirm yang diterima 280 orang, dan setelah dicek hanya 100. Lalu tanggal 16 Juni 2020, ada 149 kasus confirm yang diterima dan dicek ternyata hanya ada 64 orang," jelas Feny.
Untuk itu ia mengaku pihaknya selalu melakukan pengecekan ulang data warga Surabaya yang dinyatakan positif COVID-19 setiap harinya.
"Kami lakukan pengecekan begitu dapat data dari provinsi. Puskesmas akan mencari apakah benar orangnya ada di situ, apakah benar orang itu tinggal di situ, apakah benar alamat itu ada," pungkasnya.
Feny pun menyebut, beberapa kali data antara Gugus Tugas Provinsi Jatim dan Kota Surabaya sering tak cocok. Ada yang alamatnya ganda, ada juga pasien yang diketahui tidak tinggal di Surabaya lagi.
"Ada juga dia pakai alamat KTP saudaranya di Surabaya, padahal orangnya tinggalnya di luar kota. Dia ke sini (Surabaya) berobat pakai alamat kakaknya. Itu sering terjadi," pungkasnya.
Hal ini menurutnya seringkali membuat data confirm COVID-19 dari Gugus Tugas Provinsi Jatim tidak sinkron sekitar 50 persen dengan milik Gugus Tugas Kota Surabaya. Meski begitu, Feny mengatakan pihaknya akan terus bekerja keras dan berupaya untuk memutus rantai penyebaran COVID-19 di Ibu Kota Provinsi Jawa Timur ini.
"Kami kerja sesuai dengan tupoksi dan kami terus menangani COVID-19 dengan kerja keras. Tidak hanya rumah sakit, warga masyarakatnya pun membentuk Kampung Tangguh Wani Jogo Suroboyo," tegasnya.
Sebelumnya, Laporan Analisa Harian COVID-19 yang diperoleh dari Gugus Tugas Nasional per Rabu, 17 Juni 2020 menyebut bahwa rasio tracing di Kota Surabaya terendah di Jatim. Hal ini didapatkan dari pernyataan Ketua Rumpun Kuratif Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19 Jatim, dr Joni Wahyuhadi.
"Kami ada data yang membuat setiap malam itu kami ngenes (miris), yaitu daerah yang case-nya banyak tapi tracingnya rendah. Surabaya tracingnya hanya 2,8 persen dari 1 kasus positif yang ditemukan dari tracing Kota Surabaya," kata Joni di Gedung Negara Grahadi, Rabu lalu.
Sementara itu komitmen tracing tertinggi jatuh kepada Kabupaten Kediri dengan rasio tracing sebesar 19,9 persen.
Menanggapi pernyataan Joni, Feny berharap ke depannya Gugus Tugas Provinsi Jatim bisa memverifikasi validitas data lebih dulu sebelum menyampaikan ke publik. Sehingga tak ada kesalahan persepsi bahwa data yang Gugus Tugas Provinsi Jatim dan Kota Surabaya tidak sinkron.