URedu

Inspiratif! 3 Lulusan Pendidikan Vokasi yang Jadi Pengusaha Sukses 

Shelly Lisdya, Selasa, 13 Juli 2021 21.07 | Waktu baca 5 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Inspiratif! 3 Lulusan Pendidikan Vokasi yang Jadi Pengusaha Sukses 
Image: Ilustrasi pengusaha. (Pixabay)

Jakarta - Dalam menempuh pendidikan vokasi di perguruan tinggi baik negeri maupun swasta, mahasiswa dibekali dengan ilmu kewirausahaan.

Tujuan dalam kurikulum ini ternyata untuk membentuk mahasiswa siap bekerja maupun berwirausaha setelah lulus nanti loh, Urbanreaders!

Bagi sebagian orang, berwirausaha memang tidak mudah, apalagi mereka yang belum pernah sama sekali terjun di dunia bisnis. Mereka akan survive terlebih dahulu dalam mengembangkan bisnisnya, setelah beberapa tahun mereka pun menikmati hasil hingga ratusan juta per bulan loh, siapa saja ya mereka?

Berikut Urbanasia telah merangkum tiga pengusaha yang sukses di usia muda dan merupakan lulusan mahasiswa vokasi. 

1. Owner Breadtime - Wisnu Nugroho

1626183999-WhatsApp-Image-2021-07-13-at-8.02.24-PM.jpegSumber: Wisnu Nugroho, owner Breadtime. Sumber: Istimewa

Dia adalah Wisnu Nugroho lulusan Politeknik Negeri Jakarta (PNJ). Berbekal nekat dan tekad yang kuat, pria kelahiran 1993 ini pun memutuskan untuk berbisnis roti setelah ditolak kerja ratusan kali.

"Aku waktu kuliah Kalau dihitung pengalaman kerja sih kurang lebih empat tahun sebagai freelance. Setelah itu baru mencoba untuk melamar pekerjaan di berbagai perusahaan untuk jadi karyawan tetap, kurang lebih ada 150 perusahaan yang aku lamar dan tidak ada yang memanggil sama sekali," katanya kepada Urbanasia, Jumat (11/6/2021).

Karena lelah mencari kerja, Wisnu pun kemudian membuka usaha warung atau toko kelontong di rumahnya. 

Ide berjualan roti dimulai ketika ia pergi ke minimarket, nah melihat ada peluang Wisnu pun kemudian mencoba membuat roti fresh dan dijual di warungnya.

"Ya itu tadi, dari membuka warung sembako kemudian aku jual roti yang fresh seperti di minimarket. Nah, setelah iseng itu beli mixer yang ukuran kecil waktu itu, ya udah aku tes bermodal belajar di YouTube pas aku coba hasil aku iseng jual di depan warung aku dan ternyata ramai dan kemudian aku bikin mulai banyak roti," tambahnya.

Tak berhenti sampai di situ, Wisnu akhirnya mulai mengembangkan bisnis roti yang dinamakan Breadtime. Wisnu yang tak memiliki pengalaman sebagai pengusaha ini pun tak tinggal diam. Ia mulai belajar hingga akhirnya menjadi suplier roti bikinannya dan mendistribusikan ke kafe dan restoran.

1626184521-WhatsApp-Image-2021-07-13-at-8.02.24-PM-(1).jpegSumber: Wisnu Nugroho, owner Breadtime. Sumber: Istimewa

"Jadi, aku nggak ada pengalaman sama sekali. Ibarat fresh graduate yang cari kerja lah. Aku coba lagi dan aku terus belajar," imbuhnya.

Kini, setelah tiga tahun mengembangkan bisnis rotinya, Wisnu telah memiliki 14 karyawan di mana mereka adalah warga sekitar di kediaman Wisnu di Jakarta. 

"Saat ini aku sudah punya 14 karyawan yang kerja dan itu semua aku mempekerjakan masyarakat sekitar yang artinya aku budidayakan karyawan," ungkapnya.

"Aku sudah melewati fase merintis yang sulit banget mungkin jawabannya sekarang aku mulai menikmati menjadi pengusaha, meskipun terbilang masih kecil. Aku tetap masih belajar untuk memperbaiki sistem, termasuk menggaji karyawan dan lain sebagainya," tutupnya.

2. Founder and Owner Nakamse - Fahiribnu

1626184018-WhatsApp-Image-2021-07-13-at-8.04.06-PM.jpegSumber: Fathiribnu, founder nakamse. Sumber: Istimewa

Memilih sekolah vokasi bagi Fathiribnu adalah keberkahan tersendiri. Pasalnya, ia bisa memperoleh pengalaman kerja dari praktik yang diajarkan di Vokasi Universitas Brawijaya (UB).

"Karena praktik itu, jadi aku lebih tahu dunia kerja duluan, karena magang itu enam sampai delapan bulan aku lupa dan magang itu kami didesain untuk belajar kerna dan ternyata output akhirnya malah ternyata enakan terjun ke dunia bisnis," katanya melalui sambungan telepon kepada Urbanasia.

Usai kerja selama hampir satu tahun, Fathi pun mencoba merintis bisnis yang bergerak di bidang F&B yang dinamakan Nakamse'. Sebelumnya, Fathi ingin menjalankan bisnis dengan mantan owner Museum Angkut tempat ia bekerja.

"Bisnis aku bergerak di bidang F&B dari awal bikin itu pingin bisnis bareng owner-nya salah satu owner Museum Angkut habis itu dulu pingin banget bisnis di aviasi kayak merchandise. Nah, di Museum Angkut itu kan ada zona pesawat jadi cuma pingin merchandise pesawat aja gitu. Aku rasa kok nggak enak ya, ya sudah aku mulai bikin bisnis Nakamse' ini," katanya.

"Tahun 2017 sekitar November awal bikin Nakamse' Itu posisinya aku sudah selesai kuliah, tapi waktu itu masih kerja sebagai freelance videografer," lanjutnya.

Bisnis yang bergerak di franchise ini pun kini membuahkan hasil, setelah ditekuninya selama tiga tahun, Fathi kini memiliki beberapa cabang, yakni di Malang ada dua cabang, Surabaya ada satu cabang dan di Bali ada satu cabang.

 "Rencananya bulan ini akan launching di Kediri," tutupnya.

3. Founder Eboni Watch - Afidha

1626184069-WhatsApp-Image-2021-07-13-at-8.19.12-PM.jpegSumber: Afidha, founder Eboni Watch. Sumber: Istimewa

Menjadi pengusaha sukses ternyata tidak selalu mudah, guys. Hal ini lah yang dialami oleh Founder Eboni Watch, Afidha. 

Sebelum sukses mengembangkan bisnis jam kayunya hingga ekspor ke berbagai negara seperti Paris, Eropa Tengah, US, Asia Tenggara, Korea Selatan, Jepang, Turki dan Australia, Fidha sapaan akrabnya pernah mencoba 12 usaha setelah ia lulus dari Vokasi Universitas Gadjah Mada (UGM).

"Ini sudah tahun ketujuh aku menjalankan Eboni Watch. Untuk ekspor Asia Tenggara hampir seluruh negara. Dan yang jauh itu fu Afrika Selatan sama Rusia," katanya kepada Urbanasia, Rabu (16/6/2021).

"Nah, aku udah usaha macem-macem sih terus yang terakhir itu tahun 2012 di kerajinan kulit. Jadi Eboni itu usaha ke-13 saya aku udah 12 kali usaha tapi kayaknya nggak cocok," lanjutnya.

 

1626184354-WhatsApp-Image-2021-07-13-at-8.19.03-PM.jpegSumber: Proses pembuatan Eboni Watch. Sumber: Istimewa

Alasan ia menekuni Eboni Watch yang berlokasi di Klaten, Jawa Tengah ini adalah ia menyukai kerajinan sejak kecil. 

"Karena basic-nya saya suka kerajinan dari kecil. Terus, kenapa aku terjun di kayu ini karena melihat peluang yang pertama, kayak lucu gitu ya ada jam kayu. Tapi kok rasanya gede ya, akhirnya memulai bikin sendiri dengan desain yang agak kecil dan minimalis yang dipakai bisa pas gitu," lanjutnya.

Awalnya, Fidha menggunakan vendor untuk membuat jam tangan kayunya. Namun karena molor dan dikomplain customer, Fidha pun memutuskan untuk memproduksi sendiri jam tangannya.

"Setelah pakai vendor, akhirnya aku bisa produksi sendiri di tahun 2018. Mulai teknikal sampai finishing itu aku benar-benar bisa sendiri," ungkapnya.

Meski pandemi, ternyata bukan lagi halangan bagi Fidha. Bahkan pesanan jam tangan yang sering mendapatkan awards ini melonjak tajam hingga 300 kali lipat, guys.

"Kalau di Indonesia yang ngomonginnya ya kami market terbesar ketiga gitu untuk jam tangan kayu loh ya. Karena emang jualan jam kayu itu susah siapa juga yang mau beli jam kayu. Alhamdulillahnya meningkat tajam, di tahun 2019 setiap bulan itu cuma produksi 300, terus tahun 2020 itu 1.000 jam per bulan dan sekarang itu udah bisa 1.200 jam per bulan," terangnya.

"Kenapa bisa survive selama pandemi? Karena aku invest di perusahaanku dan produknya. Aku mikirnya si Eboni ini harus punya karakter dan harus terkenal sebagai sebuah merek, jadi jangan cuma Eboni ini jam kulit kayu gitu, harus punya personal sendiri yang orang mikirnya kami punya karakter, makanya kayak kemarin sampai di pandemi itu banyak banget industri kecil UKM punya dampaknya, tapi Eboni malah naik sampai 300 kali lipat," pungkasnya.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait