URguide

Kata Psikolog soal Bahaya Romantisisasi Depresi

Nivita Saldyni, Minggu, 6 Desember 2020 15.44 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kata Psikolog soal Bahaya Romantisisasi Depresi
Image: Ilustrasi depresi. (Freepik)

Malang - Urbanreaders mungkin sudah tak asing lagi dengan istilah romantisisasi depresi. Tapi, tahukah kamu kalau ternyata hal ini bisa membahayakan bagi diri kita?

Ketua Himpunan Psikologi Indonesia (HIMPSI) Malang, M. Salis Yuniardi menjelaskan, ada beberapa bahaya yang akan terjadi jika kita meromantisasi depresi. Salah satunya, timbul kebiasaan baru untuk meromantisasi depresi itu sendiri.

"Merujuk teori operant conditioning dari B.F Skinner, suatu perilaku tunggal misal 'curhat dirinya depresi/bipolar' atau melakukan romantisasi depresi di media sosial yang pelakunya merasa dapat reward akan cenderung diulang dan diulang dan jadi kebiasaan," kata Salis kepada Urbanasia, Minggu (7/12/2020).

Adapun reward yang dimaksud Salis di sini adalah adanya kelegaan karena beban sedikit tercurahkan, atau bisa juga mendapat komentar atau respons empati atau social support dari orang lain ya. Nah kalau hal itu terus dilakukan, maka bisa-bisa muncul gangguan kepribadian pada diri kita loh.

"Ini akan menginternalisasi membentuk pola pikir (saya ini orang yang rapuh dan butuh dukungan), pola emosi (saya ini orang yang tidak bahagia), pola perilaku (suka dramatisasi di medsos, suka mengeluh bahkan untuk hal yang hanya sedikit kurang, suka nyari perhatian, dan sebagainya). Ketika sudah menjadi pola pikir, pola emosi, dan pola perilaku, itulah kepribadian," jelasnya.

"Karena itu romantisisasi depresi yang alamiah karena beratnya beban dan depresi masih bisa diterima dan positif daripada terus dipendam. Namun jika itu jadi kebiasaan maka akan mensugesti diri secara negatif dan membentuk kepribadian menjadi pengeluh, mudah rapuh, suka cari perhatian, dan sebagainya sebagaimana di atas yang merupakan ciri-ciri dari gangguan kepribadian," lanjut Salis.

Selain kebiasaan yang menimbulkan gangguan kepribadian, meromantisasi depresi juga bisa benar-benar membuatmu mengalami depresi.

"Jadi (bahaya) jangka panjangnya, bisa jadi kita akan mengalami gangguan kepribadian dan depresi yang sebenarnya. Belum lagi jika ternyata kita juga dapat komen negatif dan kita tidak kuat mental," ungkapnya.

Untuk itu, Salis mengajak Urbanreaders untuk selalu berpikiran positif tentang diri sendiri maupun kehidupan dan masa depan. Kamu bisa mensugesti diri kamu dengan mengucap kalimati seperti ini:

"Saya bahagia, saya sehat mental, saya optimis dan masa depan saya cerah karenanya."

"Jika ada masalah lebih baik diselesaikan secara langsung atau jika butuh curhat, lakukan dengan orang dekat ataupun profesional. Jangan membiasakan diri sedikit-sedikit curhat lewat medsos yang belum tentu menyelesaikan masalah, dan malah sering menambah masalah baru," pesannya.

 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait