URnews

Heboh Glorifikasi Eks Napi Pedofilia, Terjadi Karena Ketidakpekaan Televisi?

Nivita Saldyni, Kamis, 9 September 2021 20.58 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Heboh Glorifikasi Eks Napi Pedofilia, Terjadi Karena Ketidakpekaan Televisi?
Image: Ilustrasi pelecehan seksual. (Pixabay)

Jakarta - Bebasnya pedangdut Saipul Jamil usai lima tahun menjalani hukuman di penjara atas kasus pelecehan seksual tengah jadi sorotan. Glorifikasi di berbagai tayangan yang disiarkan oleh berbagai stasiun televisi (TV) pun menuai kritik tajam dari publik.

Nah Urbanasia pun telah membahasnya dalam URtalks ‘Pro Kontra Glorifikasi Eks Napi Pedofilia’ yang disiarkan secara langsung di Instagram pada Kamis (9/9/2021).

Dalam kesempatan tersebut, Komisioner Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) Bidang Pendidikan Retno Listyarti menyebut bahwa hal ini merupakan ketidakpekaan stasiun TV yang menyiarkannya terhadap kejahatan seksual terhadap anak. Terlebih lagi, TV sejatinya adalah saluran milik publik yang seharusnya digunakan untuk kepentingan publik.

“Saya khawatir anak-anak yang menonton dan tahu siapa dia, kan bisa cari di internet, pas lihat ‘oh kasus ini, kejahatan seksual’. Lalu anak yang belum paham itu menganggap ‘oh kalau kejahatan seksual itu kejahatan biasa’. Saya khawatir ini menjadi edukasi buruk bagi anak-anak kita. Jadi ini bentuk ketidakpekaan televisi terkait kejahatan seksual terhadap anak,” kata Retno.

Sementara itu dalam kesempatan yang sama, Poppy R. Dihardjo, perwakilan Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) mengatakan bahwa TV berbeda dengan media lain seperti media sosial ataupun YouTube. Hal itulah yang menurutnya kemudian membuat kita tak punya pilihan untuk mengganti kanal sesuai keinginan kita.

“Karena menggunakan frekuensi publik, semua orang gak punya pilihan mengganti channel. Sekarang mengganti channel pun sebenarnya kalau semuanya memberitakan kan sama aja bohong. Artinya kan kita tidak punya pilihan,” kata Poppy.

Menurut Poppy hal ini bukan hanya berlaku bagi Saipul Jamil, namun juga berlaku bagi seluruh pelaku kekerasan seksual lainnya di luar sana. Sebab yang menjadi permasalahan adalah perbuatan yang telah dilakukan seseorang, bukan individu itu sendiri.

“Masa orang yang keluar dari penjara karena kasus kekerasan seksual lalu diarak dengan mobil mewah, dikalungi bunga. Orang pikir itu prestasi lalu jadinya normalisasi, dong? ‘Oh gak apa-apa lo lakukan kekerasan seksual, nanti keluar penjara lu bisa ngartis lagi’. Itu bahaya untuk mereka yang nonton ini, terutama yang belum bisa berpikir secara kritis,” pungkasnya.

Keduanya pun sepakat bahwa pelaku kekerasan seksual tidak seharusnya mendapat ruang dan memanfaatkan saluran publik. Apalagi sampai terjadi glorifikasi seperti yang kini tengah jadi sorotan.

“Dia boleh melanjutkan hidup, boleh bekerja ya silahkan aja tapi tidak di dunia hiburan dan seolah-olah kita menerima perlakuan ini sebagai sesuatu yang bisa dimaafkan. Yang berhak memaafkan itu ya hanya korban,” pungkas Retno.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait