URguide

Kisah Bangkit Atlet Difabel Laura Aurelia hingga Ingin Jadi Psikolog

Shelly Lisdya, Jumat, 19 Maret 2021 19.32 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kisah Bangkit Atlet Difabel Laura Aurelia hingga Ingin Jadi Psikolog
Image: Atlet renang difabel, Laura Aurelia Dinda. (Instagram @laurellia)

Jakarta - Laura Aurelia Dinda, atlet renang Indonesia harus menerima kenyataan ketika dokter mendiagnosa lumpuh pada tahun 2015 lalu. 

Cerita itu bermula ketika Laura terjatuh di kamar mandi. Tepat satu hari sebelum Pekan Olah Raga Pelajar Daerah (POPDA) 2015 dimulai. Selama satu bulan ia tak merasakan apa pun, hingga akhirnya ia merasakan sakit punggung.

Ternyata, Laura terlambat dalam penanganan dan dokter pun mendiagnosanya lumpuh, sehingga harus menggunakan kursi roda dalam aktivitasnya.

Sedih, marah dan kecewa yang ia alami kala itu. Bahkan ia sempat mengalami depresi dan hampir bunuh diri ketika mengetahui kabar tersebut. Bagaimana tidak, sebelumnya Laura adalah atlet renang reguler, dan kini harus pindah sebagai atlet difabel.

"Pasti sedih dan hilang semangat. Bahkan aku sampai jadi orang yang pemarah. Selama hampir satu tahun itu aku denial, aku meyakinkan aku masih bisa berjalan. Sampai akhirnya pelatihku ngajak latihan secara difabel, akhirnya yaudah aku mulai latihan lagi," ungkapnya bareng Urbanasia lewat URlife, Jumat (19/3/2021).

Tak lama, ia menceritakan, alasan ia kembali semangat berenang adalah ketika pelatihnya mengajak latihan dan ia melihat teman difabel lainnya.

"Setelah aku lihat terus aki diam, dan aku nggak latihan selama dua bulan. Salah satu yang menjadi alasan semangat, karena aku lihat mereka jauh lebih parah dari aku dan nggak dapat support sistem," beber wanita kelahiran 22 September ini. 

Mahasiswi psikologis Universitas Gadjah Mada (UGM) ini pun menyebut ia sangat beruntung karena memiliki support sistem. Mereka tak lain adalah keluarga, sahabat, pelatih, dan orang terdekatnya.

"Akhirnya aku sadar kalau aku tuh bisa mendapatkan semuanya. Aku mendapat dukungan dan pendidikan dari orang tuaku. Dan akhirnya aku memberanikan diri untuk berenang lagi," jelasnya.

Pekan Paralimpik Nasional (Peparnas) XV/2016 menjadi ajang turnamen pertamanya sebagai atlet difabel. Berkat semangat dan dukungannya, ia pun meraih medali perak. 

Prestasi ini lah yang mendongkrak semangatnya kembali, seperti ketika ia pertama kali mengikuti perlombaan renang ketika ia duduk di bangku SD. Kala itu, ia hanya iseng hanya untuk mengobati penyakit asmanya. Kemudian, ia mencoba untuk mengikuti lomba dan menang. 

"Jadi, aku kembali kayak dulu. Happy gitu, dan akhirnya aku bangkit semangat lagi," katanya.

Pada ajang ASEAN Para Games 2017 lalu, Laura pun sukses menjadi atlet difabel perempuan pertama yang berhasil menggondol dua medali. Tak hanya itu, ketika ia bertanding di Kuala Lumpur, Malaysia, ia mengalahkan pesaingnya pada renang gaya bebas putri 100 meter kategori S6 dan 50 m kategori S5. Dalam ajang tersebut, Laura mencapai finish dengan catatan waktu 01:30.77 dan 40.48 detik saja. 

Hanya saja, saat ini ia lebih fokus untuk menyelesaikan skripsinya demi meraih cita-cita yang didambanya, yakni sebagai psikolog.

"Untuk jadi atlet renang iya, tapi sementara nggak ikut pertandingan karena fokus ngelarin skripsi. Karena aku ingin jadi psikologis, di mana aku lebih fokus untuk nyembuhin mental para atlet difabel agar mereka lebih semangat lagi, pilihan terakhir aku tertarik ke forensik," tandasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait