URnews

Kecam Sikap KPI soal Kasus Pelecehan, Berikut 3 Tuntutan KOMPAKS

Alwin Jalliyani, Minggu, 12 September 2021 10.20 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kecam Sikap KPI soal Kasus Pelecehan, Berikut 3 Tuntutan KOMPAKS
Image: Kantor KPI. (Dok. KPI)

Jakarta – Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kekerasan Seksual (KOMPAKS) merilis pernyataan sikap mengenai kasus kekerasan seksual dan perundungan di Komisi Penyiaran Indonesia (KPI).

“Pasca pemberitaan yang masif terkait kasus perundungan dan kekerasan seksual, perkembangan terbaru terkait penanganan kasus ini menunjukkan situasi yang tidak berpihak pada korban,” tulis KOMPAKS dalam rilis yang diterima Urbanasia, Sabtu (11/9/2021).

Lebih lanjut, KOMPAKS menerangkan ketidakberpihakan yang dimaksud meliputi rencana pelaporan balik pihak terlapor dengan UU ITE dan adanya upaya penyelesaian masalah di luar hukum dengan mediasi.

“Korban juga tidak dapat dilaporkan balik atas dugaan pencemaran nama baik berdasarkan SKB yang diterbitkan Menteri Kominfo, Jaksa Agung, dan Kapolri tentang Pedoman Implementasi Pasal-pasal Tertentu dalam UU ITE, yakni tuduhan terhadap pihak terlapor harus dibuktikan terlebih dahulu dalam proses hukum,” jelas KOMPAKS.

KOMPAKS turut mengecam sikap dan respons KPI dalam menindaklanjuti laporan kekerasan seksual serta perundungan yang mengabaikan hak dan kepentingan korban.

“Penting bagi lembaga negara seperti KPI untuk dapat memahami kondisi korban yang masih trauma untuk bertemu dengan terduga pelaku atau pihak terlapor secara langsung dan tanpa didampingi kuasa hukum,” terangnya.

Dalam rilis pernyataan sikap, KOMPAKS mengeluarkan sejumlah tuntutan sebagai berikut.

1. Pihak kepolisian untuk terus melanjutkan proses penyidikan terhadap laporan kekerasan seksual dan perundungan yang dialami oleh korban, secara transparan dan mengutamakan perlindungan dan pemulihan korban dan keluarga korban;

2. Ketua Komisi Penyiaran Indonesia beserta jajarannya untuk:

● Bertanggung jawab atas kelalaiannya dengan memastikan tidak lagi terjadi kekerasan (termasuk kekerasan seksual) dalam institusinya dan menciptakan ruang kerja yang aman dengan memiliki standar prosedur operasional (SOP) lembaga mengenai Pencegahan dan Penanganan Kekerasan (termasuk kekerasan seksual) yang berperspektif pada kepentingan korban

●Memiliki keberpihakan kepada korban dengan menjamin kebutuhan, perlindungan, dan keamanan pada korban, serta memastikan korban dan keluarganya memperoleh dukungan psikososial yang memadai dan agar korban selalu didampingi oleh kuasa hukumnya selama proses hukum berlangsung;

● Libatkan pihak eksternal yang berpengalaman dalam penanganan kasus kekerasan seksual dan perundungan dalam proses penanganan kasus ini oleh KPI sehingga bisa menyeimbangkan ketimpangan relasi kuasa dari pihak[1]pihak di dalam KPI yang menjadi terduga pelaku atau pihak terlapor;

● Tidak memfasilitasi proses perdamaian di luar proses hukum yang tujuannya hanya untuk menjauhkan terlapor dari tanggung jawab hukum atas perbuatan yang dilakukannya kepada korban selama bertahun-tahun;

● Memberikan sanksi yang tegas kepada Kepala Divisi dan orang-orang yang sudah mengetahui kejadian tersebut dari laporan korban pada tahun 2019.

3. Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga yang berwenang sebagai pengawas KPI untuk memanggil Ketua KPI Pusat beserta jajarannya agar melakukan evaluasi terhadap penanganan kasus perundungan dan kekerasan seksual di internal KPI.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait