URguide

Kisah Ikan Gabus yang Selamatkan Gambut dan Sejahterakan Masyarakat di Siak

Suci Nabila Azzahra, Jumat, 26 Agustus 2022 14.44 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kisah Ikan Gabus yang Selamatkan Gambut dan Sejahterakan Masyarakat di Siak
Image: Masyarakat yang menimbang berat ikan gabus (Foto: Alam Siak Lestari)

Jakarta - Sekelompok anak muda Riau berinovasi melalui budidaya ikan gabus demi mencegah kebakaran hutan dan lahan gambut, serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar.

Sebelum memutuskan untuk budidaya ikan gabus, Gun dan timnya mengenali budaya warga Siak atau orang Melayu yang kerap memanfaatkan protein tinggi pada ikan gabus untuk membantu proses pemulihan kesehatan, terutama bagi ibu yang baru melalui proses persalinan. Menyadari bahwa banyak ikan gabus yang ditangkap liar dari perairan lahan gambut, Gun bersama para mitra Siak Hijau berupaya mendalami berbagai spesies endemik gabus di habitat gambut, seperti jenis toman dan lompong. 

Melalui riset yang mendalam tentang kandungan ikan gabus bersama mitra, mereka menemukan bahwa ikan gabus dari habitat gambut mengandung albumin yang sangat tinggi, lebih tinggi daripada jumlah albumin pada hewan lain. 

Inilah yang membuat PT Alam Siak Lestari (ASL) yang didirikan Gun kemudian memutuskan untuk bereksperimen budidaya dan ekstraksi ikan gabus. Produk turunannya fokus ke masalah lingkungan lewat program HEAL (Healthy Ecosystem Alternative Livelihood) Fisheries. Harapannya, semakin kuat motivasi warga dan desa untuk memelihara gambut tetap basah, jika ada mata pencaharian baru yang menjanjikan dari hasil olahannya. 

Gun menyampaikan, HEAL Fisheries hanyalah proyek awal. Setelah produk masuk pasar, ASL akan beralih ke potensi lain yang tujuannya juga sama, yaitu penyelamatan gambut dan peningkatan kesejahteraan masyarakat lewat produk turunan bernilai tinggi. 

“Potensi yang dikembangkan harus potensi yang berbasis solusi nyata terhadap masalah utama kami, yakni konservasi gambut. Dan, yang tak kalah penting, pasarnya ada. Potensi yang kami lirik selanjutnya adalah nanas, salah satu tumbuhan yang cocok di lahan gambut. Dengan belasan ribu hektar tanaman nanas di Siak yang mampu melindungi lahan gambut sekitar, potensinya besar sekali. Akan ada banyak produk turunan yang bisa diciptakan dan dikembangkan dari nanas,” kata Gun, yang menargetkan konservasi gambut semuaa 16.000 hektar.

Tak hanya bertujuan menyelamatkan lingkungan, ASL juga dibentuk untuk membantu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekitar. Karena itu, ASL menetapkan diri menjadi perusahaan masyarakat. Kenapa? Sebab, pemegang sahamnya memang masyarakat, yaitu BUMDes. Sejauh ini ASL bekerja sama dengan dua desa yang telah melakukan penyertaan modal pada tahap awal. Dalam lima tahun ke depan ASL ingin merangkul hingga sepuluh desa. ASL juga menentukan, pembeli saham tidak boleh perorangan, melainkan harus berbentuk BUMDes, koperasi, atau kelompok. 

“Kami ingin memastikan, saat perusahaan ini berjalan, pendapatan, keuntungan, serta hal-hal yang diperoleh dari proses tersebut, harus kembali lagi kepada masyarakat. Kami ingin kesejahteraan masyarakat meningkat. Itu berarti kami harus sama-sama sejahtera. Masyarakat yang terlibat dalam setiap proses produksi, pemilik lahan yang lahannya digunakan untuk budidaya ikan gabus, masyarakat yang terpapar dalam operasional perusahaan, harus sejahtera juga,” kata Gun. 

Gun memandang, pekerjaan penyelamatan lingkungan merupakan pekerjaan masa depan yang hasilnya akan dinikmati oleh orang yang hidup di masa depan. Artinya, mereka adalah orang muda masa sekarang. 

“Karena itu, mereka harus terpapar dalam setiap prosesnya sejak sekarang. Sehingga, ketika mereka berada di masa depan dan menjadi penentu kebijakan atau pengambil keputusan, mereka sudah tahu apa yang harus dilakukan,” kata Gun, yang sejauh ini sudah merekrut 10 orang muda dan setidaknya akan membutuhkan 20 hingga 35 orang muda lagi. 

Kabupaten Siak berbangga hati. Sebab, ASL menjadi finalis pada MIT Solve Challenge 2021 (MIT SOLVE) yang diselenggarakan oleh universitas asal Amerika Serikat, Massachusetts Institute of Technology (MIT) untuk kategori Resilient Ecosystems. Perusahaan rintisan ini melaju sebagai salah satu dari 88 finalis dari 1.800 pendaftar di 128 negara dan satu-satunya perwakilan Indonesia pada MIT SOLVE 2021.

Husni berharap, penghargaan tersebut menginspirasi banyak anak muda lain untuk bersama-sama dengan pemerintah maupun elemen masyarakat lain melindungi alam sekaligus menyejahterakan masyarakat. “Kami akan terus mendukung agar inisiatif seperti ini dapat direplikasi di banyak tempat,” kata Husni.

Sementara bagi Gun, penghargaan ini membuktikan bahwa masyarakat desa bisa menghasilkan karya yang kualitasnya baik jika diberi kesempatan dan mau membuka diri. “Penghargaan tersebut meningkatkan kepercayaan diri kami, sekaligus menguatkan kepercayaan publik terhadap apa yang kami lakukan. Ide-ide kami untuk menyejahterakan masyarakat dan memperbaiki lingkungan jadi lebih didengar.”

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait