Ini Loh Pentingnya Anak Vokasi Belajar Kewirausahaan

Jakarta – Setelah lulus dari pendidikan tinggi vokasi, mungkin Urbanreaders merasa bingung untuk memilih pekerjaan. Padahal banyak loh pilihan pekerjaan bagi lulusan vokasi, salah satunya sebagai wirausahawan seperti yang dilakoni Founder Eboni Watch, Afidha Fajar Adhitya.
Sebelum terjun ke bisnis jam kayu, lulusan vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM) ini ternyata sudah cukup lama wara-wiri di dunia usaha loh. Bahkan Eboni Watch merupakan bisnis ke-13 setelah dia mencoba sekitar 12 usaha, Guys.
“Ini sudah tahun kedelapan aku menjalankan Eboni Watch,” katanya kepada Urbanasia beberapa waktu lalu.
Dari pengalamannya tersebut, pria yang akrab disapa Fidha ini mengaku, pendidikan kewirausahaan di kampus vokasi sangat penting. Namun selain itu, menurutnya mengeksekusi ilmu yang kita dapatkan tentu tak kalah penting.
“Dulu ada mata kuliah kewirausahaan. Hanya memang kewirausahaan yang diajarkan masih kompleks dan konvesional. Tapi aku di tahun 2018 sempat ikut (program) inkubator dari Kementerian Perindustrian, di sana aku dua bulan intensif diberikan materi soal bisnis. Jadi sebenarnya kita bisa belajar soal kewirausahaan itu darimana saja, asalkan kita mau berusaha,” tandasnya.
Oleh sebab itu membangun ekosistem kewirausahan di perguruan tinggi vokasi sangat penting, Urbanreaders. Sebab adanya ekosistem kewirausahaan yang baik akan melahirkan lulusan-lulusan vokasi yang siap terjun ke dunia wirausaha, seperti halnya yang disampaikan oleh Kepala Pusat Kerjasama, Pemberdayaan Aset dan Hubungan Internasional Politeknik Negeri Bali (PNB), Prof. Dr. Ir. Lilik Sudiajeng, M.Erg.
“Jadi sejak politeknik didirikan itu kan terjadi gap antara pencari kerja dengan lowongan kerja. Walaupun Politeknik itu didesain untuk menghasilkan lulusan yang kompeten dan sesuai dengan bidang-bidang yang dibutuhkan oleh dunia kerja, usaha, dan industri, tetapi kenyataannya harus kita sadari bahwa peluang kerja yang ada itu memang jauh lebih sedikit dibandingkan angkatan kerja per tahunnya yang menjadi lulusan perguruan tinggi vokasi, termasuk lulusan politeknik,” kata Lilik saat dihubungi Urbanasia lewat telepon.
“Oleh karena itu kami (PNB) mencoba mendorong adik-adik mahasiswa menciptakan suatu ekosistem kewirausahaan. Jangan selalu 100 persen tergantung pada industri kerja, tetapi juga mempunyai pemikiran sejak awal untuk menjadi pencipta peluang kerja, menjadi wirausahawan,” imbuhnya.
Upaya untuk membangun ekosistem kewirausahaan di pendidikan tinggi vokasi itu tampaknya telah dilakukan PNB sejak lama, Guys. Lilik menambahkan, PNB adalah salah satu pendidikan tinggi vokasi yang telah menetapkan visi sebagai lembaga pendidikan tinggi vokasi terdepan penghasil lulusan profesional dan berdaya saing internasional sejak awal berdiri.
“Sejak awal, unsur kewirausahaan ini sudah kami tempatkan sebagai skala prioritas di Politeknik Negeri Bali,” ungkapnya.
Lilik mengungkap, untuk mendukung hal tersebut ada beberapa program yang dijalankan oleh PNB. Mulai dari hadirnya mata kuliah kewirausahaan di setiap program studinya, inkubator bisnis, business plan competition setiap tahunnya, pelatihan dan pembekalan, program magang, hingga pendampingan oleh pakar industri. Semua ini dilakukan untuk menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan pada mahasiswa.
Nah seluruh program tersebut sebenarnya sudah mulai dilakukan sejak lama. Namun lahirnya program pengembangan ekosistem kewirausahaan oleh Direktorat Kemitraan dan Keselarasan Dunia Usaha dan Dunia Industri (Mitras DUDI) diakui Lilik sebagai angin segar bagi pendidikan tinggi vokasi, termasuk PNB.
“Program ini sudah dimulai pada awal tahun 2000, kemudian mendapatkan angin segar dengan peluncuran program pengembangan ekosistem kewirausahaan oleh Mitras DUDI. Ini betul-betul menjadi angin segar sehingga bisa menguatkan,” ungkapnya.
“Dengan adanya program Mitras DUDI ini betul-betul angin segar yang kembali bisa menggairahkan. Bisa menumbuhkembangkan jiwa kewirausahaan, baik bagi para dosen pengelola maupun adik-adik mahasiswa. Jadi match dengan program kami,” sambungnya.
Tentunya, semua program ini dilaksanakan dengan membangun kerjasama dari berbagai pihak. Mulai dari pemerintah, akademisi (PNB), praktisi dari ratusan mitra di berbagai bidang usaha dan industri, tokoh masyarakat, serta media. Hal inilah yang kemudian disebut Lilik sebagai sinergi pentahelix.
Bahkan untuk memperkuat dukungan tersebut, PNB juga menjalin hubungan yang baik dengan para alumni. Apalagi setiap tahunnya, kata Lilik, ada 10 hingga 13 persen alumni PNB yang memilih sebagai wirausahawan di berbagai bidang.
“Jadi kami sekarang mesra banget dengan alumni. Alumni adalah aset kami yang perlu terus dirangkul dan terus diberdayakan,” tutupnya.