URguide

Kisah Mantan Sopir yang Kini Jadi Miliuner dari Bertani Labu Siam

Shelly Lisdya, Jumat, 14 Januari 2022 08.00 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kisah Mantan Sopir yang Kini Jadi Miliuner dari Bertani Labu Siam
Image: Petani milenial Dede Koswara yang kini menjadi miliuner. (YouTube CapCapung)

Jakarta - Sejak beberapa tahun terakhir, petani milenial asal Desa Cukanggenteng Kecamatan Pasirjambu, Bandung, Jawa Barat ini kini menjadi miliuner.

Bukan tanpa alasan, pria bernama Dede Koswara ini fokus bertani dan memasarkan labu siam ke beberapa daerah. 

Bertani labu siam atau labu acar di Jawa Barat dilakoni Dede sejak enam tahun belakangan, hal ini membuatnya memiliki penghasilan yang terbilang besar baginya.

Namun, siapa sangka jika Dede bukanlah seseorang yang memiliki background pendidikan pertanian, ia hanya lulusan SMK jurusan Otomotif. Namun, keinginannya bertani sudah ia tekadkan ke dalam dirinya sejak kecil.

"Saat itu lulus SMK, saya sebenarnya sempat ditawari kuliah oleh orangtuanya. Namun saya menolak karena beranggapan kalau kuliah bakal dituntut bekerja kantoran atau polisi oleh orang tua," kata Dede dikutip dari YouTube CapCapung, Jumat (14/1/2022).

"Saat itu memang ada peluang kuliah, tapi saya tidak ambil karena saya ingin menjadi pengusaha sekaligus petani sayuran," kenangnya.

Pada tahun 2010, Dede merayu orang tuanya untuk memberikan sebidang tanah untuk ia kelola. Akhirnya ia pun memperoleh tanah seluas 1.400 meter persegi (m2) atau sekitar 100 tumbak. Kini, ia sudah memiliki tanah seluas tujuh hektare.

Mulanya, Dede tidak langsung menanam labu acar, di tanah tersebut ia lebih memilih menanam tomat sambil mempelajari segala sesuatu terkait tanaman lewat internet.

Dede awalnya hanya menanam dan memasarkan tomat, cabai, dan jagung. Saat di menawarkan di pasar, ia melihat potensi labu acar. Ia kemudian meminjam ke saudara untuk dipasarkan.

"Awalnya saya pinjam ke saudara dari 20 kuintal sampai satu ton dalam satu bulan. Melihat potensi itu, saya mulai menanam labu siam," katanya.

Pada tahun 2016, seorang pedagang di Tangerang meminta Dede untuk mengirimkan labu siam. Ia memperolah pesanan tersebut dari salah satu anggota Facebook Grup.

Karena tidak memiliki banyak stok, Dede menghubungi kolega-kolega petani di desanya yang menanam labu acar dan mengumpulkan hasil panen mereka. Alhasil, hanya terkumpul 10 ton per hari, sementara kebutuhannya mencapai 30 hingga 40 ton.

Dan dari situ Dede berinisiatif untuk menanam labu di lahannya. Meski terbilang memiliki keuntungan besar, namun modal tanamnya juga lumayan besar.

Biaya menanam labu bisa mencapai Rp 15 juta untuk setiap 1.400 meter persegi. Modal tersebut mencakup biaya garap lahan, bibit, serta paranggong atau deretan bambu tempat merambatnya pohon labu.

"Saya bilang ke petani lainnya, menanam labu acar ini terbilang mudah tidak seperti sayuran lainnya. Kalau lainnya pestisida dan lainnya, tapi di labu engga, tinggal sediakan bambu terus perawatan di pupuk, besoknya udah bisa panen," kata pria kelahiran 1989 ini.

Selain itu, Dede juga memanfaatkan media sosial, Dede juga aktif membangun koneksinya dengan para pelaku pertanian dan bergabung di grup Facebook. Relasi yang dibangun itu membuka peluang buat Dede untuk memasarkan produknya secara luas.

"Saya dulu tidak tahu pasarnya di mana, penanamannya seperti apa. Alhamdulillah berkat Facebook saya tahu, termasuk pasarnya juga," lanjut bapak anak dua ini.

Mantan supir angkot sayur ini pun turut mengajak rekannya sesama supir untuk menjadi petani. Dede menyebut, awalnya hanya ada 15 hingga 25 anak yang bergabung dengannya, tetapi jumlah tersebut semakin bertambah seiring dengan meningkatnya produksi labu acar di Ciwidey. 

"Semua pemuda ia ajak, mulai dari sopir, anak putus sekolah hingga pekerja bangunan. Dan teman saya yang sopir sekarang bisa membangun rumah berkat jadi petani labu siam," ungkapnya.

Jika dulu Dede hanya memasarkan sayurannya ke Bandung, kini ia sudah memasarkan di Jabodetabek dengan omzet yang didapatkan pun tak main-main, yakni sekitar Rp 50-100 juta per hari.

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait