URnews

Ini Sederet Fakta Kudeta Militer di Myanmar

Eronika Dwi, Senin, 1 Februari 2021 17.16 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Ini Sederet Fakta Kudeta Militer di Myanmar
Image: Kudeta Militer di Myanmar. (Foto: ANTARA/REUTERS/Shwe Paw Mya Tin/am)

Jakarta - Krisis politik tengah terjadi di Myanmar. Perebutan kekuasaan oleh militer Myanmar terjadi pada Senin (1/2/2121).

Para pemimpin sipil seperti Aung San Suu Kyi, Presiden Win Myint ditangkap dalam penyerbuan yang berlangsung tadi pagi.

Penangkapan terjadi sebelum parlemen menggelar pertemuan perdana, pasca-pemilihan umum (pemilu) pada November 2020 lalu.

Dilansir AFP, Senin (1/2/2021), berikut fakta-fakta tentang kudeta di Myanmar:

1. Awal Mula

1612174175-Pemimpin-Partai-Liga-Nasional-untuk-Demokrasi-Myanmar-Aung-San-Suu-Kyi.jpgSumber: Pemimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi Myanmar Aung San Suu Kyi. (Foto: ANTARA FOTO/REUTERS/Thar Byaw/File Photo/aww)

Aung San Suu Kyi menjadi figur yang sangat populer di Myanmar meski di dunia dia dihujat karena tindakan kreas militer terhadap minoritas Rohingya pada 2017.

Akibatnya, Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang menaunginya menang telak dalam pemilu tahun lalu.

Dia mendapat 258 House of Representatives (majelis rendah), dan 138 House of Nationalities (majelis tinggi).

Total tersebut lebih besar dibanding pemungutan suara tahun 2015 yang membawa mantan pemenang Nobel itu ke tampuk kekuasaan.

Namun, militer Myanmar, yang telah menguasai negara selama 60 tahun, menyebut pemilu 2020 itu tidak beres atau penuh kecurangan.

Militer Myanmar mengklaim telah menemukan lebih dari 10 juta penipuan pemilih dan menuntut komisi pemilihan merilis daftar pemilih untuk pemeriksaan silang.

Tensi mulai meningkat setelah panglima militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing, memperingatkan bahwa dia tak segan mencabut konstitusi jika tidak dihormati.

Pekan lalu, sejumlah tank mulai dikerahkan di jalan-jalan kota utama seperti Naypyidaw dan Yangon, dengan kelompok pro-militer berunjuk rasa terhadap hasil pemilu.

2. Keadaan Darurat

1612174031-kudeta-Myanmar-1.jpgSumber: Kudeta Militer di Myanmar. (Foto: ANTARA FOTO/REUTERS/Stringer/pras)

Angkatan bersenjata Myanmar (Tatmadaw) juga telah mendeklarasikan status darurat militer selama 12 bulan ke depan.

Mantan jenderal yang menjalankan komando militer Yangon, Myint Swe, dan wakil presiden Myanmar saat ini akan menjadi pejabat presiden untuk tahun depan.

Dalam pernyataan di stasiun Televisi, Myint Swe mengatakan kendali atas undang-undang, pemerintahan dan peradilan telah diserahkan kepada Min Aung Hlaing, untuk secara efektif mengembalikan Myanmar ke kekuasaan militer.

3. Apakah Kudeta Ini Pernah Terjadi Sebelumnya?

Rezim militer telah memerintah Myanmar sejak negara itu memperoleh kemerdekaan dari Inggris pada 1948.

Lalu pada 1962, Jenderal Ne Win menggulingkan pemerintahan sipil karena dinilai tak cukup kompeten untuk memimpin negara.

Jenderal Ne Win berkuasa selama 26 tahun dan mundur pada 1988 setelah aksi protes besar-besaran di seluruh negeri terhadap stagnasi ekonomi dan pemerintahan yang otoriter.

Beberapa minggu kemudian, pemimpin junta militer, Jenderal Than Shwe menjadi pengganti Ne Win dalam mengambil alih komando, dengan alasan perlunya memulihkan ketertiban dan keamanan hukum di negara itu.

Pada 2011, Jenderal Than Shwe mengundurkan diri dan menyerahkan kekuasaan pemerintah kepada pensiunan perwira tinggi.

4. Apakah Konstitusi Ini Bakal Tetap Berdiri?

Pada konstitusi 2008, militer memegang kekuasaan besar melalui kementerian pertahanan, perbatasan, dan dalam negeri.

Setiap perubahan dalam kebijakan membutuhkan dukungan atau persetujuan militer, yang menguasai seperempat kursi di parlemen negara tersebut.

Sejak memenangkan pemilu 2015, Suu Kyi dan pemerintahannya mencoba mengubah konstitusi dengan mengupayakan amandemen, namun tak berhasil.

Selama masa jabatan terakhir, Suu Kyi menghindari mendapat jabatan presiden dengan mengambil peran kepemimpinan de facto sebagai 'penasihat negara'.

Menurut analis politik, Soe Myint Aung, celah tersebut tidak diperkirakan oleh militer.

"Dari sudut pandang mereka, angkatan bersenjata telah kehilangan kendali secara signifikan dalam usaha mereka mengintervensi politik," katanya kepada AFP.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait