URguide

Kisah Farwiza Farhan, Aktivis Lingkungan Aceh yang Masuk ‘TIME 100 Next’

Suci Nabila Azzahra, Rabu, 26 Oktober 2022 13.38 | Waktu baca 2 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kisah Farwiza Farhan, Aktivis Lingkungan Aceh yang Masuk ‘TIME 100 Next’
Image: Farwiza Farhan (Instagram @wiiiiza)

Jakarta - Dia adalah Farwiza Farhan, aktivis lingkungan dan Ketua Yayasan Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh (Haka), yang wajahnya menjadi sampul di majalah TIME 100 Next. Masuknya Wiza dalam daftar tersebut tak lepas dari kecintaannya terhadap lingkungan. 

Wiza yang pernah menjalani pendidikan PhD di Department of Cultural Anthr Anthropology and Development Studies di Radboud University Nijmegen, Netherlands, pada 2014 itu bukan hanya bekerja di bidang konservasi, tetapi merupakan pendiri dari HAkA.

HAkA (Hutan, Alam, dan Lingkungan Aceh), merupakan salah satu LSM lokal di Aceh yang berjuang untuk melindungi ekosistem Leuser di Sumatera.

Selain melindungi dengan menjalankan berbagai program yang mendukung, Wiza juga melindungi Ekosistem Leuser dengan melawan pemerintah dan perusahaan-perusahaan besar yang mengancam hanya ingin memanfaatkan Leuser untuk sumber keuntungan pribadi mereka. Seperti gugatan Wiza terkait dengan beberapa pembangunan di Leuser pada 2012 yang dimenangkannya.

Sebagai Ketua dan Co-Founder HAkA, Wiza berupaya memperjuangkan Ekosistem Leuser yang lebih sehat.

Ekosistem Leuser yang menjadi fokus dari HAkA merupakan tempat terakhir dari beberapa spesies yang terancam punah, seperti harimau, orangutan, gajah, dan badak. Di Leuser, spesies tersebut masih dapat ditemukan secara bersamaan.

Dengan memberdayakan masyarakat, mengambil tindakan hukum dan memobilisasi kampanye lokal, nasional dan global, Farwiza dan timnya membantu membuka jalan bagi pembangunan berkelanjutan yang sejati bagi masyarakat.

Dampaknya pada konservasi yang digerakkan oleh masyarakat diakui dengan Future for Nature Award (FFN) 2017, Whitley Award 2016 dan Pritzker Emerging Environmental Genius Award 2021.

Wiza juga tidak asing dengan kasus-kasus hukum terhadap pemegang konsesi perkebunan, seperti kasusnya pada 2012 saat melawan perusahaan kelapa sawit yang membuka hutan secara ilegal, yang berakhir dengan denda sebesar US$ 26 juta atau sekitar Rp 395,4 miliar dan diwajibkan untuk merestorasi Rawa Gambut Tripa di Ekosistem Leuser.

Menurut Wiza dan para konservasionis lainnya yang melestarikan Ekosistem Leuser, ini merupakan sinyal kuat bagi proyek-proyek pembangunan di masa depan untuk tidak mengabaikan implikasi lingkungan demi kepentingan rencana mereka sendiri.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait