URguide

Kisah Maria Tri Sulistyani dalam Sukseskan ‘Papermoon Puppet Theater’

Shelly Lisdya, Selasa, 25 Oktober 2022 17.13 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kisah Maria Tri Sulistyani dalam Sukseskan ‘Papermoon Puppet Theater’
Image: Maria Tri Sulistyani bersama karyanya. (Instagram/riapapermoon)

Jakarta - Siapa sih yang nggak kenal sama Maria Tri Sulistyani atau yang akrab disapa Ria? Ya, dia dikenal karena menciptakan pertunjukan teater boneka yang bisa disaksikan oleh penonton dewasa, dengan nama Papermoon Puppet Theater. 

Bahkan teater ini telah dipertunjukkan di berbagai negara seperti Vietnam, Malaysia, Singapura, India, Korea Selatan, Jepang, hingga Amerika Serikat loh. Lantas bagaimana ya dia memulai kariernya?

Inspirasi menjadi seorang seniman wayang boneka muncul ketika Ria tinggal di lingkungan para seniman Yogyakarta. 

Ria mengaku, menciptakan sesuatu adalah hobinya sejak kecil. Komunitas ini pada awalnya hanya bernama Papermoon saja dan berdiri diawali dengan keinginan Ria belajar wayang dan kemudian membuat pementasan teater untuk anak anak. 

Inspirasinya datang ketika ia bersinggungan dengan anak-anak, kemudian jadilah sebuah komunitas yang menggabungkan seni rupa dan pertunjukan

“Papermoon merupakan komunitas yang menggabungkan seni rupa dan pertunjukan,” kata Ria, dikutip laman Fisipol UGM, Selasa (25/10/2022).

Perjalanan Papermoon sendiri dimulai sejak tahun 2006, kala itu Ria bersama temannya mengumpulkan modal dengan berjualan lauk dan menitipkannya ke angkringan. Modal ini digunakan untuk menyewa satu kamar kos dan menjadi rumah produksi Papermoon.

“Modal awal Papermoon hingga seperti sekarang ini hanya dari berjualan sate usus, gorengan, sate kepala ayam dan dititipkan ke beberapa angkringan. Saya ingat betul, kami harus membayar kamar kos sebesar Rp 70 ribu per bulan untuk ruang produksi Papermoon,” ujar Ria. 

Perubahan nama Papermoon menjadi Papermoon Puppet Theatre terjadi setelah Ria dan suaminya mantap untuk menjadi seniman wayang boneka, setelah mereka berkesempatan pergi ke Amerika untuk research mengenai wayang boneka.

Memperpanjang usia sebuah karya seni bagi Ria adalah sebuah kewajiban. Telah berdiri selama belasan tahun, tentu banyak lika-liku perjalanan yang dilalui. 

1666692700-Boneka-Kayu.jpgBoneka kayu koleksi Papermoon Puppet Theater.(Instagram/riapapermoon)

Ria menyebut menjadi seniman teater boneka merupakan tantangan baginya, karena minimnya seniman Indonesia yang bergerak di bidang ini, sehingga ia merasa minim referensi di Indonesia. 

Untuk itu, membangun jaringan, membangun ekosistem, merawat tim kerja dengan sebaik baiknya, pandai melihat obstacle, merawat teman, penonton, dan jaringan merupakan kunci utama dalam mempertahankan karya seni.

“Ekosistem dan jaringan menjadi sebuah kunci bertahannya Papermoon Puppet Theatre. Maka, menjaga dan merawatnya adalah tips bertahannya Papermoon Puppet Theatre. Saya meyakini bahwa setiap orang punya hak untuk bahagia, meskipun tidak bersama Papermoon Puppet Theatre, saya selalu memberi ruang bernafas untuk rekan rekan di Papermoon Puppet Theatre agar mereka dapat menikmati ritme yang ada di dalamnya,” lanjut Ria.

Berdasarkan latar belakang berdirinya Papermoon Puppet Theatre, Ria juga bercerita bagaimana peraduan antara pilihan jalan hidup diri sendiri disandingkan dengan piihan jalan hidup anak oleh orang tua. 

“Latar belakang orangtua saya adalah Militer, lika-liku yang saya lalui dalam memilih dan mempertahankan sebagai seniman sangat rumit dan panjang, karena pilihan saya sulit mendapat restu dari orang tua,” lanjutnya.

Namun, bagi Ria, darah menciptakan dan berseni itu datang darimana saja, tidak bergantung pada siapa dan bagaimana latar belakang keluerganya. Niat dan tekat, serta keberanian untuk menunjukkan keseriusan dan keberhasilan sebuah pilihan adalah cara yang tepat untuk meyakinkan orang tua mengenai pilihan anak. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait