URnews

Fakta-fakta dan Kronologi Dugaan Kasus Pelecehan Siswa di Sekolah SPI

Shelly Lisdya, Selasa, 3 Agustus 2021 17.25 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Fakta-fakta dan Kronologi Dugaan Kasus Pelecehan Siswa di Sekolah SPI
Image: Ilustrasi pelecehan seksual (Pinterest/siumed)

Malang - Beberapa waktu lalu ramai diperbincangkan kasus dugaan pelecehan seksual di SMA Selamat Pagi Indonesia (SPI) Kota Batu, Jawa Timur.

Padahal, sekolah tersebut merupakan salah satu pioner pemberlakuan sistem double track di Jawa Timur. Berikut beberapa fakta dan kronologi dugaan pelecehan yang terjadi di SPI, yang telah dirangkum Urbanasia, Selasa (3/8/2021).

1. Diduga dilakukan sejak tahun 2009

Pada akhir Mei 2021 lalu, Ketua Komnas Perlindungan Anak Arist Merdeka Sirait melaporkan kasus dugaan kekerasan seksual tersebut ke Polda Jatim. 

Awal mula kasus ini mencuat adalah adanya aduan dari seorang korban. Kala itu, sebanyak tiga korban baru berani membuka suara. Pihaknya pun langsung mengumpulkan keterangan dari siswa dan alumni.

Usai diulik terus menerus, Arist menyebut ada belasan siswa yang mengaku menjadi korban aksi bejat yang dilakukan pemilik SMA SPI berinisial JE itu, bahkan aksinya pun diduga terjadi sejak 2009.

"Ada sekitar 15 siswa dan hanya tiga yang serius," katanya kepada awak media waktu itu.

2. Dilakukan di beberapa tempat

Arist juga menyebut jika JE diduga melakukan perbuatan tidak terpuji itu dibeberapa tempat, lingkungan sekolah, rumah pribadi bahkan di luar negeri.

Diketahui, sekolah tersebut memang dikenal dengan keunggulan program kewirausahaan, sehingga kerap diundang ke luar negeri. Para peserta didik pun dicetak untuk siap menjadi entrepreneur.

"Selain dilakukan di sekolah juga dilakukan di luar negeri, bahkan di kapal pesiar. Jelas ini kejahatan yang terencana," tegasnya saat mendampingi korban di Kota Batu, Sabtu (19/6/2021).

Tak hanya itu saja, bahkan ada korban yang mengalami kekerasan seksual di bathtub atau bak mandi. Sementara kekerasan seksual di rumahnya terjadi di Surabaya. 

"Di kediaman JE, korban dipanggil secara perorangan. Saat itu korban mengalami kekerasan seksual," imbuhnya.

3. Korban dari berbagai kalangan

Korban tak hanya siswa saja melainkan para alumni SMA SPI. Bahkan, para peserta didik yang menjadi korban ini banyak yang berasal dari berbagai daerah hingga keluarga miskin.

Korban dari beberapa daerah itu antara lain Palu, Kalimantan Barat, Kudus, Blitar, Kalimantan Timur, dan sebagainya.
 
4. Eksploitasi ekonomi

Tak hanya mendapat kekerasan seksual, para korban juga mengalami kekerasan fisik dan eksploitasi ekonomi. Bahkan aksi bejat JE telah dilakukan berulang kali.

Untuk eksploitasi ekonomi, para korban yang notabene masih menjadi pelajar dengan rentan masih di bawah umur itu dipekerjakan melebihi jam waktu kerja hingga mengabaikan kewajiban belajar.

"Jadi misalnya ada tamu, ya mereka harus melayani tamu pukul 09.00 WIB, padahal itu jam sekolah. Artinya itu mengabaikan pendidikannya," terang Arist.

Para korban pun tak diberi upah oleh JE, mereka hanya diberi reward berupa tabungan. Dengan rincian untuk siswa kelas satu diberi reward Rp 100 ribu per bulan, kelas dua diberi reward Rp 200 ribu per bulan, dan kelas tiga diberi Rp 500 ribu per bulan.

1605535131-sexual-harassment.jpegSumber: Ilustrasi pelecehan seksual. (Pixabay)

5. Mendapat kekerasan fisik

JE rupanya juga tega memberikan penyiksaan kepada peserta didiknya, dikatakan Arist dari keterangan para korban menyebut jika mereka kerap disiram dan ditendang jika melakukan kesalahan.

"Apabila ada tamu kemudian ada kesalahan bicara tidak berdasarkan skripsi ke tamu, mereka ini disiram dan ditendang. Mereka ini kan masih sekolah kadang ngantuk kemudian tidur sembunyi-sembunyi ketahuan langsung disiram dan pelakunya itu pengelola (JE)," bebernya.

7. Jumlah korban mencapai puluhan

Arist mengungkapkan jika korban kekerasan seksual terus bertambah hingga mencapai puluhan orang atau sekitar 60 orang. Dari jumlah tersebut sebanyak 14 orang telah diperiksa polisi.

"Betul, ada yang melapor melalui lsyanan hotline Polres Kota Batu dan Polda Jatim diperkirakan ada 40 laporan. Demikian juga P2TP2A Kota Batu," katanya kepada Urbanasia, Selasa (3/8/2021).

Jumlah tersebut bisa saja masih bertambah, apalagi bila data posko pengaduan atau hotline di Polres Batu dan Podla Jatim dikumpulkan. Kesaksian para korban pun dapat menguatkan pemeriksaan polisi.

8. Diperiksa polisi

Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Gatot Repli Handoko mengatakan pihaknya telah memeriksa dua orang dari SMA SPI. Selain memeriksa kepala sekolah dan guru, penyidik juga telah melakukan pemeriksaan kepada 14 orang saksi pelapor. Sejumlah empat orang diantaranya telah dilakukan visum.

9. Gelar perkara

Untuk menemukan kebenaran material serta kepentingan penyidikan terhadap kasus kejahatan seksual yang diduga dilakukan oleh JE akan dilakukan gelar perkara biasa bertempat di ruang rapat Pratisara Widya Lantai 2 Direskrimum Polda Jatim.

Dikatakan Arist, gelar kasus ini akan dihadiri pelapor, kuasa hukum korban serta tim khusus Komnas Perlindungan Anak, demi keadilan hukum bagi korban.  

Dengan digelarnya kasus ini diharapkan akan menemukan unsur kebenaran materil untuk meningkatkan status terduga pelaku dari saksi menjadi tersangka, sehingga kasus tindak pidana luar biasa ini menjadi terang benderang. 

"Sesungguhnya unsur kebenaran materil penyidikan dan alat bukti petunjuk sudah cukup untuk menjadikan kasus ini sebagai tindak pidana khusus dan luar biasa (extraordinary crime), dengan demikian terduga pelaku sudah dapat ditahan untuk diserahkan kepada Jaksa Penuntut Umum," katanya.

10. Ancaman hukuman

Arist menambahkan, apabila gelar perkara kelak menemukan kebenaran materil atas laporan korban, berkas dan terduga pelaku sudah dapat ditahan dengan ancaman pasal berlapis sesuai ketentuan UU RI Nomor 17 Tahun 2016 tentang Penerapan PERPU No. 01 Tahun 2016 tentang Perubahan Kedua Atas UU RI Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak dan PP Nomor 70 Tahun 2020 tentang Tatalaksana KEBIRI suntik kimia (Kastrasi-red) dengan ancaman 10 tahun pidana penjara minimal dan maksimal 20 tahun dan semur hidup bahkan dapat diancam dengan hukuman pidana mati.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait