URguide

Kisah Suara Gamelan dan Sinden Mistis di ‘Pasar Memedi’ Gunung Merapi

Shelly Lisdya, Kamis, 3 November 2022 19.30 | Waktu baca 3 menit
WhatsApp ShareFacebook ShareTwitter ShareLinkedin Share
Kisah Suara Gamelan dan Sinden Mistis di ‘Pasar Memedi’ Gunung Merapi
Image: Ilustrasi - Gunung Merapi. (Freepik)

Jakarta - Kawasan Gunung Merapi dikenal dengan keindahan alamnya yang dapat menarik wisatawan hingga mancanegara. Namun, kawasan ini juga dikenal menyimpan banyak cerita mistis hingga menjadi urban legend.

Salah satu kisah mistis yang meleganda adalah suara gamelan yang biasa terdengar oleh para pendaki Gunung Merapi. Seperti yang diceritakan oleh salah satu pendaki dari komunitas pendakian ini. 

Suatu hari, empat orang pendaki melakukan perjalanan untuk ‘menaklukkan’ Gunung Merapi dari pos New Selo. Seiring berjalannya waktu, mereka sudah melewati shelter, pos penjagaan, hingga sampai di Watu Gadjah dan mencari tempat untuk istirahat.

Saat itu, seorang pendaki bernama Erik (nama samaran), meminta pendapat rekan-rekannya terkait lokasi yang tepat untuk mendirikan tenda.

"Di sini saja (Watu Gadjah), karena di tempat lain angker. Jadi ini paling aman," kata Bambang, teman Erik, dikutip YouTube Agus Prasetyo Boyolali, Kamis (3/11/22).

"Jangan, lebih baik di Pasar Bubrah saja, kan sudah dekat dengan puncak," jawab Dwi, teman Erik. 

Keputusan akhirnya mengikuti saran Dwi agar pendakian tidak memakan waktu lama. Padahal mereka tahu persis mitos dan urban legend yang menyelimuti Pasar Bubrah itu. 

Pasar Bubrah sebenarnya hanya sebuah lapangan berpasir luas yang menjadi tempat terakhir para pendaki melakukan perjalanan di Gunung Merapi. Meski sudah ada larangan, namun banyak pendaki yang nekat buat terus mendaki lebih tinggi lagi. 

Dinamakan Pasar Bubrah, karena lokasi ini dikenal sebagai tempat para makhluk tak kasat mata untuk transaksi. Dengan kata lain, Pasar Bubrah adalah pasarnya para memedi.

Rombongan kemudian melanjutkan perjalanan hingga sampai di Pasar Bubrah. Saat di perjalanan, Johan mengaku pundaknya terasa berat. Mereka berspekulasi jika ada sosok hantu yang numpang gendong di pundak Johan. Namun, setibanya di pasar bubrah beban di pundak Johan mulai menghilang.

Mereka kemudian mulai memasang tenda. Rupanya, mereka bukan satu-satunya rombongan yang beristirahat di sana. Di sana sudah ada beberapa tenda yang berdiri, namun aneh, karena tidak ada satu pun manusia yang terlihat.

Hari sudah mulai gelap, mereka berisitirahat agar bisa melanjutkan pendakian ke puncak esok hari. Namun ketika tengah malam Dwi tidak bisa tertidur pulas. Ia justru mendengar suara gamelan beserta sinden yang sedang menyanyikan kidung. 

Bulu kuduk Dwi berdiri, ia mencoba membangunkan rekan-rekannya namun tak ada satupun yang merespons. Suara sinden dan gamelan pun terdengar makin riuh. 

Dwi mencoba keluar tenda. Namun ia justru mendapati pemandangan yang aneh. Pasalnya, tenda-tenda yang tadi berdiri di sekitar lokasi tenda mereka, mendadak raib. Ia pun kembali masuk tenda dengan suara gamelan serta sinden terus terdengar di telinganya.

Waktu sudah menunjukkan pukul 04.00 WIB, semua terbangun dan kaget melihat wajah Dwi yang begitu pucat. Saat bersiap untuk melanjutkan perjalanan, Dwi justru lebih kaget melihat banyak tenda dan pendaki yang sudah bersiap menuju puncak. 

Kejadian mistis itu pun tak diceritakan Dwi ke temannya, hingga mereka kembali ke rumah dengan selamat. 

Komentar
paper plane

Berita Terkait
    Berita Terkait