URnews

Kak Seto Pertanyakan Pelaku Pelecehan Seksual SPI Belum Ditahan

Nivita Saldyni, Kamis, 7 Juli 2022 20.29 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kak Seto Pertanyakan Pelaku Pelecehan Seksual SPI Belum Ditahan
Image: Ka Seto. (Instagram @kaksetosahabatanak)

Jakarta - Kabar yang menyebutkan bahwa pelaku pelecehan seksual di Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI), JEP belum ditahan meski berstatus terdakwa mengundang keheranan banyak pihak. 

Ketua Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Seto Mulyadi alias Kak Seto turut mempertanyakan alasan pelaku predator anak itu tak kunjung ditahan. 

"Itu saya juga menanyakan, terdakwa di mana-mana kan ditahan. Pengalaman dan sepengetahuan saya beberapa kasus yang begitu ya mungkin dianggap kurang cukup bukti. Makanya saya juga menganjurkan kumpulkan bukti selengkap mungkin," katanya saat dihubungi Urbanasia, Kamis (7/7/2022). 

Kak Seto lantas merinci beberapa data yang masih perlu dikumpulkan dalam kasus ini, salah satunya terkait jumlah korban. 

Menurut Kak Seto, jumlah korban dalam kasus pelecehan seksual di SPI ini terus menyusut dari yang awalnya berjumlah 60 kemudian berkurang jadi 30 dan menyusut lagi tinggal 12. 

"Kemudian yang diperiksa di pengadilan kok cuma satu? Ini kan harus diperkuat," imbuhnya.

Kak Seto menambahkan, dari fakta persidangan juga tampak adanya kekurangan data. Salah satu data, kata dia, juga bisa diperoleh dari si pelakunya. 

Pasalnya, Kak Seto menyebut saat ini yang lebih difokuskan adalah sesuatu yang berdasarkan pengamatan perilaku, kognitif behavioristik. Adapun dasarnya didapat dari wawancara kepada semua pihak, mulai korban, keluarga, teman, dan lingkungan.

“Kemudian juga kalau menurut saya sampai pelakunya. Pelakunya juga dimintaI izin ke polisi untuk masuk sel dan tanya kepada pelakunya, minta informasi yang lengkap bahwa itu benar-benar terjadi," jelasnya.

Kak Seto pun berharap semua pihak yang terlibat dalam kasus ini untuk jujur. Sehingga jika memang terdakwa terbukti bersalah, maka pengadilan bisa menghukum seberat-beratnya sesuai amanat undang-undang.

Sebaliknya, ia juga mewanti pihak-pihak terkait untuk tidak melakukan rekayasa dengan tujuan untuk menjatuhkan pihak-pihak tertentu.

“Saya tidak berharap dan semoga tidak ada rekayasa di kasus ini karena kalau itu hasil rekayasa atau 'pesanan' dan sebagainya, maka nanti akan melemahkan perjuangan untuk perlindungan anak dan kekerasan seksual," sambungnya.

Untuk itu ia mengajak seluruh pihak untuk memperjuangkan hak anak dengan sopan, beretika dan berestetika. Bukan malah dengan cara-cara kasar yang malah menciderai gerakan perlindungan anak.

Terkait kasus ini, ia mengajak semua pihak untuk percaya kepada lembaga peradilan. Ia juga menyayangkan sikap-sikap permusuhan bahkan sampai menuding dirinya yang sudah puluhan tahun memperjuangkan hak anak sebagai pembela pelaku kekerasan pada anak.

"Kasihan teman-teman lain jadi nggak berani berjuang di perlindungan anak karena takutnya difitnah seperti itu. Jadi jangan sampai ini sekedar alat. Kalau pun misalnya nanti hakim ada 'masuk angin', ada komisi yudisial. Kita sampaikan juga ke komisi yudisial. Misal yang 'masuk angin' di kepolisian, ada Kompolnas, kita juga bisa mengadu ke Mabes Polri dan sebagainya," tutupnya. 

Kasus kekerasan seksuai di SMA SPI terungkap pada akhir Mei 2022. Dalam kasus ini, Julianto Eka Putra selaku pendiri SPI didakwa melakukan kekerasan seksual kepada murid-murid yang bersekolah di sekolah tersebut.

Namun kasus ini kembali mencuat setelah Deddy Corbuzier mendatangkan korban perkosaan dalam podcastnya. Dalam tayangan itu, terungkap bahwa Julianto Eka masih bebas dan belum ditahan.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait